Teknologi pengolah kosmetik wanita demikian ciptaan para peneliti. Teknologi khusus itu mengolah limbah pertanian menjadi biosurfaktan—bahan kosmetik dan shampo. Indonesia sangat kaya limbah tanaman seperti kepala sawit, batang, sekam, dan sisa sayuran.
Beragam batang tanaman, kulit buah, sisa sayuran, sekam, dan masih banyak bagian dari tanaman tidak kita gunakan yang dibuang saja—potensi ekonomi yang sia-sia.
Jika petani rajin, limbah pertanian digunakan sebagai pupuk organik. Akan tetapi, para peneliti mengukapkan rahasia limbah pertanian yang disebutkan biosurfactants merupakan potensi ekonomi yang dapat dibisniskan.
Bahan biosurfactants atau surfaktan mikroba merupakan senyawa amfifilik yang bahan mentah diolah atau bagian hidrofobik dan hidrofilik ekstraseluler yang diekskresikan menjadi bahan baru.
Tujuannya adalah agar bahan organisme mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi yang prosesnya di antara fase-fase fluida sehingga mengurangi tegangan permukaan dan antarmuka.
Limbah batang tanaman, kulit buah, sayuran, sekam, dan limbah pertanian organik yang dijadikan pupuk organik padahal—kandungannya sarat bahan baku pembuatan kosmetik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Fraunhofer IGB bekerja sama dengan mitra internasional yakni lembaga sains (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan para pelaku industri, sungguh menakjubkan.
Proyek penelitian yang didanai oleh Uni Eropa berhasil menggunakan limbah sebagai bahan penelitian dan uji coba untuk menghasilkan biosurfaktan, dan kemudian berguna untuk pembuatan kosmetik alami—bukan produk seperti yang dihasilkan melalui proses kimia.
Di Indonesia, beberapa perusahaan kosmetik dan jamu menggunakan beberapa jenis tanaman sebagai bahan utama pembuatan kosmetik dan jamu. Produknya khusus bagi kaum wanita.
Kecermatan mengolah tanaman menjadi produk yang umumnya digemari oleh kaum perempuan, memungkinkan beberapa orang wanita menjadi konglomerat di Indonesia—bagian super kaya.
Bagasimana cara tim peneliti Fraunhofer IGB bersama mitanya menemukan bahan surfaktan dalam agen pembersih, deterjen, dan kosmetik? Shampo bahan sabun mandi seperti bahan aditif terdiri dari hingga 40 persen surfaktan.
Bahan ini mengurangi tegangan permukaan air, sehingga minyak (bahan dari limbah pertanian) dapat bercampur dengan air. Tim peneliti mempredikssi lebih 18 juta ton surfaktan diproduksi setiap tahun—dengan cara kimia berbasiskan minyak bumi.
Bahan itu kemudian berubah—berasal dari minyak sumber daya terbarukan seperti kelapa atau inti minyak kepala sawit. Mikroorganisme menghasilkan zat aktif pencuci yang disebut biosurfaktan.
Sayangnya, para pelaku industri belum memproduksi biosurfaktan dalam jumlah yang sangat besar. Hal itu disebabkan biaya produksi relatif mahal. Bagaimana cara membuat biosurfaktan menguntungkan dilihat dari sudut ekonomi?
Bahan biosurfaktan untuk dijadikan seb agai kosmetik yang alami membuat para peneliti di Institut Fraunhofer khususnya bagian Teknik Interfasial dan Bioteknologi IGB mengembangkan proses produksi dengan ongkos yang lebih efisien.
Proyek surfaktan berkelanjutan dengan mendapatkan bahan dari sumber daya terbarukan. Caranya adalah fermentasi alami yang menggunakan aplikasi khsus produk alami, dan berbasiskan organik.
Para peneliti menggunakan limbah yang mengandung selulosa atau minyak dan sisa bahan sisa dari pertanian organik—merupakan sumber daya untuk proses bioteknologi. Selulosa adalah polimer alami yang terdiri dari unit gula yang terjadi di semua komponen tanaman.
Jika selulosa diubah menjadi blok dasar glukosa, molekul gula tersedia untuk mikroorganisme sebagai substrat.
“Berbagai bakteri dan jamur membentuk biosurfaktan dari bahan yang mengandung gula atau dari minyak dalam kondisi alami. Sedangkan mikroorganisme dapat dibudidayakan dalam bioreaktor dan biosurfaktan dapat diperoleh dari sektor industri,” ungkap Insinyur Susanne Zibek seorang ahli.
Ketika mengerjakan proyek pertama, berbagai jenis mikroorganisme muncul secara alami yang kemudian diperiksa oleh tim peneliti. Apakah bahan itu memiliki aplikasi yang potensial dibisniskan?
Parameter penting untuk proses fermentasi adalah bagian mana (dari limbah) yang dapat dibudidayakan secara stabil di dalam bioreaktor, dan surfaktan yang dihasilkan yang jumlahnya harus diketahui karena berkaitan dengan nila ekonomi.
Tantangan berikutnya bagi para peneliti mencari tahu cara pemurnian ekonomis dan pada saat yang sama, zat dari kaldu (limbah) berproses fermentasi.
“Kami menggunakan konversi dan pemrosesan metode pelestarian sumber daya,” ungkap Dr. Ana Lucia Vasquez koordinator proyek penelitian potensi limbah pertanian itu.
Dibandingkan dengan deterjen hasil produksi konvensional dari sumber daya minyak bumi, biosurfaktan atau limbah pertanian lebih ramah lingkungan, biokompatibel, dan biodegradable.
Struktur bahan lebih kompleks dan berpotensi memiliki jangkauan efek ekonomi yang lebih besar. Beberapa biosurfaktan memiliki efek antimikroba—sebagai komponen agen pembersih dan cocok digunakan untuk merawat kulit.
Bahan surfaktan lain adalah agen berbusa yang mengikat kotoran—inilah sebabnya bahan yang dapat digunakan sebagai gel mandi dan sampo.
Biosurfaktan yang diproduksi dengan memperhatikan peraturan ekologis yang ketat, juga digunakan untuk aplikasi di sektor industri makanan, farmasi, dan bahan untuk memulihkan lingkungan yang terkontaminasi bahan minyak dan detoksifikasi air limbah.
“Penggunaan produk limbah dari pertanian organik mengurangi biaya produksi dan juga memastikan keberlanjutan biosurfaktan,” tandas Vasquez.
Ia menambahkan, timnya membantu para pelaku industri yang berniat mengembangkan limbah menjadi bahan kosmetik dengan sertifikasi yang berlaku.
Dengan cara ini, limbah pertanian yang jumlahnya demikian besar dapat diolah oleh perusahaan yang bersertifikat ekologis.
Di Uni Eropa, produk bersertifikat ekologis terdiri dari minimal 70 persen komponen yang diproduksi secara organik, dan bahan makanan sebesar 95 persen.
Para peneliti Fraunhofer IGB bekerja sama dengan NATRUE: International Natural and Organic Cosmetics Association (BE), Naturland-Verband untuk ökologischen Landbau e.V. (DE), Green Sugar (DE), dan Intelligent Formulation (Inggris).
Proyek pengolahan limbah itu juga melibatlan Farfalla Essentials, Grüne Erde, Biotrend, Cremer Oleo, VITO, Institut Dr. Schrader Creachem, Asociacion Riojana Profesional de Agricultura Ecologica, dan Cevkor Vakfi.
Kapan kosmetik wanita dapat kita olah dari limbah pertanian yang potensinya melimpah di Indonesia?