Inspiration, MICE, Video

Sesuaikan Kebutuhan Pangan dengan Target Produksi, ini Peran Teknologi Algoritma

SharePara stakeholders sebaiknya sesuaikan kebutuhan pangan. Target produksi jangan berlebihan agar produk pangan tidak rusak. Selain menepati masa kadaluarsa, produk pangan membutuhkan...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >

Para stakeholders sebaiknya sesuaikan kebutuhan pangan. Target produksi jangan berlebihan agar produk pangan tidak rusak. Selain menepati masa kadaluarsa, produk pangan membutuhkan tempat penyimpanan. 

Kebutuhan Pangan
Produk bakery termasuk makanan yang terlalu sering menjadi limbah atau menjad sampah (kiri) dan mesinengaduk daging yang digunakan di industri pangan (kanan). Sesuaikan kebutuhan pangan dengan target produksi (Foto/©: Shutterstock, kiri/Inotec GmbH, kanan)

Penulis/editor: Rayendra L. Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Para ilmuwan bekerja secara maksimal untuk mengurangi kelebihan sisa makanan yang kemudian menjadi limbah.  

Mereka tidak hanya mengamati kondisi di hilir, juga penyebab yang terjadi di hulu saat produk makanan belum diolah menjadi makanan seperti roti, keju, margarine, susu, atau mentega.

Dengan kata lain,  contohnya makanan khas Indonesia seperti nasi termasuk lauk pauk lainnya yang sebelum dimasak atau diolah menjadi makanan, pada umumnya berupa produk seperti beras dan sebagainya yang membutuhkan tempat penyimpan dan memiliki masa berlaku.

Ilmuwan dari Fraunhofer IGCV,   Patrick Zimmerman, Philipp Theumer, dan lima rekan mereka yang lain melihat potensi internal perusahaan, seperti pabrik dan mesin pengolah makanan serta alat-alat industri pengolah pangan memerlukan perencanaan yang baik dan tepat.

Tujuannya adalah untuk mengendalikan produksi (pangan) yang dapat mengoptimalkan bahan pangan sekaligus mengurangi pemborosan. Oleh sebab itu, para peneliti menggunakan metode Artiificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

“Kami menerapkan AI ke seluruh rantai nilai, terutama pada fasilitas produksi. Untuk melakukan itu, kami menyesuaikan dan memilih teknologi algoritma yang sesuai untuk tiap aplikasi,” jelas Patrick Zimmerman, ilmuwan senior Fraunhofer IGCV

“Kami melihat prediktabilitas dan pengendalian di semua area—mulai dari produksi bahan pangan di pertanian hingga penjualan produk melalui supermarket dan toko pengecer yang berusaha  mengoptimalkan potensi produk pangan,“ tandas Patrick Zimmerman.

“Produksi yang berlebih merupakan pemborosan yang semestinya dihindari oleh berbagai kalangan. Para peneliti menyarankan  dengan membuat perkiraan yang ditargetkan tentang kebutuhan pangan, meningkatkan prediktabilitas dan pengendalian proses penciptaan nilai dan mengurangi kehilangan pangan yang berkualitas,” timpal Philipp Theumer yang juga peneliti.

Namun, potensi pemborosan sangat beragam. Patrick Zimmerman menjelaskannya dengan menggunakan mixer daging sebagai contoh. 

“Suhu dan lamanya proses pencampuran mempengaruhi waktu kadaluwarsa produk daging. Jika menggunakan algoritme AI untuk meminimalkan jumlah energi yang masuk ke proses pencampuran, kami dapat memperpanjang waktu kedaluwarsa, dan pada gilirannya mengoptimalkan waktu penjualan di supermarket dan mengurangi kehilangan sumber makanan,” jelas Patrick Zimmerman.

Pada tingkat sistem, jumlah limbah makanan yang tertinggi di saat power-up terjadi. Hal itu terjadi karena parameter optimum harus diidentifikasi terlebih dahulu, dan selanjutnya menghasilkan limbah. 

“Sebagai contoh, kami menerapkan sensor cerdas dan algoritma AI pembelajaran mandiri untuk menyempurnakan proses pembusaan selama produksi basis kue pada upaya pertama,” jelas Patrick Zimmerman peneliti senior itu.

Apa manfaat informasi terkait untuk semua langkah dalam rantai makanan? Dalam jangka panjang, mitra proyek Resource-efisien Intelligent Foodchain (REIF) ingin membangun ekosistem Teknologi Informasi dan mendirikan pasar dalam bentuk  virtual. 

Di masa mendatang, perusahaan atau industri pangan dapat menyediakan algoritme AI yang mereka terapkan terhadap semua pengguna platform. 

Tujuan lainnya adalah untuk membuat jaringan data di semua perusahaan yang berpartisipasi pada proyek untuk meningkatkan nilai tambah dalam jaringan nilai kompleks industri makanan. 

“Keahlian satu perusahaan dapat dialihkan ke organisasi atau perusahaan lain. Semakin banyak data tersedia, semakin baik model AI yang dapat dilatih,” Patrick Zimmermann mengemukakan.

Pasar online adalah tempat mitra proyek yang dapat saling bertukar data. Pada akhirnya, perusahaan produksi dapat mengontrol proses manufaktur mereka dengan lebih baik dengan memanfaatkan perkiraan angka penjualan. Artinya, tidak perlu memproduksi banyak stok. 

Data yang dikumpulkan oleh supermarket menjadi bagian dari prakiraan. Jika para peneliti  menggabungkan berbagai faktor seperti perilaku pelanggan, tingkat inventaris, dan tanggal atau waktu kedaluwarsa, peneliti dapat membuat penyesuaian harga dinamis pada produk tertentu di supermarket.

“Penyesuaian harga harian yang terus menerus akan menghindari penurunan harga drastis yang biasa kita lihat sesaat sebelum tanggal kadaluwarsa dan memperpanjang waktu penjualan,” jelas  Patrick Zimmerman, ilmuwan Fraunhofer IGCV dan anggota konsorsium.

Ia menjelaskan prinsip penyesuaian harga dinamis. Dan akibatnya, sebuah produk lebih mungkin dibeli sebelum dikeluarkan untuk dibuang dan keuntungan keseluruhan juga meningkat. 

Cara itu mengunci keuntungan maksimum bagi pengecer sekaligus mengurangi pemborosan dan produksi berlebih. Seluruh rantai pengiriman mendapat manfaat dari gagasan berbagi informasi, yang juga mencakup data eksternal.

“Kalau laporan cuaca bagus, supermarket banyak menjual daging barbeque. Produsen daging dapat menyesuaikan volume penyembelihan mereka. Sebaliknya, produksi yang menurun dalam cuaca buruk,” Patrick  Zimmerman menjelaskan konsep ekosistem berbasis Teknologi Informasi. 

Dan pelanggan akhir juga akan mendapatkan keuntungan. Misalnya pada cuaca buruk, harga daging barbeque dapat diturunkan lebih awal, sehingga tidak disimpan di rak. 

Sistem prediksi seperti ini juga dapat ditawarkan melalui online platform.

Menurut Financial Times, sejumlah inovasi baru menggunakan kecerdasan buatan atau AI bertujuan untuk meningkatkan potensi dalam menciptakan sistem pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Peningkatan itu termasuk penggunaan teknologi algoritma pembelajaran mendalam untuk ternak sapi perah, mesin sortir berbasis AI, dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang pertama di dunia. 

Simak video berjudul Building a more sustainable food system with AI, selengkapnya https://www.youtube.com/watch?v=JMd1e7ZaMj4&t=3s

Baca: Limbah Makanan Menumpuk, Orang Kelaparan Mengais Sumber Rezeki    

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *