Inspiration, MICE

Membantu Pendengaran Tunarungu agar Lebih Jelas, Diterapkan di Kantor

ShareAlat membantu pendengaran tunarungu agar para penderita menikmati suasana pesta yang riuh suara. Kenapa koneksi otak-telinga terganggu? Bagaimana alat bantu dengar diterapkan...

Written by Rayendra L. Toruan · 3 min read >
Membantu Pendengaran Tunarungu

Alat membantu pendengaran tunarungu agar para penderita menikmati suasana pesta yang riuh suara. Kenapa koneksi otak-telinga terganggu? Bagaimana alat bantu dengar diterapkan di  tempat kerja dan membantu penderita epilepsi? Berapa jumlah orang di Indonesia yang tidak dapat mendengarkan?

Membantu Pendengaran Tunarungu
Desain visi alat bantu dengar portabel dalam proyek mEEGaHStim. Membantu pendengaran tunarungu agar lebih jelas (Foto/© Universitas Siegen, Tim zum Hoff)

Orang yang pendengarannya masih normal merasa sulit mendengarkan suara bising misalnya di lingkungan yang suasananya riuh  seperti pesta. Apa lagi, orang tunarungu pasti lebih sulit untuk memfokuskan pendengarannya. 

Penemuan Tim Ahli untuk Membantu Pendengaran Tunarungu

Berkat penemuan tim ahli yang mendesain konsep baru yang diwujudkan dalam alat bantu dengar—dikembangkan oleh para peneliti Fraunhofer—tentu saja membantu pendengaran tunarungu

Alat bantu dengar itu sekaligus berguna untuk meningkatkan kejelasan bicara dalam situasi yang kompleks seperti di suatu pesta. Dengan demikian, pengguna lebih mudah untuk mengikuti alur pembicara tunggal yakni teman bicara penderita tunarungu.

Menurut perkiraan Asosiasi Gangguan Pendengaran Jerman, sekitar 15 juta orang tuli di Jerman. Sementara di Indonesia terdapat lebih 40,5 juta orang yang berjuang mengatasi masalah pendengaran. 

Dikutip dari beberapa sumber di Asia Selatan, Indonesia menempati urutan ke-4 untuk angka ketulian terbanyak di bawah Sri Lanka, Myanmar, dan India.

Percakapan

Penderita sangat sulit memahami percakapan lebih-lebih di lingkungan yang bising seperti di pasar, pesta dan sebagainya. Penderita sulit mendengar suara individu dan tentu saja lawan bicara menjadi kesulitan dan harus menggunakan bahasa isyarat atau berteriak-teriak. 

Mereka sulit berkonsentrasi pada pembicara dan memblokir sinyal yang mengganggu—para ahli berseloroh hal itu mengganggu suasana di pesta yang lengkap suguhan minuman koktail.

Sementara alat bantu dengar yang tersedia belum dapat membuat koneksi antara telinga dan otak sehingga menggangu penderita saat berbicara. Alat bantu dengar sebetulnya dapat membantu penderita atau tunarungu agar dapat berkomunikas dengan baik. 

“Koneksi otak dan telinga berfungsi bagi orang yang pendengarannya normal. Pendengar tahu ke arah mana harus fokus. Dan kemampuan inilah yang terganggu bagi orang yang terganggu pendengarannya,” jelas Dr. Axel Winneke, ilmuwan Institut Fraunhofer yang menangani Teknologi Media Digital IDMT di Oldenburg.

Dr. Axel Winneke menambahkan bahwa alat bantu dengar kelas atas belum dapat menyoroti sumber yang coba didengar pengguna, terutama ketika dua orang berbicara pada saat yang sama. 

“Tiap orang memerlukan informasi yang sesuai kebutuhan otak. Aktivitas otak menunjukkan kepada siapa orang dengan gangguan pendengaran mendengarkan. Ini dapat diukur dengan menggunakan electroencephalography atay disingka EEG,” urai Dr. Axel Winneke. 

Tim peneliti Fraunhofer IDMT-HSA dan Universitas Oldenburg menganalisis koneksi otak dan telinga ketika menyelesaikan proyek mEEGaHStim. Para ilmuwan  mengembangkan sistem untuk meningkatkan kejelasan bicara dalam situasi yang kompleks bagi penderita tunarungu. 

Cara Kerja

Kombinasi EEG, pemrosesan sinyal audio, dan stimulasi listrik pada area pendengaran harus tercapai. Caranya adalah dengan koneksi antarmuka otak-komputer dengan menggunakan EEG untuk mengukur aktivitas otak. 

Data digunakan untuk menentukan ke arah mana atau sumber bahasa mana gangguan pendengaran mengalihkan perhatiannya. Informasi ini diteruskan ke alat bantu dengar dan kemudian mengarahkan mikrofon terarah—disebut beamformer

Alat bemformer memperkuat sinyal audio yang sesuai dengan pendengaran dan menyembunyikan sumber kebisingan yang tidak diinginkan misalnya suara dari speaker. 

Komponen ketiga adalah stimulasi listrik transkranial (tES), kemudian menggunakan sinyal bicara yang secara elektrik merangsang area pendengaran. 

Dengan metode ilmu saraf ini, para peneliti memengaruhi aktivitas pusat pendengaran atau korteks pendengaran dengan arus yang sangat kecil untuk mengoptimalkan kejelasan bicara. 

Perangkat keras dan metodologi yang diperlukan untuk stimulasi dikembangkan dalam proyek oleh mitra neuroConn GmbH berkerja sama dengan University of Oldenburg. Kemudian, elektrik merangsang area pendengaran dengan sinyal bicara. 

Dengan metode ilmu saraf ini, para peneliti memengaruhi aktivitas pusat pendengaran atau korteks pendengaran dengan arus yang sangat kecil untuk mengoptimalkan kejelasan bicara. 

Perangkat keras dan metodologi yang diperlukan untuk stimulasi dikembangkan oleh mitra neuroConn GmbH dan University of Oldenburg. Hasilnya adalah sistem yang secara elektrik merangsang area pendengaran dengan sinyal bicara. 

Dengan metode ilmu saraf ini, para peneliti memengaruhi aktivitas pusat pendengaran atau korteks pendengaran dengan arus yang sangat kecil untuk mengoptimalkan kejelasan bicara. 

Proyek ini divisualisasikan dalam studi desain seperti apa alat bantu dengar itu nantinya. Struktur dan konsep didasarkan pada interaksi dengan perangkat. Desain dapat memperlihatkan alat bantu dengar sebagai keuntungan positif bagi pemakainya—ini berbeda dengan stigma yang diyakini secara luas. 

Di masa depan, komponen yang dikembangkan dalam proyek seperti sensor, dapat diintegrasikan ke dalam braket portable, dan dimungkinkan untuk menambah alat bantu dengar yang tersedia berupa modul-modul baru dan melengkapinya dengan sensor EEG. 

Alat bantu dengar portabel

“Prototipe yang kami buat saat ini belum dalam bentuk alat bantu dengar portabel, masih perlu miniatur secara signifikan,” imbuh Dr. Axel Winneke. Prinsip dukungan pendengaran berbasis EEG telah bekerja dengan baik pada tes pertama dengan pendengaran normal.

Pengukuran EEG yang dikenakan di telinga cocok untuk skenario aplikasi lain, misalnya untuk merekam upaya mendengarkan karyawan di kantor atau tempat kerja. Teknologi ini juga dapat digunakan di bidang medis, terutama bidang neurologi, untuk memantau penyakit neurologis seperti epilepsi. 

“Dapat dibayangkan, misalnya, untuk dapat mengamati pasien di luar klinik menggunakan sensor EEG portabel. Di proyek mEEGaHStim, kami mengukur aktivitas otak untuk mengontrol alat bantu dengar.  Anda dapat menganalisis gelombang otak dalam kasus gangguan neurologis,” kata Dr. Axel Winneke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *