Pemahaman keselamatan kerja mutlak dilakukan dan dipenuhi oleh para pihak—salah satu cara untuk menghindari kecelakaan yang sering terjadi secara tak terduga di lokasi pekerjaan, rumah, dan di jalan. Keamanan dan kenyamanan bekerja berlaku bagi setiap individu.
Kita bersimpati kepada masyarakat yang ditimpa kecelakaan di tempat kerja. Ada korban meninggal dunia dan menderita sakit atau cacat. Setiap orang menghendaki rasa aman dan nyaman saat bekerja atau santai. Cara ampuh mencegahnya? Perlu pemahaman keselamatan kerja mutlak.
Belakangan ini, kita sering mendengarkan peristiwa kecelakaan yang menimpa para pekerja dan masyarakat umum yang (kebetulan) berada di lokasi proyek-proyek yang dikerjakan. Tahun 2017 saja, terjadi 12 kasus kecelakaan konstruksi.
Misalnya badan jembatan Bicimi yang ambrol menyebabkan satu orang meninggal dunia dan dua orang laku-luka, demikian juga ketika box girder proyek Tol Pasuruakun-Probolinggo ambruk—juga memakan korban.
Penyebab kecelakaan itu bukan semata-mata disebabkan human error atau salah prosedur, namun kualitas bahan baku seperti diungkapkan olehnKompas.com perlu ada pengawasan keselamatan saat proyek dibangun. Perusahaan yang sudah dikelola dengan profesional biasanya memiliki safety manager.
Soerang safety manager bertugas secara profesional untuk keamanan dan kenyamanan para pekerja—berdampak positif terhadap pelaksanaan proyek. Kita sering mendengarkan bahwa perusahaan enggan menggunakan bidang safety dengan alasan efisiensi padahal tugas safety itu bukanlah bagian tugas security.
Pemerintah menetapkan prosedur Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3) yang harus ditaati oleh para pihak—termasuk para pekerja. Namun, ragam sektor industri memiliki sumber ancaman terhadap keselamatan yang berbeda. Tugas safety di industri Kimia berbeda dengan di proyek konstruksi dan pabrik.
Tiap pelaku industri—termasuk sektor kesehatan seperti pengelola rumah sakit—harus memetakan sumber bahaya yang mungkin mengancam keselamatan para pekerja. Ancaman bahaya bukanlah hanya dari aliran listrik atau gerigi mesin—bahan Kimia seperti zat atau uap yang tidak tampak mata juga berpotensi sebagai sumber bahaya.
Kementerian Tenaga Kerja mempunyai program pelatihan K3. Program dan jenis pelatihan K3 tentu disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan atau sebuah lembaga—bukan sekadar menekankan perlunya diterapkan Standard Operational Procedure.
Misalnya pertugas yang saat mengatasi kebakaran hutan maka pengetahuan safety berbeda dengan perawat seorang pasien pengidap penyakit menular. Di supermarket pun bisa saja ada zat atau uap yang beracun dan bisa membahayakan para pekerja.
Oleh karena itu, petugas safety wajib mengecek semua alat dan benda yang berpotensi sebagai sumber ancaman keselamatan kerja di supermarket itu. Ventilasi harus dicek, jangan sampai ada yang bocor.
Di dasar laut, ketika petugas melakukan pengelasan kabel—fasilitas telekomunikasi—bisa saja ikan hiu menyerang pertugas itu secara tak terduga. Ancaman keselamatan kerja bukan hanya bersumber dari pekerjaan mengelas di bawah laut—juga berasal dari (kemungkinan) serangan ikan hiu atau ikan beracun.
Pengadaan divisi atau safety desk tiap perusahaan/organisasi merupakan keharusan. Secara teratur dan terprogram, bagian safety itu menambah pengetahuan dan keterampilan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman keselamatan kerja mutlak.
Bukan hanya bagi para pekerja, juga penting bagi pemilik dan pengelola perusahaan atau organisasi untuk mengetahui bidang safety. Selain menyediakan alat—seperti alat pemadam kebakaran, manajemen perusahaan wajib mewujudkan konsep K3 secara baik. Dan, para pekerja pun harus mematuhinya.