Engineering & Design, Industrialisasi

Mesin Pintar Mendiagnosis Penyakit, Kematian bagi Dokter dan Fakultas Kedokteran

ShareDerasnya perkembangan teknologi  kecerdasan buatan menghasilkan mesin pintar mendiagnosis penyakit. Apakah hal itu merupakan lonceng “kematian” bagi dokter dan fakultas kedokteran?  ...

Written by Erwin Prasetyo · 2 min read >
Mesin Pintar Mendiagnosis Penyakit

Derasnya perkembangan teknologi  kecerdasan buatan menghasilkan mesin pintar mendiagnosis penyakit. Apakah hal itu merupakan lonceng “kematian” bagi dokter dan fakultas kedokteran?  

Mesin Pintar Mendiagnosis Penyakit
Dengan kecerdasan buatan, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, diambil-alih mesin. Mesin pintar mendiagnosis penyakit, kematian bagi dokter dan fakultas kedokteran (Foto: Fraunhofer)

Jika mesin mampu mendiagnosis suatu penyakit yang diderita oleh manusia, apakah orang masih membutuhkan dokter?

Komputer yang menjadi sumber  kecerdasan buatan (artificial intelligence ) berfungsi sebagai pemikir (thinker) yang mensuplai hasil analisisnya.

Komputer (mesin) hanya butuh tempat yang lebih sempit dibandingkan dengan ruang praktik seorang dokter di klinik, tempat praktik (pribadi) atau  di rumah sakit. Komputer dapat bekerja selama 24 jam nonstop tanpa keluhan.

Biaya kunjungan komputer yang mengganti fungsi dokter itu hanya sebatas penggunaan listrik (energi) atau lebih ringan dari tarif seorang dokter spesialis. Tarik “dokter komputer” sepenuhnya ditentukan oleh pemilik mesin.

Jika makin banyak mesin (komputer) digunakan di rumah sakit atau klinik,  kita bertanya, “Apakah hal itu bukan merupakan ancaman atau lonceng kematian bagi para dokter dan bahkan fakultas kedokteran yang mendidik anak-anak muda menjadi dokter dalam waktu lebih 5 tahun?”

Sistem kecerdasan buatan semakin proaktif mengambil alih banyak ragam pekerjaan dan tugas rutin yang dilakukan oleh manusia.

Kita mendengarkan istilah smart factory—artinya semakin banyak pemilik sektor manufaktur mempekerjakan robot yang berdampak terhadap ongkos produksi—tentu saja lebih irit dibanding menggaji pekerja (manusia).

Demikian juga di kantor, dan bahkan kehidupan sehari-hari manusia yang lebih praktis dan nyaman apa bila mesin yang melayani manusia itu sendiri. Manusia lebih interaktif apa bila dipandu mesin yang memiliki kecerdasan buatan.  

Contohnya di bandara saat mau check in atau memesan makanan di restoran, orang harus mandiri dan mampu berinteraksi dengan mesin yakni robot yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan.

Kita sering membaca atau mendengarkan berita, manusia yang stres karena kesepian justru mendapatkan hiburan dari “teman setianya” yang berbentuk human being dan mampu berkomunikasi dengan manusia (sungguhan) yang kesepian itu.

Contoh lain, mesin dengan kecerdasan buatan mampu memperdagangkan atau bertransaksi saham di bursa pasar modal tanpa kehadiran fisik (manusia).

Tentu mesin dengan kecerdasan buatan miliknya melaporkan atau memberikan masukan agar keputusan (tindakan) yang akan dieksekusi manusia tepat dengan memberikan hasil (margin) yang menguntungkan.

Kecerdasan buatan telah diimplementasikan di berbagai pelayanan publik yang tadinya dilakukan oleh manusia. Kecerdasan buatan dapat mengendalikan pergerakan benda besar seperti kendaraan roda empat tanpa seorang driver.

Kecerdasan buatan bekerja secara otonom dan tidak pernah mengeluh, merengek apa lagi melakukan demo untuk menuntut kenaikan upah di atas UMR  yang ditentukan manusia (pejabat terkait).

Jadi, misalnya suatu kota mempekerjakan banyak mesin, sang walikota tidak perlu pusing menghadapi demo kaum buruh yang menuntut kenaikan UMR.

Demikian juga mesin pintar yang mampu mendiagnosis beragam penyakit yang diderita oleh orang sakit. Kualitas diagnosis yang dilakukan oleh mesin tidak kalah dengan hasil pekerjaan tim medis yakni dokter yang bekerja di rumah sakit atau klinik.

Apakah sudah pernah dilakukan uji coba? Nah, melalui call center, robot menjelaskan hasil diagnosis sesuai dengan pertanyaan yang dilontaknan oleh tim peneliti Fraunhofer. Bagaimana mesin dengan kecerdasan buatan bekerja?

Teknologi utama yang berperan adalah pembelajaran yang dilakukan oleh mesin itu sendiri berdasarkan kecerdasam buatan.

Sebuah hasil studi baru yang ditemukan oleh tim peneliti Fraunhofer-Gesellschaft menunjukkan bahwa Jerman menempati posisi di bidang penguasaan  teknologi kecerdasan buatan yang strategis pada masa depan.

“Halo, Anda berbicara dengan AI (kecerdasan buatan)”

”Google memperkirakan kematian massal”

“Siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan otomatis?”

Teks-teks di atas adalah judul berita utama yang dicontohkan rilis Fraunhofer. Setiap kali komputer mengalahkan manusia di suatu permainan seperti main catur atau GO,  e-Games seperti DOTA—termasuk game yang lebih baru maka hype media pecah.

Mitos-mitos lama yang menggambarkan pertempuran sengit manusia melawan mesin kembali muncul. Manusia (sungguhan) berperang melawan artificial intelligence.

Sementara itu kritik-kritik bermunculan karena mesin dengan kecerdasan buatan menyapu bersih fungsi manusia. Artinya, manusia kehilangan pekerjaan.

Kita memperingatkan dan bertanya, apakah mesin yang akan mengendalikan manusia?

Sebuah video berisikan iklan buatan perusahaan besar yang mengoceh tentang masa depan yang fantastis dengan kemampuan kecerdasan buatan atau  artificial intelligence.

Bagaimana nasib manusia kelak? Simak lanjutan uraian kecerdasan buatan dengan harapan agar kita berjaga-jaga. Mesin pintar mendiagnosis penyakit, kematian bagi dokter dan fakultas kedokteran.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *