Industrialisasi, Teknologi Informasi

Kabar Baik Bagi Penderita Liver

ShareDengan teknologi informasi dokter merencanakan pengobatan dan mengubahnya secara otomatis bagi user-friendly agar pasien liver yang kronis mendapatkan layanan berkualitas. Meskipun telemedicine...

Written by Jurnalis Industri · 2 min read >

Dengan teknologi informasi dokter merencanakan pengobatan dan mengubahnya secara otomatis bagi user-friendly agar pasien liver yang kronis mendapatkan layanan berkualitas.

Telemedicine melibatkan komunikasi berkesinambungan antara dokter dan pasien melalui platform TI. Peneliti merancang teknologi untuk menambah kegunaan telemedicine bagi pasien liver di masa mendatang. (Sumber foto/ ©: Fraunhofer IBMT)

Meskipun telemedicine dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit liver kronis, sistem home care aktif ini masih memiliki kekurangan. Para ilmuwan yang mengerjakan proyek Uni Eropa bernama d-LIVER bertujuan memperbaiki kekurangan itu dan hasil awal telah diluncurkan.

Liver adalah salah satu organ terpenting pada tubuh manusia. Tugas liver adalah untuk memastikan makanan yang kita konsumsi digunakan dengan baik–ini merupakan fungsi sintesis dari liver–serta menghilangkan substansi racun dari sistem tubuh kita–disebut sebagai fungsi detoksifikasi. Seseorang yang kurang berolahraga dan terlalu banyak alkohol, stres, dan makanan tidak sehat  maka faktor itu menyebabkan kerusakan liver.

Sistem berbasis sel yang menyokong fungsi liver dapat membantu pasien hingga mereka mendapatkan donor liver, atau mengakselerasi regenerasi liver setelah operasi, bahkan hingga dapat membuat donor tidak lagi dibutuhkan. Sistem tersebut sekaligus dapat melakukan fungsi sintesis dan detoksifikasi liver.

Selama ini, belum ada sistem berbasis sel yang diakui secara medis. Kelemahannya adalah platform telemedicine memperbolehkan pasien dengan penyakit liver kronis dimonitor dan dirawat di luar rumah sakit. “Telemedicine adalah sesuatu yang dapat meningkatkan dengan pesat kualitas pelayanan medis dan kualitas hidup pasien,” kata Stephan Kiefer, seorang ilmuwan komputer Fraunhofer Institute for Biomedical Engineering IBMT di St. Ingbert, dekat Saarbrüchen, daerah barat daya Jerman.

Sensor ukur vitalitas sel

Di proyek UE d-LIVER, IBMT bekerja sama dengan para partner dari Eropa untuk mengembangkan sebuah teknologi informasi (TI) dari sistem berbasis sel yang membantu penderita gagal liver kronis menerima bantuan medis di rumah (www.d-liver.eu). Para insinyur bertanggungjawab memprogram platform TI dan mengembangkan teknologi sensor yang dapat mengetahui kondisi sel-sel liver pada sistem berbasis sel.

Dengan penelitian yang dilakukan di IBMT, sistem manajemen pasien telah memasuki tahap lanjutan. Untuk pertama kalinya, ilmuwan mengombinasikan komponen klasik telemedicine–sebagai contoh adalah remote monitoring untuk dokter dengan sebuah sistem yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan.

Sistem ini disebut Care Flow Engine, dan Kiefer menjelaskan latar belakang yang sesungguhnya dari sistem ini, “Kami menciptakan sistem TI  agar  dokter dapat membuat rencana pengobatan dan mengubahnya menjadi proses otomatis yang bersifat user-friendly sehingga pasien berpenyakit liver kronis bisa mendapatkan kualitas pelayanan jangka panjang di rumah.”

Sebagai tahap akhir, peneliti telah mengembangkan aplikasi TI yang disebut Personal Health Manager yang dapat diakses dengan nyaman melalui aplikasi komputer tablet. Aplikasi ini menggabungkan seluruh data dari alat yang dapat mengukur tekanan darah, detak jantung, berat, suhu dan kondisi liver sekaligus dengan rencana pengobatan Care Flow Engine.

“Tujuan utamanya ialah untuk memastikan perawatan optimum untuk menangani komplikasi tipikal yang menyertai penyakit liver,” kata Kiefer. Hal tersebut dapat diraih melalui serangkaian tes, pertanyaan, olah tubuh, atau instruksi.

Sebagai contoh, pasien secara secara reguler diminta untuk menimbang berat badan, menilai kondisi liver, dan menyelesaikan tes kognitif. Dari hasil tersebut bisa didapatkan indikasi seberapa parah pasien menderita kondisi tertentu seperti encephalopathy (keabnormalan fungsi otak) dan ascites (pembengkakan perut).

Sistem kemudian mengevaluasi hasil secara otomatis, menentukan dosis pengobatan, dan merekomendasikan tindakan yang selanjutnya didiskusikan oleh dokter dan pasien.

“Teknologi ini telah sesuai dengan prinsip perawatan telemedical untuk berbagai penyakit kronis,” sebut Kiefer.

Teknologi sensor untuk memonitor sel liver dikembangkan IBMT oleh seorang ahli fisika Dr. Thomas Velten, “Sensor kami secara kontinyu mengukur vitalitas sel di dalam bioreactor–hal itu dilakukan dengan analisis sel secara langsung.”

Sensor tersebut menjadi alat baru dan penting untuk melengkapi analisis biokimia konvensional. Kita bersyukur dengan built-in sensor  sehingga operator tidak perlu membuka bioreaktor di tiap pengukuran, dengan menggunakan hal tersebut dapat mengeliminasi bahaya kontaminasi sel.

Para peneliti  mengkonfirmasi hasil kerja mereka dengan menggunakan bioreaktor lebih besar yang ekuivalen dengan volume liver manusia. “Pengukuran online vitalitas sel adalah bagian penting dari sistem berbasis TI yang digunakan untuk membantu perawatan liver,” simpul Velten.  (Bahan diolah dari Telemedicine for chronic liver disease tulisan Tobias Steinhäußer, Fraunhofer)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *