AGRI-FOREST TECH, FOREST POTENTIAL

Jangan Bakar Limbah Kayu, Potensi Ekonomi Sangat Besar dan Berkelanjutan

SharePara pelaku industri dan pebisnis kayu umumnya membuang atau membakar limbah kayu seperti  serbuk gergajian. Limbah kayu mengandung zat poliamida yang dapat...

Written by Marinus L Toruan · 3 min read >
Limbah Kayu

Para pelaku industri dan pebisnis kayu umumnya membuang atau membakar limbah kayu seperti  serbuk gergajian. Limbah kayu mengandung zat poliamida yang dapat diolah menjadi bahan blok untuk bangunan berkualitas prima.

Limbah Kayu
Dari limbah kayu menjadi polimer berkinerja tinggi: Terpen dari terpentin dikonversi menjadi poliamida berbasis bio yang transparan dan tahan panas dengan aplikasi proses katalitik baru. Jangan bakar limbah kayu, potensi ekonomi sangat besar dan berkelanjutan (Foto/©: Fraunhofer IGB )

Penggunaan teknologi yang tepat menghasilkan komoditi baru bernilai ekonomi yang bermanfaat.

Kita tahu kayu hanya bermfaat untuk bahan baku papan dengan turunan-turunannya. Ternyata masih terdapat zat yang alami—disebut 3-carene berupa komponen minyak terpentin yang berasal dari aliran limbah produksi selulosa dari kayu. Di sinilah teknologi berperan.

Bagi kebanyakan orang bahan atau produk sampingan yakni limbah kayu itu justru sebagian besar dibakar. Amboi, bahan sampingan itu (limbah) demikian potensial sebagai bahan ekonomi yang bermanfaat. Jutaan ton limbah kayu di Indonesia, kenapa tidak gali potensi ekonominya?

Simak hasil tim peneliti Fraunhofer yang sukses menggunakan proses katalitik baru untuk mengubah 3-carene menjadi blok bahan plastik biobased yang bermanfaat untuk bangunan. Poliamida baru itu  transparan dan memiliki stabilitas termal yang tinggi.

Kita tahu bahwa bahan plastik merupakan alternatif yang berguna untuk pembuatan kaca dan  logam yang dapat digunakan untuk pelbagai aplikasi di industri.

Ternyata poliamida sangat berperan penting dalam pembuatan komponen struktural dengan kualitas tinggi. Selain tahan terhadap dampak dan abrasi, bahan itu sangat kuat terhadap banyak bahan kimia dan pelarut.

Sebelumnya, bahan poliamida diproduksi dengan menggunakan minyak mentah. Tim peneliti telah menemukan alternatif lain dan berkelanjutan yakni bahan monomer yang diperoleh dari limbah kayu yang selama ini kita abaikan.

Institut Fraunhofer yang menangani Teknik Interfasial dan Bioteknologi (IGB) telah   meneliti limbah kayu sebagai alternatif berkelanjutan untuk pembuatan plastik baru dengan kualitas tinggi. Bahan limbah itu adalah zat terpene yang ditemukan dari kayu dan sangat kaya.

Zat alami tersedia dari tumbuhan runjung seperti pohon pinus, larch dan cemara. Pohon larch adalah pohon gugus besar yang daun-daunnya berbentuk  jarum dengan kerucut pendek.

Pohon ini tumbuh di daratan Eropa Utara, Asia, dan Amerika Utara—cocok dikembangkan di daerah beriklim dingin seperti di pegunungan, demikian laman gardeningknowhow.com.  

Perusahaan yang memroduksi pulp, biasanya batang pohon dipecah untuk memisahkan kandungan serat selulosa, dan zat terpena diisolasi dalam jumlah besar—sebagai produk sampingan yakni minyak terpentin.

Melalui proyek terpenes as building blocks for biobased polyamides disingkat TerPa yakni proyek pembuatan blok bangunan yang menggunakan bahan  poliamida biobased. Tim peneliti di Straubing BioCat Fraunhofer IGB, berhasil mengoptimalkan sintesis laktam dari terpene 3-carene.

Tim peneliti mengubahnya menjadi proses kompetitif yang diskalakan pada skala industri yang demikian potensial. Laktam adalah blok bangunan untuk produksi poliamida.

Tim peneliti berhasil menunjukkan bahwa terpene seperti bahan yang disebut dengan  α-pinene, limonene, dan 3-carene adalah bahan baku yang cocok untuk sintesis laktam biobased.

Konversi 3-carene ke laktam yang sesuai membutuhkan empat langkah pekerjaan kimia berturut-turut. Fitur khusus dari solusi tim peneliti di Straubing yang telah mempatenkan hasil penelitian mereka.

Konversi yang dilakukan merupakan  “urutan reaksi satu pot” dalam reaktor tunggal—pemurnian produk antara (sampingan) yang tidak diperlukan.

“Kami telah mencapai hasil dengan memilih katalis dan kondisi reaksi yang dilakukan dengan hati-hati. Penemuan ini menghemat waktu dan ongkos,” tutur Paul Stockmann salah satu dari tim peneliti.

Hasil pengembangan dan pengoptimalan proses penggunaan limbah kayu sangat menjanjikan.

“Bahkan pada skala laboratorium, proses yang kami lakukan menghasilkan lebih dari 100 gram monomer laktam murni yang diastereomer per proses produksi. Kuantitas ini cukup memadai untuk penyelidikan awal produksi dan evaluasi plastik baru,” tambah Paul Stockmann.

Keuntungan lain adalah kita tidak memelukan bahan kimia yang (biasanya) beracun dan berbahaya terhadap lingkungan ketika melakukan proses sintesis laktam.

Namun demikian, tim peneliti mengakui bahwa hasil penelitian mereka belum mencakup semua tujuan. Karena struktur kimia khusus 3-carene, rantai samping senyawa alami menghambat kristalisasi polimer yang dihasilkan.

“Oleh karena itu, polimer biobased yang kami buat masih didominasi ‘amorf’ dan transparan yang sangat tidak biasa untuk poliamida biobased,” timpal Dr. Harald Strittmatter pemimpin proyek di  BioCat di Straubing, Jerman.

Hasil penemuan ini membuat poliamida baru cocok sebagai pelindung, misalnya untuk bahan visor atau  bahan oembuatan kacamata ski. Bahan itu dapat diproduksi dengan input energi yang jauh lebih sedikit daripada poliamida transparan berbasis minyak bumi.

Berbeda dengan bioplastik lainnya misalnya dari bahan jagung, gandum atau tepung kentang, maka bahan poliamida biobased tidak bersaing dengan produksi makanan. Sebaliknya, penggunaan bahan justru menambah nilai bahan limbah kayu yang dibakar sia-sia dengan ongkos.

Apa lagi manfaat poliamida biobased? Bahan itu memiliki sifat termal yang sangat baik.

“Titik transisi gelas dari poliamida kami adalah 110° C. Bahan dapat berada pada suhu tinggi secara permanen. Contohnya sebagai komponen dalam kompartemen mesin kendaraan bermotor,” ungkap Dr. Harald Strittmatter.

Poliamida terbuat dari sumber fosil yang memiliki sifat suhu yang sama. Oleh karena domain aromatik bahan—tidak terjadi dalam poliamida berbasis 3-carene—bahan berubah warna dari waktu ke waktu di bawah pengaruh sinar ultraviolet, dan membatasi potensi untuk aplikasi luar ruangan.

Para ilmuwan sukses mempolimerisasi laktam biobased dengan molekul monomer lain yang tersedia secara komersial—laurolactam (monomer PA12) dan caprolactam (monomer PA6)—untuk  membentuk kopolimer.

Kristalinitas dan transparansi dari kopolimer baru dimodifikasi secara signifikan. Pada prinsipnya, profil aplikasi dari plastik yang banyak digunakan PA12 dan PA6 berpotensi diperpanjang.

Mengikuti optimasi lebih lanjut dari sintesis monomer, tim peneliti mentransfer proses ke skala pilot 20 liter dan menghasilkan jumlah sampel laktam yang lebih besar.

Sifat-sifat polimer dan kopolimer baru diteliti secara lebih rinci untuk mengidentifikasi kemungkinan aplikasi—juga mempelajari biodegradabilitas poliamida baru. Tim peneliti Fraunhofer berharap agar perusahaan siap mentransfer hasil penelitian itu ke tingkat industri.

Bagaimana limbah kayu di Indonesia? Sebaiknya, jangan bakar limbah kayu, potensi ekonomi sangat besar dan berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *