Bilateral, India-Indonesia

Bagaimana Sarjana Menciptakan Smart Farms di India?

ShareSarjana menciptakan smart farms yang terintegrasi dengan seluler untuk Android agar petani mudah mengakses informasi. India pun tidak lepas dari ancaman banjir...

Written by Jurnalis Industri · 2 min read >

Sarjana menciptakan smart farms yang terintegrasi dengan seluler untuk Android agar petani mudah mengakses informasi. India pun tidak lepas dari ancaman banjir dan kekeringan. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan Rp17,3 triliun dana asuransi perlindungan tanaman para petani.

Mayur Bhawsar (gambar kiri, bertelepon) Assistant Manager Sales Mitsuboshi Belting, anak usaha grup SONALIKA produsen traktor peserta eima agrimach expo di New Dehli, India—diselenggarakan Indian Federation of the Chambers of Commerce & Industries  dan Italian Federation of Agricultural Machinery Manufacturers—didukung Kementerian Pertanian dan Kesejahteraan Petani India, Indian Council of Agricultural Research, dan Emilia-Romagna Region & ICE Agency. Italian Trade Agency (ITA) termasuk ITA Jakarta memfasilitasi delegasi dari belahan Asia seperti Indonesia (foto: Rayendra L. Toruan). Bagan kanan menggambarkan pencapaian smart farms dengan menggunakan Cropln Technology Solution buatan Krishna Kumar. (Sumber foto: Cropln)

Hampir 70 persen dari lebih 1,3 miliar penduduk India hidup dari sektor pertanian. Negeri yang juga disebut anak benua atau Bollywood demikian serius membangun sektor pertanian. Para politisi tidak memperalat para pertani untuk mencapai kekuasaan di eksekutif dan legislatif. Para sarjana—utamanya bagian teknik berperan besar menggali potensi sektor pertanian.

India memiliki lebih 33.634 perguruan tinggi dan kebanyakan program pendidikan berkaitan dengan sains, teknologi pertanian, dan program rekayasa aplikasi, teknologi pangan,  pembibitan, dan sebagainya. Menurut data dari situs Kedutaan Besar India untuk Jakarta, total mahasiswa yang belajar setiap tahun mencapai 17 juta orang.

Warga pun dapat mengikuti pendidikan jarak jauh yang dilakuukan sejak tahun 1962. Tiap perguruan tinggi bebas mengembangkan diri—termasuk para sarjana yang melakukan penelitian di berbagai bidang seperti pertanian. Indepedensi di bidang pendidikan itu tentu berdampak terhadap tumbuhnya kreativitas dan motivasi bagi warga tanpa intervensi politik.

Contohnya, pengolahan dan pengelolaan sektor pertanian haruslah cerdas. Artinya, India harus mampu menciptakan smart farms. Bagaimana caranya?  Pertanyaan ini menantang seorang  insinyur perangkat lunak bernama Krishna Kumar yang giat mencari solusi teknologi pertanian sejak tahun 2010. Krishna Kumar bersama Kunal Prasad, dan Krishna Kumar (keduanya rekan pendidi Cropln) menciptakan aplikasi CropIn Technology Solutions (CTS) yang berbasis di distrik Bangalore.

CTS melayani para petani dan pebisnis pertanian meliputi analisis iklim, monitor tanaman lewat satelit, cara menggunakan mesin traktor dan alat pertanian (training), dan data pergudangan.  CTS juga menghubungkan para petani dengan perusahaan di bidang industri pengolahan hasil pertanian, lembaga keuangan (termasuk risk management), asuransi tanaman pertanian, perusahaan pembibitan tanaman, perusahaan penyedia biji-bijian, dan konsultasi dengan pejabat pemerintah India.

Para petani dan para pelaku industri makanan olahan mudah mengakses informasi dengan platform berbasis awan (clouds) yang terintegrasi dengan aplikasi seluler untuk Android. Para pelaku industri makanan mudah mendapat informasi perkembangan pertumbuhan tanaman dan peternakan di seluruh kawasan India—yang telah bergabung dengan CTS .

Lebih dari 500.000 petani dapat melaporkan kondisi yang dihadapi secara real time—sebutlah dampak banjir dan kekeringan yang terjadi di India—sehingga solusi dapat segera dibuatkan untuk meminimalisasi kerugian. Para petani dan pelaku industri bidang pertnaian sepakat  menciptakan smart farms. Para stakeholders dapat berinteraksi secara langsung yang difasilitasi oleh CTS dengan menyediakan pakarnya.

Teknologi buatan Krishna Kumar membantu para petani yang mengelola 2,1 juta hektar bahkan perangkat lunak CTS telah digunakan di 17 negara—selain India. Keberhasilan CTS yang menciptakan smart farms menarik bagi beberapa organisasi/asosiasi untuk berinvestasi atau berparner dengan manajemen CTS untuk mengerjakan berbagai proyek pertanian.

Mitra manajemen CTS antara lain, Federation of Indian Chamber of Commerce and Industry (FICCI), ukaid, Seeders. Ancur capital, Invested Development, dan Beenex. Bos CTS menyatakan bahwa total populasi dunia akan mencapai 10 miliar pada tahun 2050.

Akumulasi urbanisasi dan bangkitnya kelas menengah mengharuskan kita untuk menciptakan dan menyediakan sumber makanan dan minuman yang sehat—tentu saja harus diproduksi secara berkelanjutan dengan produksi (pertanian) yang tinggi.

Bagaimana cara menghasilkan produk pertanian minimal dua kali lipat dari yang dihasilkan oleh negara-negara agraris—termasuk Indonesia dan India? Solusinya adalah  menciptakan smart farms yang sudah terbukti berperan signifikan dengan  mengoptimalkan hasil pertanian, serta meminimalkan dampak limbah pertanian, kemampuan menciptakan dan mengembangkan teknologi agar tanaman mempunyai daya tahan terhadap perubahan iklim.

India termasuk yang sering dilanda banjir dan kekeringan. Belum lama ini Perdana Menteri Narendra Modi menjelaskan perubahan iklim menimbulkan dampak yang luar biasa bagi India. Perubahan iklim itu  menyebabkan banjir besar di berbagai daerah di India, seperti Assam, Gujarat, Rajashtan, dan Bengal.

Para petani yang menghadapi kerugian seperti kerusakan terhadap tanaman dan sawah, cukup terhibur dengan dana asuransi perlindungan tanaman senilai Rp17,3 triliun yang disediakan oleh pemerintahan Narendra Modi.

Tampaknya, Perdana Menteri Narendra Modi harus mengerahkan para sarjana tekniknya untuk menciptakan teknologi yang mampu meminimalisasi dampak buruk yang disebabkan perubahan iklim. Atau pak  Krishna Kumar dan kawan-kawan bakal meluncurkan aplikasi yang solutif? Bagaimana India menerapkan revolusi pertanian?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *