Digital & Software, Industrialisasi

Terapkan e-voting pada Pemilu 2024, Memangkas Biaya dan Membangun Industri

ShareKita terapkan e-voting pada Pemilu 2024, memangkas biaya puluhan triliun rupiah. Indusri pun bertumbuh sekaligus mewujudkan  Making Indonesia 4.0 bedampak ke bidang...

Written by Erwin Prasetyo · 3 min read >
Terapkan e-voting pada Pemilu 2024

Kita terapkan e-voting pada Pemilu 2024, memangkas biaya puluhan triliun rupiah. Indusri pun bertumbuh sekaligus mewujudkan  Making Indonesia 4.0 bedampak ke bidang lain. Susun time tablenya dan lakukan sayembara aplikasi e-voting dan rancang voting machine.   

Terapkan e-voting pada Pemilu 2024
Sebuah pemilihan hakim di Teksas Selatan dengan menggunakan voting machine yang hasilnya akurat. Pemilihan berbasis voting machine ini dilaksanakan pada 26  Oktober 2016. (Foto: https://www.texastribune.org)

Beragam pendapat tentang penyelenggaraan Pemilu 2019 yang sarat masalah pelaksanaan.

Salah satu yang memprihatinkan kita adalah jumlah petugas KPPS yang meninggal mencapai 272 orang, 55 orang petugas Panwaslu, lebih dari 10 orang polisi, dan ratusan orang yang sakit.

Azal dan nyawa sepenuhnya di tangan Tuhan. Meski kita menyebut para petugas dan polisi yang meninggal dunia itu sebagai pahlawan dan diberi bantuan santunan, namun penderitaan keluarga yang ditinggalkan cukup dalam dan menyedihkan.

Sejak tahun 2018, pemerintah mencanangkan pelaksanaan program Making Indonesia 4.0—sebutan era Industry 4.0 berbasis Internet of Things. Kerumitan pelaksanaan Pemilu 2019 seperti yang disebutkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dapat kita buat lebih sederhana dengan teknologi digital.

Di berbagai negara maju dan modern, penggunaan e-voting dengan alat voting machine berbasis digital driver platform sudah lazim dilaksanakan. Kita tinggal modifikasi yang sesuai dengan kultur Indonesia.

Kerumitan penyelenggaraan Pemilu 2019 harus kita kaji mendalam agar kita dapat menciptakan bentuk yang ideal dan mudah dilaksanakan baik oleh penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta sesuai dengan tingkat berpikir mayoritas penduduk Indonesia.

Dari segi anggaran, jumlah biaya pelaksanaan Pemilu 2019 termasuk sangat besar lebih dari Rp27 triliun yang sebagian besar dibelanjakan untuk membuat kotak tempat kertas suara yang jumlahnya setara dengan jumlah TPS di Indonesia, belum termasuk cadangan (pengganti) yang rusak/hilang.

Bilik-bilik pencoblosan, alat coblos, tinta dan yang paling banyak menyedot anggaran (barangkali) 15 jenis formulir/dokumen, kertas undangan, poster, dan ongkos logistik. Sebagian formulir/dokumeh itu  dilengkapi dengan hologram yang tentu saja menambah biaya produksi.

Jumlah yang berhak menggunakan suara 196,5 juta jiwa. Artinya, KPU harus menyediakan kertas suara dan formulir lain untuk memenuhi kebutuhan 196,5 juta jiwa di luar cadangan (pengganti) yang rusak.

Kelima jenis kertas suara yang cukup lebar saat dibentangkan di bilik pencoblosan—termasuk yang rumit karena pemilih butuh waktu untuk menentukan pilihannya.

Masa kampanye selama 7 bulan kenyataannya tidak cukup bagi calon legislatif untuk memperkenalkan diri kepada publik di daerah pemilihan masing-masing.

Jumlah partai politik mencapai 16, dan partai politik pun menjejerkan nama-nama yang saling bersaing di internal partai politik itu sendiri.

Partai politik dan calon legislatif dan calon anggota dewan pun pasti mengeluarkan dana yang jumlahnya relatif besar—mestinya biaya itu juga dapat kita pangkas melalui e-voting.

Melalui e-kampanye, kita dapat menciptakan cara baru berkampanye seperti dilakukan oleh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Joko Widodo dan Mar’uf Amin dengan teknologi hologram. Sebaiknya teknologi ini dikembangkan dalam kampanye Pemilu 2024—baik untuk Pilpres dan Pileg.

Biaya pembuatan beragam formulir dan dokumen Pemilu juga dapat dipangkas dengan menerapkan e-voting yang bentuk dan pelaksanaan (teknis) tentu mengacu pada Undang Undang yang dibuat bersama (Pemerintah dan DPR).

Jutaan batang pohon terselamatkan dengan tidak menjadikannya sebagai bubur bahan pembuatan kertas.

Dengan menerapkan e-voting pada Pemilu 2024, selain menghemat ongkos, meringankan beban pekerjaan para petugas—termasuk biaya petugas dari kepolisian yang jumlahnya mencapai

64.000 orang ketika mengawasi pencetakan formulir dan dokumen Pemilu 2019.

Penerapan e-voting pada Pemilu 2024 merupakan peluang dan kesempatan bagi para pihak untuk mengembangkan bidang lain seperti penciptaan aplikasi (sotware), pembuatan atau rekayasa  alat voting machine, dan bahkan mendorong industri penyedia bahan baku di dalam negeri.

Bahah baku itu misalnya materi untuk pembuatan voting machine dan materi lainnya seperti kabel, alat sensor, kamera dan masih banyak peralatan pelengkap e-voting yang dapat dibuat di dalam negeri.

Semua alat itu dapat digunakan berulang kali, tidak seperti bahan/alat Pemilu 2019 yang harus disimpan (butuh tempat) dan sebagian menjadi sampah.

Kita sebaiknya mengadakan semua voting machine dan alat-alat lainnya di alam negeri. Kita dapat bekerja sama dengan perusahaan asing dari berbagai negara namun produksi massal tetap dilakukan di dalam negeri.

Bagaimana  merealisasikannya? Pemerintah, DPR RI, Partai Politik sebaiknya menyepakati bersama bahwa e-voting pada Pemilu 2024 dan Piklada-Pilkada merupakan cara yang lebih baik dan efisien, tidak melelahkan, sekaligus menyiapkan masyarakat Indonesia memasuki era Making Indonesia 4.0.

Pemerintah terpilih periode 2019-2024 dan DPR RI sebaiknya membuat semacam time table sesegera mungkin agar Pemilu 2024 dapat dilaksanakan dengan e-voting. Kita memiliki sarjana dan mahasiswa yang sering memenangkan lomba (ilmiah) di bidang teknologi informasi dan aplikasi.

Pemerintah pun dapat mengadakan semacam lomba/sayembara untuk membuat aplikasi e-voting dan voting machine. Bahkan para pelaku industri berpeluang bekerja sama dengan para peneliti dan perguruan tinggi untuk menemukan teknologi yang tepat digunakan pada e-voting Pemilu 2024.

Cara e-voting bukan hanya berlaku untuk Pilpres 2024, juga berlaku untuk Pileg dan Pilkada serentak. Bergam aplikasi—seperti perangkat hologram untuk kampanye, e-rekab, e-pengawas, dan sebagainya—dapat dibuat oleh para sarjana andalan kita.

Bagaimana jika e-voting diserang hackers? Pertanyaan ini dapat diatasi oleh para insinyur kita yang mampu menciptakan perangkat atau aplikasi pemantau dan anti hackers yang lebih canggih berbasis teknologi algoritma.

Bahkan kecurangan dan ketidakjujuran pada pelaksanaan pun dapat diminimalisasi dengan penggunaan teknologi berbasis digital. Seperti ATM dapat kita gunakan hanya dengan kata kunci miliki pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain.

Tunggu tulisan-tulisan lain yang bermanfaat siap diterapkan pada e-voting pada pemilu 2024, semoga menginspirasi para stakeholders di negara kita, Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *