Human Development, MANEJEMEN&SAFETY

Terapi Digital dengan Laba-laba, Kenapa harus Takut?

ShareTerapi digital dengan laba-laba, kenapa harus takut? Pasien diusahakan agar lebih mudah menghadapi ketakutannya sendiri dan tidak terintimidasi terhadap prospek yang sedang...

Written by Boromeus Sihombing · 1 min read >
Terapi Digital

Terapi digital dengan laba-laba, kenapa harus takut? Pasien diusahakan agar lebih mudah menghadapi ketakutannya sendiri dan tidak terintimidasi terhadap prospek yang sedang dijalani.  Waspadailah laba-laba janda hitam (Latrodectus hesperus)—jenis ini ada di Indonesia.

Terapi Digital
Dengan bantuan lingkungan terapi digital yang ditampilkan dalam kacamata data, terapi pemaparan ditransfer secara virtual ke bentuk nyata. Terapi digital dengan laba-laba, kenapa harus takut? (Foto/©: Fraunhofer IBMT, Bernd Müller)

Apakah Anda termasuk orang yang takut terhadap laba-laba—apa lagi jika melihat laba-laba yang berukuran besar. Misalnya  laba-laba janda hitam atau Latrodectus hesperus.

Akan tetapi, laba-laba yang dikisahkan film Spider-Man sebuah cerita fiksi justru disukai jutaan anak-anak. Film itu menggambarkan kisah kepahlawanan yang ditulis oleh Stan Lee dan Steve Ditko.

Tokoh komik Spider-Man yang banyak membantu orang yang kesulitan justru digemari oleh anak-anak dan remaja seantero dunia. Namun pun demikian, orang tetap takut melihat laba-laba.

Kosa kata arachnofobia adalah istilah teknis yang digunakan untuk  menggambarkan rasa takut terhadap laba-laba. Sekitar 3,5 hingga 6,1 persen penduduk menderita fobia terhadap laba-laba.

Rasa takut terhadap laba-laba dapat dilakukan melalui suatu terapi dan bentuknya adalah perawatan yang umum.

Akan tetapi, 60 hingga 80 persen penderita arakhnofobia tidak mendapatkan terapi apa pun karena kurangnya bentuk pelayanan. Banyak orang tidak mampu menahan teror saat menghadapi laba-laba yang nyata.

Kita tidak perlu takut berlebihan. Tim peneliti di Fraunhofer bersama mitra kerjanya, sedang mengembangkan sistem terapi digital.

Sistem ini dirancang khusus untuk memfasilitasi pengobatan di lingkungan rumah dan memberikan rasa nyaman dan aman bagi para penakut terhadap laba-laba.

Hasil penemuan tim penelitian itu, menurut rilis Fraonhofer  digelar kepada publik melalui pameran binis bertajuk MEDICA di Düsseldorf, Jerman pada  12-15 November 2018.

Publik leluasa menyaksikan suatu lingkungan lingkungan yang memperlihatkan terapi digital dengan seorang pasien (model) yang berkacamata data.

Sistem terapi pemaparan ditransfer secara virtual sehingga tampak nyata atau realis bagi pengunjung yang (mungkin) takut terhadap laba-laba.

Di Indonesia, beragam laba-laba berkeliaran di lingkungan alam bebas. Salah satu jenisnya adalah black widow spider disebut laba-laba janda hitam (Latrodectus hesperus).

Selain di Indonesia, laba-laba ini janda hitam hidup di Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika, Eropa Selatan, dan Asia, dan Australia—khususnya daerah kering.

Jika laba-laba ini menggigit maka kulit bekas gigitannya akan terasa sakit dan membengkak. Bagaimana di Jerman? Menurut Fraunhofer, tidak ada laba-laba liar yang mengancam manusia.

Akan tetapi, keadaan itu tidak menghentikan banyak orang untuk panik saat melihatnya. Orang di Jerman bereaksi dengan  jantung yang berdegup, menggigil, pusing, berkeringat, dan sampai ada yang sesak napas.

Tim peneliti mengatakan orang yang panik melihat laba-laba bisa mengalami tekanan psikologis yang demikian besar dibarengi ketakutan yang luar biasa.

Penderita fobia seperti itu harus menjalani terapi. Bagaimana melakukannya? Pendekatan terapi perilaku telah terbukti paling berhasil dalam mengobati arachnofobia.

Terapi pemaparan, yang melibatkan menghadapi pasien dengan satu atau lebih laba-laba nyata, dianggap sangat efektif.

Apakah penderita fobia dapat memanfaatkan perawatan dengan paparan makhluk berkaki delapan itu? Ini harus dijawab oleh tim peneliti.

Bagaimana keperihan persendian dihilangkan dengan terapi digital khas Jepang? Simak lanjutan terapi digital dengan laba-laba, kenapa harus takut dalam uraian lainnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *