Green & Waste Management, Video, WATER-TECH

Sampah Plastik Jejali 1000 Sungai, 80 Persen Polusi Plastik Kotori Lautan

ShareJangan biarkan sampah plastik jejali 1000 sungai agar laut tak penuhi sampah. The Ocean Cleanup malaporkan, sampah plastik mencemari sungai-sungai di Filipina,...

Written by Marinus L Toruan · 3 min read >

Jangan biarkan sampah plastik jejali 1000 sungai agar laut tak penuhi sampah. The Ocean Cleanup malaporkan, sampah plastik mencemari sungai-sungai di Filipina, Indonesia, Malaysia, Dominika, dan Amerika Tengah. China dan India penghasil sampah plastik terbesar di dunia.

Sampah Plastik
Boyan Slat pendiri dan chief executive The Ocean Cleanup (kiri) dan limbah atau sampah plastik yang mencemari sungai-sungai dan selanjutnya meneruskannya ke lautan. (Foto/@: The Ocean Cleanup)

Penulis/editor: Marinus L. Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Mari kita bantu upaya The Ocean Cleanup yang membersihkan sampah plastik dari sungai dan lautan di seluruh dunia.

Dari markas utamanya di Rotterdam, Belanda, The Ocean Cleanup mengirimkan rilis ke media ini belum lama ini. The Ocean Cleanup menyimpulkan, sungai dan lautan tercemar sampah plastik.  

Lembaga dengan aktivitas lingkungan tanpa mencari keuntungan atau sebuah organisasi nirlaba, sukses mengembangkan dan menggunakan teknologi terbaik untuk membersihkan sampah plastik yang mengotori sungai dan laut di belahan dunia.

Melalui rilisnya,  The Ocean Cleanup yang didirikan (tahun 2013) oleh seorang anak muda, Boyan Slat kelahiran tahun 1994, mempresentasikan hasil berupa model pencemaran sungai di berbagai negara di dunia termasuk sungai-sungai di Indonesia. 

Presentasi The Ocean Cleanup merupakan bagian jurnal atau laporan yang telah diperbarui—hasil kerja sama bersama mitranya Science Advances

Jurnal yang disampaikan oleh The Ocean Cleanup itu mengaktualkan dominasi sampah plastik yang dialirkan melalui sungai-sungai menuju laut lepas. 

Dengan bantuan pengukuran dan bentuk pemodelan baru, hasil studi The Ocean Cleanup menunjukkan sekitar 1000 sungai melepaskan hampir 80 persen emisi plastik. 

Jumlah itu mencapai 100 kali lebih banyak dari 10 sungai yang sebelumnya dianggap pemicu atas sebagian besar pencemaran limbah sampah plastik. 

The Ocean Cleanup bekerja sama dengan para peneliti di Universitas Wageningen, Universitas Teknologi Delft, Universitas Utrecht, dan Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz yang melakukan studi yang dalam. 

Tim peneliti menyebutkan bahwa sungai-sungai merupakan sumber utama sampah plastik yang mencemari lautan. Hasil temuan itu memperkuat kenyataan bahwa polusi sampah plastik di lautan berasal dari banyak sungai kecil dan menengah.

Hal itu merupakan serangkaian faktor geografis yang menentukan kontribusi tertinggi dari sungai atas sampah plastik masuk ke lautan di berbagai belahan dunia. 

Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastic (Foto/@: The Ocean Cleanup)

Pemahaman atau kesimpulan ini berbeda dengan perkiraan sebelumnya—bahwa  sejumlah kecil sungai besar merupakan kontributor utama. Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastik. 

Dari satu pandangan, penemuan itu mewakili 1 persen dari semua sungai yang ada di dunia. Sedangkan dari sisi lain, diperkirakan sekitar 100 kali lebih banyak sungai dianggap mewakili mayoritas penghasil emisi—ini berdasarkan hasil studi yang dilaporkan pada tahun 2017. 

“Meskipun skala masalah plastik mungkin tampak menakutkan, pemahaman terbaru tentang di mana plastik menjadi sampah plastik di laut memungkinkan intervensi yang lebih terarah. Seperti yang kita lihat, perbedaan besar dalam tingkat polusi di seluruh dunia,” ungkap Boyan Slat, pendiri dan CEO The Ocean Cleanup.

“Hasil temuan ini justru membantu meningkatkan kecepatan pemecahan masalah dengan cepat. Kami akan menggunakan data baru ini sebagai panduan untuk kegiatan pembersihan sungai dan lautan. Kami berharap orang-orang lain juga melakukan seperti yang kamu lakukan,” ujar Boyan Slat yang didukung oleh 100 orang insinyur.  

Ironisnya, sampah plastik yang mengalir ke lautan tidak hanya ditentukan oleh jumlah limbah plastik yang dihasilkan di suatu wilayah dekat sungai. Hal itu terjadi terutama didorong oleh kombinasi konsentrasi penduduk, perkembangan ekonomi, dan kualitas pengelolaan sampah – juga probabilitas sampah plastik. Sampah plastic dimobilisasi, dan diangkut melalui sungai menuju laut. 

Pendorong utama kemungkinan sampah plastik mencapai laut adalah, presipitasi dan angin (untuk memobilisasi sampah), penggunaan lahan dan kemiringan medan atau resistensi untuk sampah plastik yang akan diangkut.

Jarak ke sungai terdekat dan ke laut merupakan salah satu faktor penumpukan samplah plastik. Semakin jauh jarak tempuh sampah plastik, semakin rendah probabilitas mencapai sungai atau laut.  

Dengan mempertimbangkan probabilitas ini secara mendetail, tim peneliti membuat gambaran global tentang di mana dan berapa banyak sampah plastik mencapai lautan. 

Hasil studi tersebut memperhitungkan faktor-faktor tambahan  dan menunjukkan pergeseran pemahaman sungai tertentu yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik. 

Sementara hasil studi sebelumnya memberi peringkat sungai terbesar di dunia sebagai kontributor utama masalah. Pusat gravitasi telah bergeser ke sungai kecil yang mengalir melalui kota-kota pesisir di negara-negara berkembang. 

Sebagai contoh, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pulau-pulau tropis adalah wilayah dengan probabilitas yang relatif tinggi dengan curah hujan yang melimpah. 

Jarak yang pendek dari sumber-sumber darat ke sungai—cenderung banyak terdapat di pulau-pulau ini—dan  jarak yang jauh lebih pendek ke lautan daripada sungai di benua besar. 

Faktor-faktor baru ini menyebabkan konsentrasi pencemaran sampah plastik sungai di banyak negara, termasuk Filipina, Indonesia, Malaysia, Republik Dominika, dan seluruh Amerika Tengah. 

Sementara negara-negara kontinental besar seperti China dan India masih menempati urutan teratas sebagai penghasil sampah plastik. 

Sebaliknya, wilayah dengan probabilitas yang relatif rendah untuk menjadi wilayah bermasalah adalah wilayah negara terkurung daratan, wilayah kering dengan sedikit angin atau wilayah di belakang hutan lebat. 

Probabilitas rendah disebabkan oleh jarak tempuh yang jauh lebih jauh yang dibutuhkan plastik, dengan meningkatnya kemungkinan sampah—entah bagaimana terperangkap, dikombinasikan dengan kekuatan pendorong yang terbatas melalui aliran sungai yang lebih lambat. 

Contoh daerah dengan angka polusi rendah adalah Afrika Tengah dan China Barat. The Ocean Cleanup mengembangkan teknologi canggih untuk membersihkan lautan dari plastik di dunia. 

Organisasi ini bertujuan untuk mencapai hasil dengan mengambil pendekatan dua arah yakni: membendung aliran masuk melalui sungai dan membersihkan apa yang telah terakumulasi di laut. 

Selanjutnya, The Ocean Cleanup tengah mengembangkan sistem skala besar untuk berkonsentrasi lebih efisien

Pada tahun 2020, seperti negara lain di dunia, aktivitas The Ocean Cleanup merasakan hasilnya. Terlepas dari situasinya, tim The Ocean Cleanup menunjukkan ketahanan saat mereka beradaptasi untuk bekerja dari rumah dan menemukan cara baru untuk menggunakan papan gambar (virtual). 

Melalui tekad inilah tim The Ocean Cleanup menyebarkan Interceptor 004 di Republik Dominika, meluncurkan produk pertama The Ocean Cleanup berupa kacamata hitam yang terbuat dari plastik bersertifikat dari Great Pacific Garbage Patch.

Ini mengonfirmasi kemitraan The Ocean Cleanup dengan Konecranes untuk memproduksi seri Interceptors. Tonggak yang bersejarah ini membuktikan bahwa misi The Ocean Cleanup sama pentingnya dan relevan seperti sebelumnya.

Simak video berjudul 2020 Highlights: Interceptors, ocean system tests and our first product

Selengkapnya di https://www.youtube.com/watch?v=qRsQUALOfQI&t=83s

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *