Kenapa mesin 1500cc dan 250cc menggunakan Pertalite dan Pertamax. Apa dasar ketentuan itu? Bukankah harga kendaraan spesifikasi mesin di bawah 1500cc ada Rp1 miliar dan roda dua seharga ratusan juta rupiah per unit!
Penulis: Jonny Herbart Sitio*
Editor: Marinus L Toruan
mmINDUSTRI.co.id – Kendaraan jenis apa yang wajib menggunakan Pertalite dan Pertamax? Presiden Jokowi menegaskan bahwa dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk menghitung secara detail sebelum mengambil keputusan menaikkan harga Pertalite.
“Semuanya saya suruh hitung betul, hitung betul sebelum diputuskan,” tegas Presiden dalam keterangan resmi di Jakarta—sebelum diumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Presiden Jokowi, kenaikan harga Pertalite akan memberikan pengaruh besar terhadap hajat hidup orang banyak.
Oleh karena itu, ia meminta jajarannya untuk berhati-hati terhadap dampak yang akan disebabkan kenaikan harga Pertalite.
Sementara itu PT Pertamina (Persero) telah merumuskan kendaraan dengan kriteria-kriteria yang nantinya masih berhak menggunakan bahan bakar minyak jenis Pertalite.
Contohnya kendaraan roda empat yang memiliki spesifikasi mesin 1.500cc ke bawah diizinkan membeli jenis Pertalite.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memaparkan pada rapat koordinasi terbatas dengan Menko Perekonomian, pembatasan pengguna Jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) Pertalite ditetapkan untuk roda empat plat hitam asalkan spesifikasi mesin 1.500cc ke bawah dan mesin 250cc ke bawah.
“Pemerintah akan melakukan revisi Perpres 191 mengenai kriteria kendaraan yang menggunakan BBM jenis subsidi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI,” ungkap Nicke Widyawati jauh hari sebelum diumumkan kenaikan BBM.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa anggaran subsidi dan kompensasi energi akan kembali membengkak hingga Rp198 triliun, jika tidak dilakukan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis Pertalite dan Solar.
Menanggapi revisi Perpres 191 mengenai kriteria kendaraan yang menggunakan BBM jenis Pertalite tersebut di atas, penulis mengamati ada semacam cacat teknis jika speifikasi mesin 1500cc ke bawah dan untuk roda dua yaitu 250cc ke bawah dibolehkan mengonsumsi jenis Pertalte.
Apa dasarnya? Apakah karena mereka yang memiliki kendaraan roda 4 dengan spesifikasi mesin di bawah 1500cc dan roda dua 250cc ke bawah dianggap sebagai masyarakat yang disebut kelompok tidak mampu?
Harap diingat bahwa ada kendaraan roda 4 dengan spesifikasi mesin di bawah 1500cc yang harganya hingga Rp1 miliar, dan sepeda motor bermesin 250cc mencapai harga ratusan juta rupiah per unit.
Penentuan penggunaan Pertalite atau Pertamax semestinya berdasarkan angka rasio kompresi mesin bukan berdasarkan cc kendaraan atau pun tahun produksi suau jenis kendaraan.
BBM jenis Pertalite mengakomodir kendaraan dengan angka kompresi mesin 9:1 hingga 10:1, sedangkan Pertamax 92 mengakomodir kendaraan dengan angka kompresi mesin di atas 10:1 hingga 11:1.
Mesin kendaraan saat ini baik kelas menengah ke atas maupun kelas low-end umumnya sudah memiliki rasio kompresi mesin di atas 10:1 sehingga mereka wajib menggunakan Pertamax 92.
Hal itu juga sejalan dengan ketentuan Kementerian Perindustrian mengenai kebijakan harga mobil yang murah dan ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 pasal 2 ayat 2 a/b.
Peraturan Menperin itu tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau dimana LCGC tersebut wajib menggunakan BBM dengan RON 92 (Pertamax).
Jadi, menurut hemat penulis sangat aneh dan bertentangan jika mobil LCGC yang di bawah 1500cc tersebut diperbolehkan (Perpres 191) menggunakan RON 91/Pertalite.
Jika konsisten menggunakan angka kompresi mesin kendaraan bermotor dalam penentuan penggunaan RON 90 atau RON 92 maka kebutuhan akan Pertalite niscaya akan menurun drastis mengingat kendaraan bermotor di Indonesia didominasi oleh mobil dan motor dengan research octane number (RON) 92 dan cetane number (CN) 51 untuk diesel.
Seperti tercatatat dalam manual book di tiap kendaraan yang telah dimiliki oleh masyarakat yakni angka kompresi mesin kendaraan milik pengguna kendaraan.
Semoga pendapat ini bisa menjadi solusi terhadap kelangkaan/beban negara dalam menanggung subsidi bahan bakar Pertalite dan agar peraturan yang dibuat memiliki dasar yang kuat sehingga peraturan-peraturan pemerintah tidak saling bertentangan.
Jonny Herbart Sitio, ST, IPM adalah seorang konsultan perencana mekanikal & elektrikal (M&E) bertempat tinggal di Jakarta Timur.