AGRI-FOREST TECH, Bio Teknologi

Jamur Menggantikan Bahan Kimia Menjadi Bahan Baku Terbarukan

ShareJangan membuang makanan yang jamuran. Jamur bahan makanan itu dapat diolah menjadi produk ekonomis. Sementara itu, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Jepang, Hongkong,...

Written by Marinus L Toruan · 2 min read >
Jamur Menggantikan Bahan Kimia

Jangan membuang makanan yang jamuran. Jamur bahan makanan itu dapat diolah menjadi produk ekonomis. Sementara itu, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Jepang, Hongkong, Belgia, Inggris, Belanda, dan ltalia merupakan pasar potensial jamur. Jamur menggantikan bahan kimia di industri.

Jamur Menggantikan Bahan Kimia
Bioreaktor skala laboratorium untuk mengoptimalkan kondisi fermentasi. Jamur menggantikan bahan kimia menjadi bahan baku terbarukan (Foto/©: Fraunhofer IGB)

Kandungan kalori dalam jamur memang rendah namun kaya protein, serat, mineral, dan vitamin.

Oleh karena itu, menurut laman Health Line, jamur yang juga mengandung antioksidan, selenium dan polisakarida serta vitamin D2 (ergokalsiferol)—sebaiknya diolah dengan teknologi yang tepat.

Kita ingat bahwa kebanyakan deterjen, kosmetik, dan pakaian—ini hanya beberapa produk yang dijadikan sebagai produk baru—bahan-bahannya berasal dari minyak bumi.

Pertanyannya, apakah proses pembuatan produk-produk tadi melalui proses yang ramah lingkungan? Orang beranggapan bahwa bahan kimia cenderung “merusak” lingkungan.

Akan tetapi, streotip itu dapat kita halau dengan menggunakan teknologi terkini dan bahan baku yang tepat sehingga tidak berdampak negatif terhadap lingkunan.  

Berkat perjuangan para pakar dan peneliti, sekarang ini dimungkinkan untuk memproduksi bahan kimia dasar berbasis bio dan CO2 yang netral untuk partikel-partikel contoh (produk) yang kita sebutkan di atas. Bagaimana caranya?  

Tim riset Fraunhofer telah mengembangkan teknik fermentasi dan proses manufaktur untuk memproduksinya dalam skala industri. Artinya, kapasitas produksi dapat ditingkatkan dalam jumlah yang besar.

Jika menemukan lapisan cetakan biru kehijauan yang menutupi roti, buah, atau sesuatu yang lain di dapur, Anda pasti membuangnya ke tempat sampah. Maklum, bahan makanan itu sudah jamuran.

Kita beranggapan bahwa  jamur itu berbahaya bagi kesehatan manusia. Akan tetapi, para peneliti di Fraunhofer Institute for Interfacial Engineering dan Biotechnology IGB di Stuttgart,  sangat tertarik pada cetakan, dan khususnya genus Aspergillus.

Tim pakar demikian antusias dengan jamur atau desebut ragi dan jamur api. Mengapa?

“Jamur telah lama kita perlukan untuk produksi antibiotik atau dalam industri makanan. Jamur yang kami gunakan justru membantu untuk mensintesis berbagai bahan kimia dengan cara netral CO2. Mereka adalah dasar untuk deterjen, pengemulsi, kosmetik dan farmasi, pestisida, dan plastik,” tataran ilmiah Prof. Steffen Rupp, Wakil Direktur IGB Fraunhofer merangkap sebagai Kepala Departemen Bioteknologi Molekuler.

Berbeda dengan minyak bumi, mengekstraksi bahan kimia dari bahan baku terbarukan tidak melepaskan CO2 ke atmosfer—hal itu berdampak terhadap lingkungan.

Menggunakan jamur sebagai organisme produksi memiliki keuntungan besar lainnya. Kumpulan organisme produksi potensial hampir tidak pernah habis.

Demikian juga dengan berbagai bahan baku terbarukan yang dapat dikonversi dengan jamur misalnya saat jamur digunakan di sejumlah jalur metabolik yang berbeda.

Bahan itu menghasilkan berbagai produk yang menakjubkan, yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi untuk menghasilkan produkl baru.

Bagaimana dengan asam malat ke bio-surfaktan dan poliester?

Peneliti di Fraunhofer IGB menghasilkan berbagai bahan kimia menggunakan jamur. Salah satu contohnya adalah asam malat.

Ada pasar yang terus berkembang untuk zat ini, yang memberikan produk seperti selai dan jus rasa asam dan meningkatkan umur simpan dari makanan yang dipanggang.

Bahan ini juga dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk poliester berbasis-bio. Dan, dalam proses yang mirip dengan pembuatan bir, bahan itu dapat diproduksi dengan menggunakan cetakan.

Dalam pembuatan bir misalnya, ragi memfermentasi gula malt jelai, sedangkan dalam produksi asam malat Aspergillus fungi mengubah gula atau minyak nabati.

Ini dapat dilakukan dengan “memberi makan”, misalnya, larutan gula berbasis kayu ke jamur untuk membuat bahan itu menghasilkan asam malat.

Fermentasi seperti ini bekerja dengan baik pada skala laboratorium. Para peneliti di Fraunhofer IGB telah menyelidiki cara untuk meningkatkan proses komersialisasi, khususnya, dengan meningkatkan hasil fermentasi—agar mudah dibisniskan oleh para pelaku industri.

Ini salah satu wujud link and marth yang dibahas oleh politisi kita, namun letupannya tanpa uraian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan menggunakan proses serupa, bahan jamur juga dapat membuat agen aktif permukaan yang dapat digunakan untuk memproduksi deterjen, pengemulsi, bahan aktif untuk kosmetik, farmasi, dan pestisida.

Di situlah jamur api ikut berperan. Jamur itu memang parasit yang menyerang tanaman, membuat tumbuhan tampak seperti terbakar—bahkan orang Jerman menamainya dengan Brandpilze yang artinya jamur terbakar.

“Prosesnya adalah salah satu yang sedang kami kembangkan secara aktif untuk produksi industri. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan komposisi biosurfaktan yang kami hasilkan untuk memenuhi berbagai aplikasi di bidang deterjen dan pengemulsi,” terang Dr. Susanne Zibek, Kepala Kelompok Bioteknologi Industri.

Ragi juga produksi yang menarik. Selain digunakan untuk pembuatan bir—seperti diuraikan di atas–ragi atau jamur tertentu dapat digunakan untuk menghasilkan molekul yang penting untuk mensintesis plastik baru, seperti asam dikarboksilat rantai panjang.

Para peneliti di Fraunhofer IGB telah berhasil dalam proses untuk menghasilkan asam dikarboksilat rantai panjang dari strain Candida.

Bagaimana dengan tanaman jamur di Indonesia? Ini berita bagus bagi para petani yang bertanam jamur (sungguhan) bukan jamur yang menempel di roti, karena beberapa negara sangat membutuhkan jamur.

Negara Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Jepang, Hongkong, Belgia, Inggris, Belanda, dan ltalia merupakan pasar petensial untuk produk jamur.

Apakah para petani kita sudah siap? Dengan teknologi, jamur menggantikan bahan kimia menjadi bahan baku terbarukan—peluang bisnis yang menjajikan. Masih ada uraian lanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *