Tambang, Technology

Hasil Ekspor Batubara Minim Devisa, Lebih Besar Nilai dari Karbon Baru

ShareHasil ekspor batubara minim devisa, namun kita dpat meningkatkannya puluhan kali lipat. Misalnya  salah 1 karbon baru—graphene oxide yang harga termurah US$30/gram—kita...

Written by Marinus L Toruan · 2 min read >

Hasil ekspor batubara minim devisa, namun kita dpat meningkatkannya puluhan kali lipat. Misalnya  salah 1 karbon baru—graphene oxide yang harga termurah US$30/gram—kita produksi hanya 1 persen,  Indonesia dapat mengantogi nilai tambah sangat tinggi sekitar US$12.000.000 milliar.   

Bagan 1 yakniPlatform ekonomi baru indonesia dengan roda ekonomi sirkular berbasis material kritis dengan inovasi total industri hulu dan hilir. Hasil ekspor batubara minim devisa  (Foto/@: Pudji Untoro)

Penulis: Pudji Untoro    Editor: Marinus L Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam (SDA) seperti batubara yang jumlahnya luar biasa. Kita harus mendayagunakannya menjadi sumber ekonomi untuk menggerakkan roda pembangunan ekonomi yang bermanfaat.  

Hasil Ekspor Batubara Minim Devisa

Potensi tambang batubara tersebut tidak hanya dapat digunakan sebagai sumber energi dan  bahan baku industri masa depan. Selain itu, kita dapat mengembangkan produk industri utama lain serta menciptakan produk-produk turunan yang beragam. 

Dengan sistem hilirisasi terpadu melalui pengelolaan yang terintegrasi saling dukung, saling bina, dan kita mengharapkan dapat menjadi sebuah sistem ekonomi sirkular baru sebagai solusi total dari penyediaan sumber bahan baku sampai pengelolaan limbah secara berkelanjutan. 

Selain itu, untuk menjaga keberlanjutan rantai pasoknya berdasarkan tuntutan global industri hijau dan berkelanjutan berupa material kritis termasuk karbon baru dari batubara dan limbah industri.

Oleh karena itu,  perlu adanya upaya masif dengan sebuah kebijakan untuk menjaga ketersediaan sumber material kritis industri nantinya. 

Istilah karbon baru berkembang sangat pesat setelah ditemukannya fullerene, keluarga graphene, carbon nano tube (CNT), quantum dots (QDs), dan jenis-jenis nama baru lainya. 

Semua nama keluarga karbon baru tersebut akan terus berkembang dengan nama-nama baru yang saat ini masih dalam tahap penelitian di berbagai lembaga riset di berbagai negara termasuk di Indonesia. 

Di masa depan, nantinya akan dihasilkan produk-produk baru yang saat ini sudah mulai tersedia di pasar. 

Misalnya lapisan film penyerap atau pendingin panas, kapasitor super, penyimpan energi, pelapis tahan panas, tahan korosi, bahan anti gores, sensor, dan produk lain-lain. 

Ketersediaan sumber bahan baku industri material kritis tersebut tidak akan menjamin akan tumbuh dan berkembang tanpa didukung oleh sumber daya manusia (SDM).

SDM yang kompeten selalu dapat menciptakan sebuah inovasi dan teknologi untuk menghasilkan produk-produk industri baru selanjutnya seperti teknologi pengolah bahan tambang batubara. 

Oleh sebab itu, peran pemerintah untuk menjalankan roda ekonomi sirkular tersebut menjadi sangat penting. Misalnua untuk melakukan bargaining posisi diplomasi teknologi dalam rangka menjaga percepatan gerakan dan memberi payung keteduhan sehingga perjalanannya lancar dan sukses mencapai tujuan.

Dengan disain konsep ekonomi sirkular berbasis material kritis diharapkan Indonesia tidak lagi hanya memperoleh nilai tambah dari bahan alam itu sendiri.

Akan tetapi, batubara akan menjadi modal pembangunan industri masa depan yang berkelanjutan serta menjadi landasan industri jangka panjang, bergerak cepat, dan akan mengikuti perkembangan jaman dari inovasi yang terus menerus dihasilkan.   

Nilai tambah tinggi           

Sumber bahan tambang dan mineral yang melimpah tidak akan bernilai tinggi apabila hanya dijual secara langsung tanpa kita melakukan proses pengolahannya untuk mendapatkan nilai tambah baik dari produk setengah jadi atau prduk jadi. 

Dari sisi ekonomi kita dapat langsung memperoleh devisa yang cukup besar, apalagi langsung diekspor dalam jumlah yang besar dan kontinyu, namun untuk jangka panjang cara itu tidak dapat dipertahankan secara berkelanjutan. 

Pada tahun 2021, target ekspor batubara secara langsung telah mencapai 412.500 juta ton seperti dicatat laman esdm.go.id. Jumlah itu akan terus  meningkat.

Dengan program hilirisasi batu bara akan dapat ditingkatkan nilai tambahnya baik secara konversi langsung, pengembangan lain (geopolymer, fine chemical dll.), dan limbah industri baik dalam bentuk fly ash bottom ash (FABA).

Atau dalam bentuk lainnya, untuk diproses lebih lanjut mendapatkan material kritis misalnya logam tanah jarang (LTJ) atau pun material karbon baru lainnya.

Mengacu pada harga batu bara acuan yang ditetapkan bulan Februari 2021 hingga US$87,79/ton, maka diperolah devisa sekitar US$36 miliar. 

Andaikan kita bisa memproduksi salah satu karbon baru misalnya graphene oxide dengan harga termurah US$30/gram dan apa bila dapat memproduksi 1 persen saja, maka Indonesia akan memperoleh nilai tambah devisa yang jauh lebih tinggi yakni sekitar US$12.000.000 milliar.   

Baca: Optimalkan Ekonomi Sirkular Berbasis Material Kritis, Kita lebih Kaya sebagai Pengolah 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *