Inspiration, MICE

EEG bagi Orang yang Sulit Mendengarkan, Temuan Baru

ShareAlat EEG bagi orang yang sulit mendengarkan dan membedakan percakapan orang-orang lain. Para ahli menemukan electroencephalograph (EEG)  yang membantu telinga mengenali suara....

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
EEG bagi Orang yang Sulit Mendengarkan

Alat EEG bagi orang yang sulit mendengarkan dan membedakan percakapan orang-orang lain. Para ahli menemukan electroencephalograph (EEG)  yang membantu telinga mengenali suara. Alat bantu ini menghubungkan otak dan pendengaran.

EEG bagi Orang yang Sulit Mendengarkan
Visi desain alat bantu mendengarkan yang dikembangkan melalui proyek mEEGaHStim yang digarap sejak April 2017 dan selesai pada Maret 2020. EEG bagi orang yang sulit mendengarkan (Foto/©: Universitas Siegen, Tim zum Hoff)

Berita baik bagi para penderita yang pendengarannya terganggu sehingga sulit mendengarkan percakapan teman bicara.  Kebanyakan orang merasa sulit untuk berkonsentrasi untuk menangkap makna suara tertentu di lingkungan yang sibuk.

Suara yang diucapkan oleh orang lain sulit didengarkan dan hal itu membebani penderita. Di pasaran, kita mudah menemukan alat bantu untuk mendengarkan meski kualitas suara tetap tak jelas bagi penderita. 

Akan tetapi, sejumlah peneliti menemukan jenis baru alat bantu dengar—hasil pengembangan para peneliti Fraunhofer. Alat bantu itu dirancang untuk meningkatkan kualitas pendengaran sehingga ucapan teman bicara lebih mudah dipahami meski sedang berada di area yang bising seperti pabrik.

Orang yang pendengarannya terganggu (bukan tunarungu) mudah memahami dan mengikuti alur pembicaraan, jika yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar. 

Orang yang mengalami gangguan pendengaran itu  mengalami kesulitan untuk mengikuti diskusi atau pembicaraan di lingkungan yang ramai. Hal itu terjadi terutama ketika percakapan melibatkan beberapa orang misalnya di lingkungan pabrik atau industri. 

Penderita kesulitan membedakan suara individu. Hal itu terjadi karena penderita tidak dapat membedakan apa yang disebut sebagai efek suara di keramaian. Penderita tidak memiliki kemampuan untuk fokus pada satu pembicara dan membedakan suara latar belakang lainnya. 

Meski sudah menggunakan alat bantu namun hal itu tidak dapat membangun hubungan khusus antara telinga dan otak yang menjelaskan proses pendengaran selektif. 

“Bagi  orang-orang dengan pendengaran normal, hubungan antara telinga dan otak tidak terganggu,” jelas Dr. Axel Winneke seorang peneliti di Institut Fraunhofer untuk Teknologi Media Digital IDMT di Oldenburg. 

Sedangkan orang yang terganggu pendengaran, bagaimana dia tahu ke arah mana harus menghadap setiap kali mendengar sinyal (suara) dari beberapa sumber? 

“Bagi orang yang sudah menggunakan alat bantu dengar, kemampuan tetaap sangat terbatas. Bahkan alat bantu dengan kualitas atas tidak dapat menunjukkan dengan tepat sumber sinyal akustik yang menarik bagi penderita,” tambah Dr. Axel Winneke. 

Oleh sebab itu, orang perlu mengambil informasi (suara) dari otak. Dengan menggunakan electroencephalograph (EEG), orang dapat menganalisis aktivitas otak orang yang mengalami  gangguan pendengaran. 

Alat EEG dapat membantu untuk memberitahukan suara siapa yang didengarkan oleh penderita. 

Analisis EEG ini dilakukan oleh Fraunhofer IDMT-HSA dan Universitas Oldenburg. Bersama dengan mitra dari industri dan penelitian. 

Melalui proyek mEEGaHStim, Dr. Alex Winneke dan rekannya peneliti mengembangkan sistem yang dirancang untuk meningkatkan kejelasan bicara di lingkungan yang sibuk untuk orang yang sulit mendengar. 

Teknologi ini didasarkan pada kombinasi EEG, pemrosesan sinyal audio, dan elektrostimulasi korteks pendengaran. EEG mengukur aktivitas otak untuk menentukan arah di mana orang yang mengalami gangguan pendengaran berusaha mendengar.

Orang itu akan melangkah atau menghadap ke sumber sinyal—dengan demikian membentuk antarmuka otak dan mikroprosesor. Informasi ini ditransmisikan ke alat bantu dengar, yang memfokuskan mikrofon arah—dikenal sebagai beamformer—ke arah yang tepat. 

Alat ini memperkuat sinyal audio spesifik yang ingin difokuskan oleh pendengar, sekaligus menyaring semua sumber kebisingan lainnya, termasuk suara-suara lain. Elemen ketiga dari sistem adalah proses dari bidang ilmu saraf yang disebut transcranial electrostimulation (tES). 

Alat ini menggunakan arus listrik yang sangat rendah untuk merangsang korteks pendengaran berdasarkan sinyal suara sehingga meningkatkan kejelasan orang yang berbicara. 

Proses stimulasi dan perangkat keras yang diperlukan sedang dikembangkan oleh perusahaan neuroConn GmbH bermitra dengan University of Oldenburg.

Studi desain telah dilakukan untuk memvisualisasikan apa yang terdengar seperti yang terlihat. Konsep dan desain dimaksudkan untuk menekankan interaksi otak dengan perangkat. 

Pada saat yang sama, desain berusaha untuk menyoroti manfaat bagi pemakainya, sehingga secara sadar mengarahkannya terhadap stigma yang masih meluas dan melekat pada pemakaian alat bantu dengar. 

Di masa depan, komponen yang dikembangkan untuk proyek, termasuk teknologi sensor, dapat dimasukkan ke dalam headpiece saat dikenakan. Pilihan lain adalah untuk memperbaiki alat bantu dengar yang ada dengan modul-modul baru dan sensor EEG. 

“Prototipe saat ini belum tersedia dalam bentuk alat bantu dengar portabel,” jelas Dr. Axel Winneke. “Untuk itu, masih perlu miniatur secara substansial.” 

Uji coba awal dengan perangkat, yang dilakukan dengan orang-orang tanpa gangguan pendengaran, menunjukkan, prinsip tersebut bekerja dengan baik. Studi dengan orang-orang yang sulit mendengar sekarang sedang direncanakan.

Alat yang tampak seperti topi baja yakni EEG dikenakan untuk aplikasi lain, seperti mengukur upaya mendengarkan yang dibutuhkan oleh karyawan di tempat kerja.  Teknologi ini juga dapat digunakan dalam konteks medis—dalam neurologi, misalnya, untuk memantau kondisi seperti epilepsi. 

“Dan menggunakan perangkat EEG hal itu memungkinkan untuk mengamati pasien di luar lingkungan klinis,” jelas Dr. Axel Winneke. 

“Dalam proyek mEEGaHStim, kami menggunakan teknologi untuk mengukur aktivitas otak untuk mengendalikan alat bantu dengar, tetapi bisa digunakan untuk menganalisis aktivitas otak pada orang dengan gangguan neurologis,” urai Dr. Axel Winneke. 

Dr. Axel Winneke memilik grup Mobile Neurotechnologies di Fraunhofer IDMT. Kelompok ini bekerja dengan platform multisensor berbasis EEG sebagai skenario konkret di mana analisis aktivitas otak dapat memberikan dukungan.

Misalnya, dalam aplikasi medis atau situasi kerja yang kritis terhadap keselamatan manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *