Energi, Renewable Sources

Keputusan COP26 Glasgow, Apa Sikap Para Peneliti di Indonesia?

ShareMelanjuti keputusan COP26 Glasgow, apa yang dilakukan oleh para peneliti di Indonesia? Para peneliti dan ilmuwan berperan besar untuk mengurangi emisi karbon...

Written by Marinus L Toruan · 3 min read >

Melanjuti keputusan COP26 Glasgow, apa yang dilakukan oleh para peneliti di Indonesia? Para peneliti dan ilmuwan berperan besar untuk mengurangi emisi karbon secara revusioner. Caranya? 

Skema diagram yang menunjukkan peran teknologi saat ini dan masa depan untuk mengolah produk baterai lithium-ion berdasarkan komponen utama.Keputusan COP26 Glasgow (Sumber/@; Atetegeb Meazah Haregewoin dkk., Energy & Environmental Science · May 2016)

Penulis: Dr Ing Pudji Untoro    Editor: Marinus L Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Kesadaran untuk segera memulai gerakan bersama secara nyata dirasakan oleh para pemimpin dunia ketika menghadiri KTT Pemimpin Dunia COP26 yang berlangsung di Glasgow. Skotlandia tanggal 31 Oktober – 1 November 2021.

Keputusan bersama yang salah satu pembuatnya adalah Presiden Republik Indonesia,  Joko Widodo. Melalui keputusan bersama itu ditekankan  agar diimplementasikan di tiap negara yakni  pengurangan emisi karbon secara revolusioner dan berkelanjutan.  

Akan tetapi,  harapan membuat keputusan secara bulat  terganjal dengan ego sejumlah negara yang tidak menyetujui keputusan KTT Pemimpin Dunia COP26 itu.

Sementara itu, harapan dan langkah lanjutan  menuju perubahan khususnya sektor energi dan transportasi adalah komitmen seluruh negara misalnya tindakan nyata seperti  menghentikan sistem industri yang berbasis non-renewable

Tindakan itu menjadi kunci untuk membuka pintu utama sebuah gerakan dunia secara cepat untuk mencapai sebuah revolusi hijau yang segera dirasakan makhluk dan penghuni  bumi yang mendambakan lingkungan bersih tanpa gangguan bencana alam.

Gangguan berupa banjir dan kekeringan, terpaan angin puting beliung, dan beragam bencana alam yang daya rusaknya dapat menimbulkan bencana besar yang menimpa manusia dan makhluk lainnya.

Inovasi hijau

Tuntutan berbagai negara untuk menerima produk-produk industri dengan proses dari hulu sampai hilir yang ramah lingkungan merupakan kesempatan baik untuk menghasilkan inovasi yang berkaitan dengan teknologi baru guna mengatasi masalah yang disebabkan kerusakan alam. 

Salah satu contohnya diterapkannya pembatasan yang berkaitkan dengan standar persyaratan yang ketat sebagai pintu masuk khususnya produk-produk impor yang sering menjadi kendala bagi negara-negara eksportir. 

Menurut Guru Besar Lingkungan Universitas Indonesia, Prof. Dr. Raldi Koestoer setiap kreasi invention harus menyiapkan pengukuran carbon wise equivalent-nya.

Hal itu dapat dimulai  dengan menyiapkan formulasi untuk mengukur karbon yang dihasilkan di semua sektor terkait, khususnya di sektor energi dan transportasi. 

Prof. Dr. Raldi Koestoer menambahkan dengan mengukur carbon equivalent pola dagang dan transaksi karbon akan menjadi barometer, dan nantinya ukuran pembangunan semua negara yang menggunakan energi harus mengikuti konsep yang ramah lingkungan.  

Dari sisi inovator, penulis naskah ini berpendapat bahwa teknologi yang sudah gencar dikomersialisasikan adalah teknologi yang berkaitan dengan  kendaraan berbahan bakar baterei utamanya untuk transportasi dan energy storage.

Teknologi itu akan menjadi andalan banyak negara jika segera diimplementasikan untuk dapat mempercepat pengurangan emisi carbon yang cukup penting. 

Dari sisi perkembangan teknologi, menurut penulis  masih banyak peluang hasil inovasi teknologi yang kemungkinan juga akan terlihat di jalan kendaraan dengan teknologi yang juga ramah lingkungan selain baterai misalnya biohidrocarbon, hibrida, hidrogen, dan lain-lain. 

Baterai tahun 2030

Teknologi baterai sendiri saat ini berkembang dan bersaing ketat tidak hanya baterai yang berbasis Lithium baik Nickel Mangan Cobalt (NMC), LiFePO4 (LFP), LiNiCoAl (NCA), dan lain-lain. 

Baterai berbasis non-Lithium misalnya Nickel Metal Hydride (NiMH), NiCd , dan  baterei padat. 

Baterei Lithium masih mendominasi pasar mobil listrik beberapa tahun ke depan meski akan muncul baterai dengan teknologi yang berbeda misalnya baterai graphene, kapasitor super/ultra, dan  baterai nuklir.

Tahun 2030, kemungkinan akan menjadi ajang pertunjukan dan pertarungan teknologi baterai yang ringan, tahan lama, dan kapasitas besar serta waktu pengisiannya sangat cepat. 

Peta jalan pengembangan kendaraan listrik sesuai dengan kebijakan energi nasional (Indonesia), kita targetkan untuk kendaraan roda empat sebanyak 2 juta unit, sedangkan untuk roda dua sebanyak 13 juta unit. 

Sementara itu, pada tahun 2050 seluruh produksi kendaraan baru sudah menjadi jenis Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterei (KBLBB). 

Alternatif yang atraktif

Baterai graphene dan oksida ZnMn bisa menjadi alternatif yang atraktif, karena menggunakan material yang murah sebagai bahan bakunya yang dapat menggantikan baterei Seal Lead Acid (SLA) yang sampai saat ini secara komersial harganya lebih murah. 

Graphene merupakan satu lapis atom karbon yang tersusun dan terikat dalam struktur hexagonal atau seperti sarang lebah dan pada dasarnya seperti lembaran graphene dua dimensi (2D). 

Struktur 2D ini akan menghasilkan sifat konduktivitas termal dan elektriknya sangat baik (lebih unggul dari bahan tembaga), fleksibilitas yang tinggi, dan bobotnya ringan. 

Peneliti Organisasi Riset Fisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORF-BRIN), Dr.Eng. Deni Khaerudini, telah  melakukan riset hulu terkait pengembangan graphene berbasis biomassa.

Ia mengharapkan dapat mendukung dari sisi hulu teknologi baterai masa depan yang baru mulai muncul di pasar secara komersial. 

Dr.Eng. Deni Khaerudini menjelaskan bahwa  proses yang ditemukan merupakan proses baru dengan katalis yang murah dan telah memenuhi standar kualitas produk graphene komersial, sehingga secara ekonomis dapat bersaing dengan penawaran yang telah ada di pasar. 

Proses baru tersebut saat ini dalam proses patent dan siap untuk dikembangkan lebih lanjut skala industri yang lebih besar. 

Tim riset Departement of Energy, DOE’s Pacific Nortwest National Laboratory (PNNL)-USA belum lama ini menemukan mekanisme baru teknologi baterai yakni Reversible aqueous zinc/manganese oxide energy storage from conversion reactions dari material murah dan melimpah.

Misalnya seng dan Mangan (ZnMn-oksida) yang juga diperkirakan menjadi alternatif baterai baru masa depan. 

Para peneliti PNNL berharap dapat menghasilkan baterai berkinerja lebih baik dengan terus mendalami kemampuan baterei ZnMn yang mempunyai kepadatan energinya atau  energy density dan perbaikan sifat lainnya yang dapat melebihi baterai SLA.

Untuk mencapainya, para peneliti dan ilmuwan nasional harus proaktif dan inovatif. Semoga!    

Dr Ing Pudji Untoro adalah  Dekan Fakultas Teknik, Universitas Surya, anggota Dewan Energi Nasional (2017-19), Tenaga Ahli PT Cipta Mikro Material, dan Konsultan Ahli PT Kuark Internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *