Industrialisasi, Raw Materials

Cara Mengolah Batubara dengan Teknik Mesin Menjadi Graphene

ShareGunakan  cara mengolah Batubara dengan teknik  menjadi graphene agar Indonesia mendapatkan nilai tambah sangat besar. Hentikan ekspor batubara dan olah menjadi graphene...

Written by Rayendra L. Toruan · 4 min read >

Gunakan  cara mengolah Batubara dengan teknik  menjadi graphene agar Indonesia mendapatkan nilai tambah sangat besar. Hentikan ekspor batubara dan olah menjadi graphene yang lebih ringan dari selembar kertas dengan kekuatan  200 kali dari baja. 

Abstrak grafis proses pengolahan Batubara menjadi graphene (Foto/@: Virginia Tech/phys.org)

Penulis:  Alex Parrish*    Editor: Rayendra L Toruan

mmINDUSTRI.co.id –  Virginia Tech/phys.org (sumber): Beginilah cara mengolah batubara dengan teknik  mesin menjadi graphene bahan lebih tipis dari selembar kertas, namun kekuatannya lebih 200 kali lipat dari baja.

Sejak pertama kali ditemukan oleh dua profesor di Universitas Manchester di Inggris pada tahun 2004, bahan graphene menjadi buah bibir yang ramai dibahas oleh para ahli di komunitas ilmiah. 

Kedua penemu dianugerahi Hadiah Nobel pada tahun 2010 atas hasil pengembangan ide mereka tersebut—kemudian para peneliti berlomba dan melanjutkan  untuk menemukan cara memproduksi dan menerapkannya di industri. 

Prof Roop Mahajan dan  Lewis A. Hester yang ahli Teknik Mesin di Virginia Tech, Amerika Serikat telah memberikan kontribusi kemajuan yang signifikan dalam perlombaan cara produksi graphene dari batubara tersebut.

Bahan graphene memiliki atribut yang tak tertandingi—200 kali lebih kuat dari baja, namun lebih ringan dari  selembar kertas, dan menunjukkan sifat mekanik yang unik. Pada skala mikro, graphene berbentuk kisi-kisi karbon berbentuk segi enam dengan ketebalan hanya satu atom.

Karena sifatnya yang unik dan sangat kuat, graphene memiliki banyak kegunaan karena:

Cukup kuat untuk menambah ketahanan damage pada bodi mobil dan pesawat.

Diformulasikan sebagai tinta, bahan yang mengandung listrik dapat dicetak pada kertas atau pakaian, membuka pintu bagi perangkat elektronik yang dapat dipakai.

Digabungkan ke dalam baterai, ini menurunkan waktu pengisian dan meningkatkan output daya.

Sifat antimikrobanya memiliki masa depan yang menjanjikan sebagai agen antimikroba.

Dibuat menjadi membrane sehingga dapat digunakan untuk menyaring air.

Di bawah koordinasi Prof Roop Tim Mahajan, tim peneliti sukses  mengintegrasikan graphene ke dalam material dan teknologi yang ada untuk meningkatkan kekuatannya tanpa menambahkan banyak massa ekstra, membangun pendekatan praktis untuk memanfaatkan sifat unik graphene

Upaya ini telah menghasilkan berbagai cara inovatif untuk menggabungkan graphene ke dalam produk sehari-hari, sehingga memaksimalkan potensi material tersebut.

Teknik mesin mengolah batubara yang lebih ramah lingkungan dan efisien

Cara Mengolah Batubara, Karena graphene terutama terdiri dari karbon, para peneliti harus memulai dengan bahan yang secara alami dengan kandungan karbon tinggi. Grafit komponen utama timah pensil, merupakan pilihan umum karena komposisinya hampir berupa karbon murni.

Graphene lebih tipis dari ukuran selemar kertas namun kekuatannya 200 kali lipat dari baja (Foto/@: Virginia Tech/phys.org)

Bahan graphene adalah lembaran material setebal satu atom, pembuatannya memerlukan sejumlah besar pemrosesan. Teknik pembuatan yang paling populer adalah versi modifikasi dari pendekatan yang dikenal sebagai Metode Hummer.

Metode itu menggunakan asam sulfat, kalium permanganat, natrium nitrat, dan hidrogen peroksida pada berbagai tahap. Tiga dari empat bahan kimia tersebut dianggap berbahaya.

Akan tetapi, tim Prof Roop  Mahajan telah memikirkan kembali metode yang lebih berkelanjutan untuk mendapatkan graphene bukan dari grafit namun dari batubara, sehingga secara dramatis mengurangi jumlah bahan kimia keras menjadi hanya satu yakni asam nitrat. 

Dengan lebih sedikit bahan kimia berbahaya dan lebih sedikit pembuangan yang harus dikelola, pendekatan ini mengurangi dampak lingkungan serta risiko bagi para peneliti.

Mengganti grafit sebagai sumber utama material masa depan memiliki manfaat. Sebagian besar grafit bersumber dari daratan China atau Tiongkok, sehingga rantai pasokannya kurang dapat dipastikan kelanjutannya (Indonesia barangkali dapat sebagai pemasok, Red.) 

Selain itu, grafit merupakan bahan penting dalam baterai, dan peningkatan tajam permintaan baterai global telah mengurangi pasokan baterai secara signifikan.

Meskipun batubara mengandung persentase karbon yang lebih rendah—60 hingga 80 persen dibandingkan komposisi grafit yang hampir 100 persen—metode produksi yang tidak terlalu berbahaya namun hasil temuan tim  peneliti menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi lingkungan. 

Pergeseran ini dapat membuka pintu bagi berkurangnya perekonomian batubara dengan cepat di seluruh dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh kontribusinya terhadap pemanasan global oleh karena batu bara masih digunakan sebagai bahan pembangkit energi dengan cara membakar.

Selain manfaat lingkungan, ada bonus ekonomi. Tim Roop Mahajan memproduksi graphene yang 10 hingga 15 kali lebih murah dibandingkan metode yang dilakukan sebelumnya, sehingga menciptakan pasokan berbiaya lebih rendah yang dapat memacu inovasi baru di pasar dan membantu komersialisasi.

“Menurunkan biaya produksi graphene sangat penting untuk sepenuhnya memanfaatkan sifat-sifatnya yang luar biasa dan mempercepat penerapannya secara luas di beragam aplikasi, yang berpotensi menjadi katalisator pengembangan pasar dan industri baru,” tutur Prof Roop Mahajan.

Penggiling, kelereng, dan asam

Dalam proses unik yang ditangani oleh tim Roop Mahajan, perjalanan untuk mensintesis graphene dimulai dengan proses yang cermat dalam menggiling bongkahan batu bara mentah untuk menghasilkan bubuk kasar. 

Serbuk tersebut dimasukkan ke dalam silinder besar yang berisi kelereng putih dengan berbagai ukuran, kemudian digulung. Kelereng menggiling dan menghancurkan debu, sehingga semakin memperkecil ukurannya. 

Bubuk yang digiling bola kemudian secara kimiawi dihilangkan dari kotoran seperti logam sulfit dan abu. Batubara yang digiling dan dimurnikan kemudian dimasukkan ke dalam bak asam nitrat, yang mengubah batubara menjadi graphene oksida. 

Asam dikeringkan dan karbon yang tidak bereaksi dihilangkan, menghasilkan bubuk oksida graphene, yang kemudian dapat diubah lebih lanjut menjadi graphene melalui perlakuan panas. 

Ini adalah zat yang telah dicampur dengan perekat, silikon, kaca, dan logam untuk menghasilkan material komposit jenis baru untuk berbagai aplikasi.

Tim Roop Mahajan menunjukkan kinerja yang unggul untuk batubara dibandingkan graphene yang berasal dari bahan grafit. Pekerjaan terobosan ini telah menghasilkan arus publik yang stabil asi, termasuk satu di jurnal Carbon.

Tulisan ini merinci proses baru yang dilakukan oleh tim peneliti dan menunjukkan keunggulan graphene yang berasal dari batubara dalam pengembangan sensor yang sangat sensitif untuk memisahkan dan mendeteksi aptamers DNA beruntai tunggal. 

Sensor ini banyak digunakan dalam diagnostik, terapeutik, keamanan pangan, dan berbagai industri karena kemampuannya dalam mengikat molekul target spesifik dengan afinitas dan spesifisitas tinggi.

Memperluas pemahaman terhadap materi baru dan proses baru memerlukan tim yang diperluas, dan Prof Roop Mahajan tahu persis ke mana harus berpaling, berkat peran kepemimpinannya dalam jejak penelitian global Virginia Tech.

Prof Roop Mahajan adalah direktur penelitian strategis dan inovasi untuk VT India, yang memberinya hubungan langsung untuk mendorong inovasi. Tim ilmuwan ini, yang berkantor pusat di Chennai, India, berperan penting dalam memperluas perusahaan graphene.

Karya tersebut menghasilkan artikel di ACS Applied Nanomaterials yang berfokus pada peran graphene oxide sebagai nanofiller dalam meningkatkan kinerja mekanik polimer yang diperkuat serat kaca. 

Menggunakan teknik mesin atau mechanical engineering, tim peneliti secara aktif mengeksplorasi potensi aplikasi lainnya, termasuk solusi penyembuhan luka; sensor ion kalium dan urea yang dapat dipakai; penghambatan korosi pada batang beton bertulang; dan teknologi untuk produksi hidrogen ramah lingkungan. 

Meskipun pengembangan teknologi baru menciptakan lingkungan ilmiah yang menarik, tim Toop Mahajan berfokus pada lebih dari sekadar inovasi. Untuk mengurangi bahaya lingkungan dan meningkatkan produksi “bahan ajaib” itu justru menimbulkan implikasi yang lebih dalam.

Yakni tercapainya: kualitas hidup yang lebih baik bagi semua orang. Penggunaan energi yang lebih cerdas, material yang lebih andal, dan pilihan layanan kesehatan yang berlimpah semuanya mendukung tujuan tersebut.

“Spektrum penerapan yang luas ini menunjukkan potensi luar biasa dari teknologi graphene yang berasal dari batubara dalam membentuk kembali industri dan meningkatkan kehidupan dalam skala global,” urai Prof Roop Mahajan.

Roop Mahajan adalah seorang professor mesin teknik atau mechanical engineer cabang ilmu teknik yang mempelajari prinsip-prinsip fisika dan matematika untuk menganalisis, merancang, memproduksi, dan memelihara mesin dan sistem mekanik. Cara Mengolah Batubara

Bidang-bidang yang termasuk dalam teknik mesin meliputi Mekanika (mempelajari gerakan benda dan gaya yang mempengaruhinya); Dinamika (mempelajari gerakan benda dan gaya yang menyebabkannya); dan Termodinamika (mempelajari hubungan antara panas dan energi).

Selanjutnya Material Teknik (mempelajari sifat dan perilaku material yang digunakan dalam pembuatan mesin); dan Manufaktur (mempelajari proses pembuatan produk dan komponen mesin).

Jangan lupa, Desain (mempelajari teknik merancang produk dan komponen mesin); Robotika (mempelajari pengembangan robot dan sistem otomatisasi); dan Kontrol (mempelajari teknik mengontrol mesin dan sistem mekanik) demikian laman, wikipedia.org

Alex Parrish adalah penulis naskah Mechanical engineering professor uses coal to create graphene yang dipublish oleh  Virginia Tech/phys.org, 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *