Inspiration, MICE

Bahan Kimia Menyebabkan Iritasi Mata, Ampuhkah Pengujian pada Hewan?

ShareHindari bahan kimia penyebab iritasi mata—ini advis para ilmuwan. Bagaimana pengujian iritasi mata atau Draize test dilakukan pada kelinci sebelum nenerapkannya pada...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >

Hindari bahan kimia penyebab iritasi mata—ini advis para ilmuwan. Bagaimana pengujian iritasi mata atau Draize test dilakukan pada kelinci sebelum nenerapkannya pada manusia? Asap rokok dan bahan kosmetik berpotensi sebagai penyebab iritasi mata.  

Mengingat ukurannya yang kecil, spektrometer impedansi seluler dapat dengan mudah dipindahkan ke bank sel (Foto/©: Fraunhofer ISC)

Penulis/editor: Rayendra L Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Fraunhofer (sumber):  Setiap orang harus hindari iritasi mata yang disebabkan bahan Kimia agar tidak terjadi kebutaan permanen.   

Dalam skenario terburuk, menurut para ilmuwan, mata yang terkena bahan kimia menjadi penyebab (utama) kebutaan permanen. Hingga saat ini, potensi iritasi mata dari bahan Kimia harus dinilai penggunaan  Draize test pada kelinci hidup–sebuah standar yang diterapkan di seluruh dunia.

Untuk mengingatkan kembali, penjelasan gejala iritasi mata perlu kita ketahui. Jika mata terasa gatal, mata mudah berair, tampak kemerahan di bagian putih mata, terasa sakit, penglihatan kabur, dan mata sensitif pada berkas cahaya atau mata mudah silau—telah terjadi iritasi.  

Selanjutnya, laman rhisehat.com menjelaskan penyebab iritasi mata adalah alergi terhadap bulu hewan, kena debu atau serbuk sari bunga, dan mata  asap rokok. 

Jadi, kita harus hindari  paparan zat asing seperti asap, partikel debu, zat kimia seperti kaporit yang dikandung air kolam renang. 

Iritasi  berisiko cedera dan kerusakan mata secara permanen. Penggunaan lensa kontak yang tidak tepat menyebabkan iritasi mata. Demikiam pula infeksi yang  disebabkan bakteri, virus, dan jamur. Pemakaian make up yang cukup lama pun menyebaban iritasi mata.    

Untuk mencari cara perawatan mata yang lebih  baik, para peneliti di Translational Center for Regenerative Therapies TLC-RT bagian dari Fraunhofer Institute for Silikat Research ISC bekerja sama dengan pelaku industri. 

Para ilmuwan melakan penelitian yang  memungkan penggantian pengujian  pada hewan dan selanjutnya dicobakan pada manusia. 

Model jaringan kornea manusia yang dibudidayakan di laboratorium diharapkan dapat sepenuhnya menggantikan  Draize test. Diharapkan prosedur pengujian baru ini akan menjadi standar di selirh dunia pada masa depan.

Pelaksanaan Draize test melibatkan penggunaan hewan sebagai subjek guna  menguji tingkat iritasi produk kosmetik, rumah tangga, atau farmasi. 

Aahli farmasi Amerika Serikat Bernama John Henry Draize mengembangkan dua jenis tes yang paling umum digunakan meliputi Draize test untuk mata dan tes kulit atau  Draize test

Di laboratorium digunakan spesies hewan yang berbeda untuk tujuan pengujian penelitian. Hewan kelinci yang paling sering dipilih oleh peneliti.

Mata manusia adalah organ yang sensitif–anatomi dan posisinya sangat rentan terhadap risiko eksternal. Mata rusak setelah kontak dengan bahan kimia, seperti yang terkandung dalam banyak produk kebutuhan  rumah tangga seperti bumbu makanan. 

Setetes asam cuka cukup untuk menyebabkan kerusakan pada kornea dan meninggalkan bekas luka. Beberapa tetes cairan alkali menyebabkan kornea menjadi keruh selamanya. Untuk alasan ini, para ahli telah menguji bahan kimia yang berpotensi menyebabkan iritasi mata.

Sejak tahun 1944, pengujian iritasi mata dengan  menggunakan Draize test. Test ini melibatkan kelinci hidup sebagai percobaan. Zat Kimia diteteskan ke mata kelinci. Selanjutnya zat kimia tersebut diklasifikasikan setelah beberapa hari.

Sebagai  Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS) yakni Sistem Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia Harmonisasi Global) yang dinamai oleh para ahli Kategori 1 digunakan sebagai nomenklatur pada kerusakan mata  yang tidak dapat diperbaiki.

Sedangkan GHS Kategori 2 dimakusukan digunakan untuk kerusakan yang masih dapat dipulihkan atau bahan Kimia dapat diubah menjadi tidak berbahaya lagi. Ini penting bagi pelaku industri farmasi yang memerlukan kemasan bahan Kimia yang tidak memerlukan pelabelan khas. Artinya tidak perlu penjelasan bahwa suatu bahan Kimia berbahaya.

Para ilmuwan di seluruh dunia sedang bekerja keras untuk mencari alternatif pengujian toksikologi yang berbahaya pada hewan. 

Sampai saat ini,  belum ditemukan cara yang dapat diandalkan untuk membedakan antara kerusakan reversibel dan ireversibel—berarti tak mungkin mengganti Draize test sepenuhnya yang diteliti oleh para ilmuwan melalui proyek ImAi. 

Sebagai bagian dari proyek ImAi, para peneliti di Fraunhofer Translational Center for Regenerative Therapies TLC-RT milik Fraunhofer ISC di Würzburg, Jermaan,  dan mitra pelaku industri melakukan penelitian intensif. 

Penelitian saat ini sedang mengembangkan sistem pengujian in vitro berbasis impedansi yang memungkinkan diferensiasi. 

Setelah divalidasi, hasil penelitian itu akan diserahkan ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dan selanjutnya ditetapkan sebagai pedoman pengujian baru yang berlaku untuk dunia.

Baca: Tes Kerusakan Mata Berbasis Impedansi, Membudidayakan Jaringan Manusia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *