Digital & Software

Menyelamatkan Harta Karun Kebudayaan Kita

ShareCandi, naskah kuno, barang purbakala, kain tenun, patung, koin kuno, dan lain-lain yang berusia ratusan tahun, merupakan hasil karya para pendahulu kita....

Written by Jurnalis Industri · 1 min read >

Candi, naskah kuno, barang purbakala, kain tenun, patung, koin kuno, dan lain-lain yang berusia ratusan tahun, merupakan hasil karya para pendahulu kita. Benda-benda kebudayaan itu sarat makna sebagai pijakan menapaki masa depan, utamanya bagi generasi penerus.

Replika Nefertiti dalam pemindai 3D. (Sumber foto/© Boris Roessler/dpa)
Replika Nefertiti dalam pemindai 3D. (Sumber foto/© Boris Roessler/dpa)

Perang dan bencana alam merupakan ancam kelangsungan eksistensi dari harta karun kebudayaan kita. Bagaimana menyimpan benda-benda bersejarah itu agar tetap segar bagi anak-cucu kita dan generasi mendatang? Beberapa situs bersejarah di Irak justru dihancurkan oleh ISIS.

Salah satu cara terbaik adalah dengan melakukan digitisasi 3D. Dengan digitalisasi 3D maka kita berupaya memelihara benda-benda kuno itu sehingga anak-cucu kita dapat menikmati makna yang terkandung dalam benda-benda itu—paling tidak dalam arti virtual meski hal ini selalu berupa proses yang mahal dan memakan waktu yang cukup lama.

CutLab3D adalah solusi conveyor belt pertama yang memungkinkan untuk melakukan pindai secara efisien dan mengarsipkan artifak dengan laju yang cepat. Untuk mencapai tujuan ini hasil dari berbagai proyek Uni Eropa dikombinasikan—tentu saja sistemnya dapat kita aplikasikan di Indonesia. Bagaimana perangkat lunak ini bekerja?

Nefertiti menghadap ke kamera seperti selebriti kawaka berpose di atas karpet merah. Setelah beberapa menit, sinar terang dari kilasan cahaya meredup. Sekarang terdapat tepat 6561 resolusi tinggi ekstrim, gambar 300 mikrometer dari bintang terkenal dunia dalam file, diambil dari setiap sudut kamera dan arah cahaya.

Paket gambar 30 gigabyte itu secara cepat diproses oleh komputer untuk membuat salinan virtual 3D dari kecantikan Mesir kuno. Akan tetapi, pengambilan foto itu tidak berhenti di sana.

Nefertiti ada dalam jadwal yang padat, harus berpindah dari satu waktu perjanjian ke pertemuan selanjutnya dengan teliti seperti selebriti populer lainnya.

Gambar 3D

Dia tepat dipindahkan ke tahap selanjutnya–sekalipun di sepanjang conveyor belt baja bukan di sebuah karpet merah–di mana sebuah pemindai memproyeksikan beberapa seri garis ke wajahnya.

Pola dari cahaya terstruktur mengumpulkan data tambahan yang dibutuhkan untuk mendekatkan perbedaan apa pun dalam gambar 3D, menagkap bahkan detail terkecil pada skala 15 mikrometer.

Pemindai dilekatkan ke sebuah lengan robot fleksibel yang memanuverkan pemindai secara otomatis ke posisi sesuai koordinat tepat yang telah dikalkulasikan sebelumnya. Dengan jalan ini, cahaya secara akurat memindai patung dada pada basis poin per poin.

Seperti halnya dengan Nefertiti, biaya efektif dan seluruh proses cepat ini akan digunakan untuk memindai dalam industrial dan mengarsipkan jutaan dan jutaan pameran museum serta srtifak yang baru ditemukan di masa depan.

Sementara itu, insiatif serupa telah ada sekitar 10 tahunan, mayoritas berpusat dengan mengarsipkan artifak 2D seperti halaman buku, lukisan dan foto. Bagaimana dengan warisan kebudayaan global 3D kita? Bagaimana kita bisa memelihara secara digital benda seperti patung dada, patung, dan koin purbakala berukuran kecil?

Paling tidak terdapat 250 juta tiga dimensional artifak menunggu untuk didigitisasi (hanya) di Jerman. Segenggam solusi digitisasi 3D yang tersedia cukup mahal, dan apa yang mereka punyai adalah satu kelemahan serius : mereka bekerja sangat lambat.

Teknologi saat itu butuh waktu berjam- jam untuk memindai hanya satu buah objek.

“Dengan waktu yang lama untuk memindai kita tidak akan pernah bisa untuk memproses seluruh objek yang menunggu untuk diarsipkan,” kata Pedro Santos, ilmuwan komputer dan kepala Competence Center Cultural Heritage Digitization di Fraunhofer Institute for Computer Graphics Research IGD di Darmstadt. (Bahan diolah dari Cultural treasures in 3D tulisan Ulrike Zechbauer, Fraunhofer 1/15)

[box type=”note”]

Simak artikel selanjutnya dengan topik FUNGSI Digitisasi 3D (2)
Memindai bisa Lebih Radikal

[/box]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *