Jawa

Wulung Awasi Pencuri Ikan dan Pembabat Hutan

ShareWulung dikembangkan menjadi alat pengawasan transportasi, search and resque, penelitian atmosfer, pemantauan bencana, kargo operasi hujan buatan, pengelolaan pertanian dan perkebunan, penyebaran...

Written by Jurnalis Industri · 2 min read >

Wulung dikembangkan menjadi alat pengawasan transportasi, search and resque, penelitian atmosfer, pemantauan bencana, kargo operasi hujan buatan, pengelolaan pertanian dan perkebunan, penyebaran benih,  dan pengamatan vegetasi daerah kritis.

Pesawat Pelatuk melintasi jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom—buatan BPPT. Pelatuk dengan low-high-low sanggp menukik ke bawah kemudian naik lagi. (Sumber foto: http://archive.kaskus.co.id/)
Pesawat Pelatuk melintasi jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom—buatan BPPT. Pelatuk dengan low-high-low sanggp menukik ke bawah kemudian naik lagi. (Sumber foto: http://archive.kaskus.co.id/)

Produksi perdana (prototipe) dimulai sejak tahun 2014 hingga akhirnya mampu terbang hingga radius 100 kilometer dari pusat pengendali, selama 2-3 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga maksimal 5.500 kaki atau 1,7 kilometer. Wulung  mempunyai beberapa keunggulan dengan kemampuan untuk  melakukan misi utama intelijen (intelligence), pengawasan (surveillance), dan pengintaian (reconnaissance) atau biasa dikenal dengan ISR. Wulung mampu mengawasi daerah perbatasan seperti di Kalimantan Timur dengan garis batas 2.000 kilometer yang harus diawasi selama 24 jam.

Pesawat Wulung  telah menjali uji terbang sebanyak 13 kali sampai mendapatkan  sertifikat. Selama uji terbang, seluruh komponen dan peralatan berfungsi dengan baik. Sementara teknologi kamera mampu mengambil video dan gambar secara jelas pada ketinggian antara 3.000 dan 4.000 kaki.

Konstruksi pesawat Wulung didesain tim dari Dirgantara Indonesia yang dibantu oleh tim dari Balitbang Kemenhankan, dan BPPT. PT Dirgantara Indoensia melibatkan sekitar 100 engineer untuk merealisasikan hasil riset menjadi produk missal industri.

Para insinyur bekerja selama dua tahun

Para insinyur di BPPT dan Dirgantara Indonesia bekerja keras selama dua tahun (sejak 2014) untuk menghasilkan Wulung yang akhirnya mendapatkan sertifikat.  Secara teknis, pesawat drone berbeda dengan rudal yang tidak dapat digunakan kembali—rudal merupakan senjata.

Pesawat drone menggunakan hukum aerodinamika yang mampu mengangkat dirinya dan kemudianb terbang di atas ketinggian maksimal seperti sudah direncakan. Drone mampu membawa muatan seperti senjata, kamera atau muatan yang dibutuhkan sesuai misinya. Drone dapat kembali ke lokasi yang ditentukan untuk kemudian bisa dugunakan lagi.

Para insinyur di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan beberapa universitas yang  memiliki pusat riset di Indonesia sudah mampu merekayasa prototipe—mulai dari rancang desain, teknologi, pemilihan dan penggunalaan bahan baku (komponen), perakitan, sistem produksi,dan sebagainhya.

Pihak industri swasta seperti perusahaan  Globalindo Technology Services Indonesia, Uavindo, Aviator, dan Robo Aero Indonesia telah mengembangkan drone. Sedangkan perusahaan berbasis aeromodelling—yakni pemasok suku cadang UAV adalah perusahaan Telenetina dan Bandung Modeler.

Para insinyur rekayasa di BPPT sudah membuat pesawat prototipe dengan  Rp2 miliar pada Oktober 2012. Mesin drone buatan BPPT itu masih diimpor dari Jerman dan menggunakan kamera buatan aiwan. Sebanyak 5 pesawat prototipe buatan BPPT telah diuji coba di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nir-Awak.

Pesawat PUNA dapat digunakan sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini juga cocok digunakan untuk daerah perbatasan.

TNI AD dan Universitas Surya juga mampu membuat prototipe pesawat Drone untuk kebutuhan militer. Sedangkan LAPAN memiliki telah drone dengan harga Rp40 juta per unit.

Pesawat drone juga dapat digunakan untuk memancing. Hal itu dibuktikan oleh Jaiden Maclean, Brody Maclean, dan Byron Leal dari Sea Ulcer Aerial Media. Mereka membawa sebuah drone DJI Phantom ke pantai di kawasan Fingal Head, New South Wales, Australia. Drone itu mereka pakai sebagai alat bantu memancing ikan di kawasan itu. Sebagaimana dilansir KompasTekno dari PetaPixel, Maclean memasang umpan ikan yang terkait di alat pancing pada drone yang mereka bawa. Selanjutnya pesawat tanpa awak itu diterbangkan ke tengah laut.

Kamera yang terpasang di drone dipakai untuk memantau lokasi ikan berkumpul. Setelah terlihat segerombolan ikan tuna ekor panjang yang sedang melintas, Maclean kemudian melepaskan umpan yang sudah dikaitkan pada drone tersebut, sehingga jatuh tepat di atas gerombolan ikan. Mereke berhasil mendapatkan satu ekor tuna ekor panjang dengan bobot 20 kilogram.

Selain alat pengawas dari udara—terkait dengan pelanggaran lintas batas—Wulung  dapat digunakan untuk mengawasi praktik ilegal seperti pencurian ikan dan pembabat hutan. Selain itu, Wulung dapat dikembangkan menjadi alat pengawasan transportasi, search and resque, penelitian atmosfer, pemantauan bencana, kargo operasi hujan buatan, pengelolaan pertanian dan perkebunan, penyebaran benih,  dan pengamatan vegetasi daerah kritis. (Bahan diolah dari berbagai sumber antara lain, KOMPAS.com, http://www.indonesian-aerospace.com/, dan lain-lain)

[box type=”note”]

Simak artikel selanjutnya dengan topik INDUSTRI PENERBANGAN (1)
Hebat, Bandung Produksi Drone

[/box]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *