Inspiration, MICE

Uji Coba Bahan Kimia bagi Manusia, Risiko Toksikologis Berbeda dengan Hewan

ShareSuatu uji coba bahan kimia yang dilakukan kepada manusia berisiko. Para ilmuwan pun menjadikan hewan sebagai uji coba. Namun, Toxicological Risk Assessment...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
Uji Coba Bahan Kimia

Suatu uji coba bahan kimia yang dilakukan kepada manusia berisiko. Para ilmuwan pun menjadikan hewan sebagai uji coba. Namun, Toxicological Risk Assessment atau Penilaian Risiko Toksikologi harus digantikan dengan opsi terbaru, simpul para ilmuwan. Bagaimana dengan vaksinasisasi?  

Uji Coba Bahan Kimia
Dikembangkan oleh Fraunhofer ITEM, P.R.I.T.® ExpoCube® memungkinkan pemaparan ke berbagai kelas zat yang dapat dilakukan dengan cara dihirup dan pengujiannya berdasarkan kemampuan produksi ulang yang tinggi dan dengan kontrol dosis yang diperlukan. Uji coba bahan kimia bagi manusia (Foto/©: Fraunhofer ITEM/Ralf Mohr)

Proses vaksinasisasi yang berlangsung di Indonesia dan berbagai negara bertujuan untuk menimbulkan herd immunity agar kekebalan tubuh demikian tangguh dan kuat terhadap serangan pandemi #Coronavirus

Sebelum suatu bahan vaksin digunakan, para ilmuwan melalukan berbagai uji coba klinis. Para relawan dengan ikhlas dan rela bersedia sebagai uji coba dan siap menerima risiko.  

Kenapa tindakan Toxicological Risk Assessment (TRA) atau Penilaian Risiko Toksikologi harus dilakukan atas diri seseorang?  

Hal itu penting untuk mengevaluasi potensi risiko terhadap kesehatan seseorang—terkait dengan paparan kotoran yang dapat larut, kontaminan atau residu (zat) lain dalam perangkat medis atau produk obat semisal vaksin—sangat  perlu untuk mejaga keselamatan seseorang atau pasien.

Toksikon justru membantu seseorang untuk membantu tindakan atau opsi yang tepat digunakan untuk mengevaluasi  dan mengembangkan pendekatan yang memenuhi persyaratan peraturan (kesehatan) secara efisien dan efektif.

Selama ini, sesuatu penemuan baru—misalnya obat berupa zat—diujicobakan dulu pada hewan sebelum digunakan untuk manusia.  

Alan tetapi, tim ahli masih memerlukan data hasil penelitian uji coba suatu zat atau bahan Kimia terhadap hewan sebagai bahan evaluasi, apakah aman suatu zat Kimia itu bagi manusia?  

Kita apresiasi tim ilmuwan dari Fraunhofer Institute for Toxicology and Experimental Medicine ITEM yang bahu membahu dengan 39 mitra (para ahli) dari 13 negara. Para ahl terlibat mengerjakan berbagai proyek penelitian. 

Para pihak terkait berkerja untuk membuat perubahan paradigma yakni menjauhi eksperimen pada hewan dan menuju pemahaman lebih dalam yang meliputi  cara kerja zat kimia di dalam tubuh manusia.

Tim ahli dari Fraunhofer ITEM, P.R.I.T.® ExpoCube® mengembangkan kemungkinan pemaparan ke berbagai kelas zat yang dapat dan mudah dihirup oleh manusia atau pasien.

Sedangkan  pengujiannya dilakukan dengan kemampuan produksi ulang yang tinggi dan dilakukan dengan kontrol dosis yang tepat, ketat, dan diperlukan secara aman.

Apakah hipotesis read-cross dapat diturunkan dari in vivo data yang ada? Istilah Bahasa Latin in vivo data merupakan studi yang bersifat in vivo atau dalam yang hidup merupakan penelitian tentang pengaruh berbagai entitas biologis yang diuji secara keseluruhan, dan organisme atau sel hidup.

Subjek stud biasanya hewan dan manusia, dan tumbuhan yang merupakan ekstrak jaringan atau organisme mati. Contohnya di Jerman, jumlah hewan yang diuji secara umum tetap sama selama beberapa tahun hingga sekarang. 

Menurut Kementerian Pangan dan Pertanian Federal Jerman (BMEL), jumah hewan yang dilakukan sebagai uji percobaan zat kimia mencapai 2.825.066 ekor pada tahun 2018. 

Sementara Sylvia Escher, Kepala Departemen Toksikologi In-silico di Fraunhofer ITEM yang berkantor di Hannover, Jerman, telah mengembangkan alternatif baru yang tadinya digunakan adalah pengujian dengan hewan. 

“Di institut kami, kami bekerja dengan berbagai kelompok dengan konsep baru untuk penilaian risiko kimiawi,” jelas Sylvia Escher, Kepala Departemen Toksikologi In-silico di Fraunhofer ITEM yang juga ahli kimia itu. 

Sylvia Escher menyebut dua contoh (hasil) yang didapatkan dari pengerjaan proyek EXITOX dan EU-ToxRisk. Kedua poryek itu bertujuan untuk mengembangkan strategi pengujian berdasarkan garis sel manusia dan bagian organ manusia itu sendiri.

Artinya yang lebih konkrit, menurut Sylvia Escher, dimaksudkan untuk mengurangi dan sekaligus menggantikan hewan percobaan—sebagai uji coba—dan akan diterapkan pada jangka panjang.

Mencari alternatif yang lebih baik dan lebih konservatif yang bertujuan untuk mengembangkan opsi yang lebih konservatif dan lebih baik serta nyaman bagi manusia atau pasien. 

Dalam pengujian hewan secara konvensional, para ilmuwan mengamati timbulnya efek toksik, seperti peradangan atau perubahan jaringan pada organ terkait, setelah dilakukan pemberian zat uji coba. 

Secara khusus, tim ilmuwan berusaha untuk menentukan, apakah paparan (kotoran, dan zat lainnya) terus menerus terhadap suatu zat dapat merusak organisme? 

Apakah konsentrasi rendah, seperti yang diserap setiap hari dari udara, dan tidak menimbulkan keadaan  yang kritis?  

“Di EU-ToxRisk dan EXITOX, kami menyelidiki mode tindakan yang mengarah ke efek toksik yang diamati. Kami menggunakan sistem pengujian manusia daripada melakukan pengujian pada hewan. Kami  berharap hasilnya lebih relevan dengan pengujian yang dilakukan pada manusia,” ujar Sylvia Escher  ahli Kimia itu.

Seraya menunjukkan manfaat dari cara pendekatan dengan pengujian manusia, Sylvia Escher dan sejumlah kelompok kerja di Fraunhofer ITEM yang melibatkan tiga dari sembilan studi kasus yang dilakukan sebagai bagian dari proyek EU-ToxRisk.  

Baca: Simulasi dengan Jaringan Manusia, Apakah Paru-paru tidak Rusak?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *