Inspiration, MICE

Tumor di Kepala dan Leher, Bagaimana Mendeteksi?

ShareWaspada terhadap tumor di kepala dan leher namun jangan takut. Tim ahli menemukan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
Tumor di Kepala dan Leher

Waspada terhadap tumor di kepala dan leher namun jangan takut. Tim ahli menemukan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang mampu mendeteksi dan menggambar posisi tumor dalam 3D yang bertengger di kepala dan leher.    

Tumor di Kepala dan Leher
Model pasien yang uji coba deteksi tumor di kepala dan leher dengan menggunakan perangkat lunak. Tumor di kepala dan leher (Foto/©:  Fraunhofer/Peter Granser)


Kabar baik bagi penderita tumor yang bertengger di dalam kepala atau leher. Tim peneliti Fraunhofer sukses menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang secara otomatis mampu mendeteksi keberadaan tumor. 

Seperti yang dijelaskan oleh seorang peneliti, Wesarg, “Alat perangkat lunak buatan kami mampu melokalisasi dan memberi label tumor yang ditampakkan pada gambar tomografi komputer, menyajikannya dalam 3D dan menganalisis data gambar yang sesuai.” 

Sistem itu didasarkan pada jaringan saraf dan dilatih dengan data di mana tumor diberi label secara manual. Kemudian data itu digunakan untuk menghasilkan model. 

Data tambahan dianalisis mulai dari peta di kepala menuju leher. Jika informasi memberitahukan jaring yang benar-benar terlihat sehat maka sistem tidak perlu mencari tumor. Hasil peta di  kepala dan leher memberikan pemilihan peneletian yang lebih awal. 

Bagaimana kecerdasan buatan digunakan untuk mendeteksi tumor? Adakah sesuatu yang tidak terlihat perangkat lunak namun manusia justru  melihatnya? 

Alat berbasis artificial intelligence (AI) ini menggunakan berbagai parameter deskriptif untuk menjawab pertanyaan tadi. 

Secara total, dengan perangkat lunak yang sesuai, lebih dari seratus parameter jenis ini dapat diekstraksi dari gambar tumor yang bersarang di kepala dan leher. 

Mendekteksi posisi tumor lebih cepat, lebih murah, dan lebih lembut dibanding teknik biopsy, inilah tekad para peneliti yang merasa tertantang untuk menemukan perangkat lunak yang ampuh.

Hasil percobaan awal menunjukkan bahwa dengan pendekatan berbasis artificial intelligence sementara gambar CT (scan) hanya dapat menginformasikan dengan cara prosedur bedah yang kemudian ditindaklanjuti  dengan analisis jaringan tumor yang diekstraksi di laboratorium. 

“Kita membayangkan, misalnya suatu korelasi ditemukan antara pola intensitas dalam wilayah tumor dan kelainan sel yang terdeteksi di laboratorium. Dengan jumlah pasien yang cukup, suatu hari dimungkinkan untuk menyimpulkan kepastian statistik—perubahan sel patologis berdasarkan penampilan tumor dalam data gambar,”  tutur Wesarg. 

Demikianlah teorinya, akan segera dimungkinkan untuk menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk meyimpulkan penanda jaringan, meniadakan kebutuhan atas biopsi yang sesungguhnya. 

Cara ini lebih mengentengkan pasien dan perusahaan asuransi kesehatan. Hasilnya pun   lebih cepat daripada biopsi dengan analisis laboratorium terhadap jaringan yang diekstraksi untuk mengetahui apakah ada kandungan tumor. 

Beberapa bagian dari teknologi ini sudah digunakan dalam uji coba awal di klinik HNO di University Hospital of Düsseldorf, Jerman. Para dokter menggunakan teknologi untuk menganalisis data pasien secara surut dan meninjau tugas kelompok. 

Tes ini diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana temuan artificial intelligence (AI) berkorelasi dengan pengetahuan empiris, sehingga menandai langkah pertama menuju kohorting. Selanjutnya menuju pengobatan yang dirancang bagi tiap pasien. 

Hasil penelitian ini bertujuan jangka panjang yakni untuk mempersonalisasikan perawatan medis—mengidentifikasi terapi dengan probabilitas keberhasilan tertinggi untuk setiap pasien. 

Untuk mencapai hal ini, algoritma yang dikembangkan untuk daerah kepala dan leher juga dapat diperluas ke jenis kanker lainnya. Oleh sebab itu, algoritma perlu memiliki informasi yang relevan untuk struktur mana yang harus dicari dalam data gambar. 

Penanda tumor di daerah kepala dan leher memiliki perbedaan misalnya dari tumor paru-paru.

Tim peneliti bekerja sama dengan perusahaan MedCom GmbH yang berlikasi di Darmstadt, IGD Fraunhofer. Para peneliti juga  memulai proses ini sedini diagnosis awal. 

Dalam proyek BMBF ECHOMICS, tim peneliti menggunakan kecerdasan buatan atau AI untuk menganalisis gambar ultrasound dari kelenjar getah bening dalam proses yang dianalogikan dengan biopsi. 

Hal itu dilakukan karena pembesaran kelenjar getah bening yang permanen dapat mengindikasikan adanya tumor dalam tubuh. 

Dengan demikian memungkinkan dokter untuk mendeteksi tumor lebih cepat dari yang telah.  dilakukan sebelumnya. 

Perangkat lunak memfasilitasi perawatan yang lebih cepat dan meningkatkan peluang keberhasilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *