Energi, Renewable Sources

Potensi Hidrogen Sumber Ekonomi Hijau, Membutuhkan SDM Profesional

ShareSecara teori, potensi hidrogen sumber ekonomi hijau menambah nilai baru ekonomi  Indonesia. Namun, jika SDM minim penguasaan sains dan teknologi, kita menjadi...

Written by Rayendra L. Toruan · 7 min read >

Secara teori, potensi hidrogen sumber ekonomi hijau menambah nilai baru ekonomi  Indonesia. Namun, jika SDM minim penguasaan sains dan teknologi, kita menjadi buruh di rumah sendiri dan berpotensi terjadi malapetaka di masa yang akan datang.  

 

Gambaran yang memperlihatkan rangkaian pabrik hidrogen di masa depan seperti yang diprediksi oleh para ilmuwan Fraunhofer (Jerman). Potensi hidrogen sumber ekonomi hijau (Foto/@: Fraunhofer)

Penulis/editor: Rayendra L. Toruan

mmINDUSUSTRI.co.id – Penggunaan bahan bakar fosil masih dominan di sebagian besar portofolio tenaga listrik di tingkat global termasuk di Indonesia. Dominasi energi berbasis minyak dan gas menimbulkan dampak terhadap pemanasan suhu global. 

Kenaikan suhu rata-rata terjadi pada atmosfer dan hal itu memengaruhi kondisi lingkungan dan kualitas udara terutama di kota-kota dan sentra-sentra industri yang menghasilkan emisi.

Demikian juga gas rumah kaca menciptakan penumpukan karbon dioksida di atmosfer—ini menyebabkan peningkatan pemanasan bumi dengan kenaikan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan. 

Para ilmuwan menyebutkan bahwa atmosfer bumi merupakan: 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, dan 1 persen gas lainnya. Sebagian dari gas-gas itu dinamai sebagai gas rumah kaca yang meliputi uap air, karbon dioksida, ozon, metana, dan dinitrogen oksida. 

Sebenarnya, gas-gas tadilah yang berperan untuk melindungi dan menjaga bumi dari radiasi matahari. Meningkatnya suhu permukaan bumi dikarenakan meningkatnya emisi gas rumah kaca sehingga terjadi pemanasan global.  

Dunia sepakat memperbaiki lingkungan hidup dan mengendalikan pemanasan global. Kesepakatan itu ditetapkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP21 di Paris, Prancis (29 November 2015), dan  KTT Pemimpin Dunia COP26 di Glasgow, Skotlandia (31 Otober – 1 November 2021).

Penyebab utama perubahan iklim karena peningkatan kadar emisi karbondioksida (CO2) ditambah  peningkatan kadar gas rumah kaca dan tebaran polusi di lingkungan (tanah, air, dan udara).

Tahun 2012, World Resource Institute (WRI) merilis data 10 negara penghasil terbesar emisi karbondioksida (CO2) dihasilkan oleh negara-negara mencapai 47,59 miliar ton emisi CO2 (MtCO2e) per tahun. Meski data ini belum diperbarui (mungkin) perubahan datanya tidak jauh berbeda.  

Sebagai penghasil emisi karbon terbesar di dunia adalah China 10,68 10.684,29 MtCO2e per tahun, Amerika Serikat dengan 5.822,87 MtCO2eon, 28 negara di Uni Eropa menghasilkan 4.122,64 MtCO2e, (WRI tidak menjelaskan status Inggeris), dan   India menghasilkan 2.887,08 MtCO2e.  

Sedangkan Rusia menghasilkan2.254,47 MtCO2e, Indonesia memiliki emisi karbondioksida 1,98 miliar ton emisi CO2 (1.981 MtCO2e) per tahun. Brasil, Jepang, dan Kanada juga masuk 10 besar sebagai penghasil emisi karbondioksida. 

Bagaimana mengendalikan penambahan emisi karbondioksida untuk mencegah global warning? Dunia sepakat mengurangi emisi karbondioksida dengan melakukan penemuan baru di bidang energi baru terbarukan agar tidak bergantung pada penggunaan minyak dan gas bumi. 

Potensi EBT Indonesia

Indonesia memiliki potensi energi baru  terbarukan (EBT) meliputi mini/micro hydro sebesar 450 MW, biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det, dan energi nuklir 3 GW—merupakan data dari Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Alam dan Minerala.

Sesuai Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17 persen dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5 persen, Panas Bumi 5 persen; Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5 persen, dan batubara yang dicairkan sebesar 2 persen. 

Pemerintah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024. 

Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar US$13,197 juta. Dan untuk mengembangkan biomasa dilakukan dengan peningkatan pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi yang terintegrasi dengan sektor industri.

Pengintegrasian pengembangan biomassa itu sekaligus melibatkan  kegiatan ekonomi masyarakat, dan meningkatkan pabrikasi teknologi konversi energi biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah dan sampah dari kota yang dapat diolah menjadi energi.

Sedangkan pengembangan mikrohidro dilakuan dengan mengintegrasikan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang melibatkan masyarakat di bidang ekonomi. 

Pemaksimalan potensi saluran irigasi untuk PLTMH, mendorong industri mikrohidro dalam negeri, dan mengembangkan berbagai pola kemitraan dan pendanaan yang efektif.

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menekankan kepada Petamina dan PLN untuk menyusun grand design tentang pengembangan EBT untuk menggantikaan minyak dan gas yang penggunaannya lebih dominan di Indonesia (pembangkit listrik, industri, transportasi, dan sebagainya).

Program hilirisasi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi (hulu-tengah-hilir), namun integrasi yang dilakukan bakal berpengaruh terhadap pengembanan produk bue economy, green economy, dan peluang mengembangkan teknologi inovasi (termasuk perangkat lunak da keras) dan penggunaan kandungan lokal yang dibutuhkan beberapa sektor industri.

Indonesia membangun blue economy park atau Integrated Green Economic Zone di Kalimantan Utara sejak Oktober 2021. Proyek di kawasan terluas di dunia ini menggunakan energi kelistrikan yang diolah dari arus Sungai Kayan.

PLN dan Pertamina harus segera melakukan transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan. Menurut Presiden, PLN masih menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit tenaga listrik. Batubara dan industri semen termasuk penghasil emisi. 

Transisi energi menuju ke sebuah energi hijau itu harus dilakukan demikian Presiden. Sungai Kayan  membentang di kawasan Kalimantan Utara-Kabupaten Bulungan-Malinau. Sungai Kayan memiliki potensi yang dapat dikengembangkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

“Kita ini ditanya oleh dunia, Indonesia itu punya kekuatan besar sekali, geothermal kita punya 24.000 MW hyrdropower kita punya sungai lebih dari seribu sungai,” ujar Presiden Joko Widodo.

Sungai Kayan diperkirakan mampu menghasilkan 13.000 MW ditambah potensi Sungai Membramo yang juga di Kalimantan Utara memiliki 24.000 MW. 

Menurut Presiden, energi hijau dibangun di kawasan tersendiri dengan membedakan transmisi karena akan dialirkan ke aliran industri yang akan menghasilkan produk hijau sehingga  value dan harga lebih tinggi dari produk yang dihasilkan secara konvensional (biasa).

Sungai Kayan akan mensuplai arus listrik ke ibukota negara baru di Kalimantan Timur. Pembangunan proyek PLTA di Sungai Kayan direncanakan dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2025.

“Jangan berinvestasi di Indonesia karena masih gunakan fosil, jangan beri bantuan ke Indonesia karena masih gunakan fosil, nekannya mesti gitu, ini yang harus kita antisipasi,” tandas Presiden Joko Widodo kepada jajaran pemimpin Pertamina dan PLN.

Kekuatan potensi energi yang berasal dari Sungai Kayan termasuk bagian dari Energi Hidrogen. Unsur hidrogen yang paling melimpah dibanding dengan semua unsur yang dikandung alam semesta. 

Hidrogen luar biasa 

Meski memiliki karakteristik yang antara lain tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak kasat mata maka gas hidrogen menjadi sumber energi yang luar biasa—memberi manfaat luar biasa asalkan dikembangkan oleh tenaga sumber daya manusia (SDM) yang menguasai sains dan teknologi termasuk penguasaan riset (desai, perangkat keras dan perangkat lunak). 

Hidrogen dapat diubah menjadi sumber energi terbarukan tanpa menghasilkan polusi (nol emisi) yang menurut para ahli/periset, hidrogen dapat dijadikan sebagai landasan ekonomi energi baru. Energi hidrogen telah digarap oleh ilmuwan Inggris Henry Cavendish pada tahun 1776.  

Menurut Henry Cavendish kepada pimpinan Royal Society of London, bahwa air (H2O) terdiri dari hidrogen dan oksigen. Sejak penemuan itu, teknologi hidrogen berkembang pesat, dan hasilnya digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan mesin kendaraan,  transportasi dan logistik, sistem listrik di sektor manufaktur, dan produksi air murni.

Oleh karena air mengandung unsur hidrogen dan oksigen maka diperlukan kombinasi elemen lain dengan melakukan ekstrak untuk mengubahnya menjadi sumber energi kelistrikan. 

Hidrogen terdapat dalam beberapa senyawa organik seperti  hidrokarbon yang menghasilkan bahan bakar seperti gas alam, bensin, propana, dan metanol. 

Di sinilah peran para periset dan ilmuwan untuk menciptakan teknologi dan perangkat lunak yang diaplikasikan dalam proses pembuatannua agar dapat memanfaatkan hidrogen dalam bentuk  paling murni yang dapat dituai.

Kimia hidrogen demikian sederhana merupakan atom tunggal berupa proton dan elektron. Dalam bentuk gas, dapat dibakar sebagai bahan bakar yang disimpan dalam sel daya untuk  menghasilkan energi ledakan—ini bermanfaat untuk mendorong roket dan pesawat ruang angkasa. 

Menurut peneliti, hidrogen disimpan secara kriogenik (beku) atau dalam wadah udara terkompresi sebagai gas yang membutuhkan tempat atau ruang penyimpanan yang mampu menampung sejumlah besar hidrogen. 

Bagaimana hidrogen menjadi listrik Transformator DC generasi baru? Dua ilmuwan masing-masing bernama  Stefan Matlok dan Dr. Bernd Eckardt dari Lembaga Fraunhofer (Jerman) mengembangkan konverter DC generasi baru. 

Hasil penelitian mereka merupakan langkah penting menuju transisi energi dan mobilitas. Sel bahan bakar merupakan kunci pembuka pintu revolusi energi dan mobilitas. Kedua peneliti itu menciptakan komponen yang beratnya ringan dan kecil dengan efisiensi dan bermanfaat yang tinggi. 

Rangkaian konverter DC ke DC sederhana-tegangan searah (DC) pada sistem tenaga listrik saat ini sangat dibutuhkan seperti pada berbagai macam peralatan rumah tangga. Salah satu aplikasi yang berhubungan dengan tegangan searah (DC) itu adalah konverter DC ke DC. 

Dengan rangkaian konverter DC ke DC ini, menurut peneliti, kita dapat membuat dan memiliki  konverter DC ke DC yang dapat digunakan untuk menyuplai sistem catu daya di dalam mobil atau disebut Fuel Cell Electric Vehicle. Arus listrik yang digunakan pada kendaraan listrik berasal dari hidrogen.

Indonesia yang memiliki sumber minyak dan gas serta batubara, apakah bahan itu dapat dijadikan sebagai hidrogen? Bagaimana memisahkan hidrogen dari gas alam ketika dua gas dicampur di dalam pipa? 

Hidrogen bersih merupakan bahan bakar bebas karbon yang mampu memberikan kontribusi signifikan untuk mengatasi perubahan iklim. Salah satu masalah utama yang membuat hidrogen kurang menarik dibandingkan baterai untuk penggunaan kendaraan listrik karena hidrogen membutukan distribusi yang ketat. 

Hidrogen harus tetap dingin dan di bawah tekanan dan merupakan konteks energi terbarukan. Pendistribusian hidrogen jauh lebih sulit disbandingkan bensin.

Teknologi pencampuran hidrogen merupakan solusi yang diciptakan oleh peneliti di perusahaan SoCalGas (Jerman) dan HyET Hydrogen (Belanda). Para peneliti di kedua perusahaan itu telah menguji teknologi  Electrochemical Hydrogen Purification and Compression (EHPC) System.

Teknologi EHPC baru secara bersamaan memisahkan dan memampatkan hidrogen dari campuran hidrogen dan gas alam sehinga hidrogen mudah diangkut melalui sistem pipa gas alam, kemudian diekstraksi dan dikompresi di stasiun pengisian bahan bakar yang menyediakan hidrogen untuk kendaraan listrik sel bahan bakar. 

Teknologi EHPC dirancang untuk menyediakan hidrogen murni dengan kompresi tinggi di mana pun ada sistem distribusi gas alam. Teknologi EHPC bekerja dengan menerapkan arus listrik melintasi membran selektif hidrogen untuk memungkinkan hanya hidrogen yang menembusnya sambil memblokir komponen gas alam. Pasokan arus listrik yang terus menerus menumpuk dan menekan hidrogen.

Untuk menguji teknologi, peneliti mencampur gas hidrogen dalam konsentrasi tertentu dari 3 hingga 15 persen dengan metana, komponen utama gas alam. Campuran gas tersebut kemudian  diinjeksikan melalui sistem uji pipa gas alam yang disimulasikan untuk memberikan data kinerja untuk optimalisasi sistem EHPC.

Hingga saat ini (2021) sekitar 10 kg hidrogen dapat dikompresi dan disimpan setiap hari. Dalam dua tahun ke depan, teknologi EHPC dapat ditingkatkan untuk menghasilkan 100 kg hidrogen per hari atau lebih dari satu sistem EHPC. Angka itu cukup untuk menggerakkan 20 kendaraan listrik sel bahan bakar.

Dr. Torsten Birth salah satu peneliti senior di Fraunhofer (Jerman) menuturkan keinginannya untuk  memasok listrik, gas, dan panas ke kawasan industri. Hidrogen yang dihasilkan selama elektrolisis dapat disuntikkan ke dalam jaringan gas, digunakan sebagai bahan bakar, diubah menjadi metana atau metanol, dan disediakan sebagai bahan baku industri. 

Tim penelit sedang mengembangkan subkomponen yang dapat diperluas secara modular yang  saling berhubungan dan terintegrasi di area bisnis dan industry—ini memungkinkan untuk mengimplementasikan desain pabrik hidrogen mereka. 

Sementara kandungan tambang batubara, biodiesel, limbah industri, dan bahan migas masih besar di  Indonesia, apakah bahan itu dapat diolah menjadi hidrigen?

Masalah yang kita hadapi, kita harus mampu mengolah hasil energi yang melimpah di alam Nusantara. Jika tidak, kitab isa menjadi buruh di rumah sendiri atau kita kegelapan dan mengjadapi malapetaka karena tidak dapat mencapai consensus seperti disampaiakan di KTT Pemimoun Dunia COP26 Glasgow, Skotlandia.

“Kita membutuhkan tenaga SDM yang menguasai sains dan teknologi, termasuk meningkatkan peran para peneliti di bidang hodrogen dan pengembangan teknologi,” simpul Prof.Dr.Ir. Widodo Wahyu Purwanto, seorang peneliti senir di Universitas Indoensia. 

Contoh aplikasi, kendaraan listrik membutuhkan 2-3 kali isi (cas) lisrik masing-masing selama 3-4 jam agar mampu mencapai 250 km. Sedangkan kendaraan dengan hidrogen hanya butuh 4 menit isi/cas H2 untuk mencapai jarak 250 km. Artinya, energi hidrogen sangat menjanjikan harapan baru. 

Bahan bacaan:

  1. https://ilmupengetahuanumum.com/10-negara-penghasil-emisi-karbon-terbesar-di-dunia/
  2. ttps://www.conserve-energy-future.com/HydrogenEnergy.php
  3. https://www.sciencedirect.com/science/
  4. New technology could enable rapid expansion of hydrogen fueling stations (Fraunhofer, 2021)
  5. https://www.sciencedirect.com/science/
  6. Prof.Dr.Ir. Widodo Wahyu Purwanto, The Role of Hydrogen for Net Zero Emission, November 2021
  7. Suwanto, Hydrogen Routes Indonesia, November 2021
  8. Maulana, Air Liquide Indonesia, November 2021.   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *