Inspiration, MICE

Molekul Memperkuat Sistem Kekebalan, Peneliti Kembangkan Pendekatan Terapeutik

ShareMenurut peneliti molekul memperkuat sistem kekebalan untuk memerangi  dan melawan penyakit menular. Para ahli Fraunhofer memiliki pendekatan terapeutik (baru) agar rumah sakit...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
Sistem Kekebalan

Menurut peneliti molekul memperkuat sistem kekebalan untuk memerangi  dan melawan penyakit menular. Para ahli Fraunhofer memiliki pendekatan terapeutik (baru) agar rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat penyelamatan nyawa manusia, terhindari dari risiko yang berbahaya.

Sistem Kekebalan
Jamur Candida albicans (kiri) pada sel usus di bawah mikroskop, dan tes berbasis sel (kanan) untuk mengidentifikasi imunomodulator. Molekul memperkuat sistem kekebalan (Foto/©: Fraunhofer IGB)

Infeksi berpotensi meningkatkan risiko bagi pasien di rumah sakit. Lembaga Fraunhofer Institute for Interfacial and Bioprocess Engineering IGB mengembangkan pendekatan terapeutik yang baru untuk meningkatkan dan memperkuat sisem kekebelan tubuh. 

Para peneliti mengerjakan hal itu melalui proyek InnateFun ungkap rilis Fraunhofer IGB belum lama ini. 

Tim ahli Fraunhofer bekerja sama dengan beberapa mitra untuk meneliti reseptor kekebalan sel. Menurut para peneliti kekebalan sel dipengaruhi sedemikian rupa sehingga sel mampu bertahan lebih baik terhadap mikroorganisme  yang berbahaya. 

Pada infeksi jamur ragi dari genus Candida yang familiar dan umum di kalangan rumah sakit, pendekatan terapeutik ini diselidiki dengan menggunakan model hewan. Hasil uji yang pertama cukup menjanjikan.

Rumah sakit merupakan tempat penyelamatan nyawa manusia. Akan tetapi, suatu peristiwa  berpotensi penylut bahaya yang mengancam hidup seseorang yang sedang berbaring di rumah sakit. 

Misalnya, risiko terinfeksi kuman atau virus bagi pasien rawat inap atau pengunjug rumah sakit jumlahnya banyak. Bagi pasien yang lemah atau sedang dalam pemulihan dari operasi atau penyakit lainnya, bisa terinfeksi.

Infeksi merupakan tambahan penyakit yang menyebabkan komplikasi serius bagi pasien. Contohnya, infeksi invasif yang berasal dari jamur, genus Candida atau Aspergillus sangat ditakuti oleh tim medis. 

Sementara Candida sering ditemukan sebagai biofilm pada alat kesehatan seperti kateter yang digunakan oleh tim medis seperti dokter yang menangani pasien di rumah sakit. Suatu infeksi justru menambah penderitaan pasien.   

Pendekatan terapeutik konvensional untuk memerangi infeksi dengan obat yang dirancang untuk membunuh pathogen, ternyata sering tidak cukup ditargetkan dan mencapai batas keampuhannya. Ternyata mikroorganisme penyebab penyakit menjadi resisten.

Terima kasih kepada para ahli di Fraunhofer IGB yang melakukan  pendekatan baru melalui proyek InnateFun. Para peneliti di Stuttgart memanfaatkan kemampuan sistem kekebalan manusia sebagai sistem pertahanan. 

Wakil Kepala Institut dan Koordinator Unit Bisnis Kesehatan, Prof. Steffen Rupp menjelaskan, “Ide dasar yang kami temukan dari proyek InnateFun  adanya kemungkinan sistem kekebalan untuk merespon lebih cepat, efektif, dan lebih spesifik terhadap infeksi.”

Untuk mencapai tujuan yang maksimal, Dr. Anke Burger-Kentischer dan timnya dari Fraunhofer IGB  mencampurkan garis sel reporter—tim peneliti telah membuat dan patenkan sendiri—dengan  molekul yang strukturnya mirip dengan patogen untuk memicu reaksi dari reseptor kekebalan. 

Idenya adalah ketika sistem kekebalan bereaksi terhadap molekul, juga terjadi perlawan terhadap patogen yang lebih efektif.

Model infeksi epitel: jaringan berwarna setelah invasi Candida albicans (ungu) ke dalam sel epitel manusia (biru). (Foto/©: Fraunhofer IGB)

Bagaimana sistem kekebalan dalam tabung bereaksi? Apa yang didengarkan secara jelas dan logis namun proses pencapaiannya demikian rumit dan sulit. 

“Kesulitannya adalah menemukan dari ribuan molekul yang di dalamnya garis sel pelapor menunjukkan reaksi,” ujar Dr. Burger-Kentischer yang mempin tim peneliti. 

Oleh sebab itu, Fraunhofer Project Center for Drug Delivery and Discovery at Hebrew University atau kantor pusat proyek Fraunhofer, menyaring beberapa ratus molekul yang dianggap sebagai kandidat melalui Computational Chemistry atau Kimia Komputasi. 

Ini adalah metode umum dalam penelitian farmasi, yang sifat dan struktur molekul atau padatannya diselidiki dan disimulasikan di komputer. 

Pada langkah kedua, molekul, yang hanya dibuat secara virtual di komputer, disintesis secara kimiawi di laboratorium.

Pada langkah ketiga, para peneliti dari Fraunhofer IGB menerapkan zat dalam larutan ke jalur sel yang diproduksi secara khusus satu demi satu. 

Dalam teknik ini, yang dikenal sebagai assay, para peneliti menggunakan reaksi warna untuk mengidentifikasi zat mana yang bereaksi terhadap sel. Reseptor kekebalan mereka mengaktifkan apa yang disebut gen reporter, yang memicu reaksi warna.

Dengan molekul yang memicu reaksi dalam uji in vitro, percobaan dimulai ke fase berikutnya, percobaan ex vivo. Di sini tes diulang, tapi kali ini bukan dengan garis sel, tapi dengan darah manusia dan sel kekebalan yang dimurnikan. 

Selanjutnya, para peneliti dapat melihat apakah dan bagaimana imunoreseptor dalam sel alami (primer) juga bereaksi terhadap molekul (imunomodulator).

Mitra peneliti adalah EMC microcollections GmbH di Tübingen, Hebrew University of Jerusalem in di Israel, bekerja sama dengan Fraunhofer Project Center for Drug Delivery and Discovery di Hebrew University, the Katholieke Universiteit Leuven, Belgia, the University Hospital Lille, Prancis dan the University of Vienna.

Para mitra mengambil alih hasil Fraunhofer IGB dan menguji, antara lain, pada model hewan apakah molekul yang teridentifikasi memiliki efek pada infeksi jamur yang ditimbulkan.

Prof. Steffen Rupp menandaskan, “Sementara ini, kami telah mencapai tonggak penting yang pertama. Kami menemukan molekul yang sangat memengaruhi respons kekebalan dalam darah manusia dan membuat infeksi jamur menjadi kurang dramatis pada tikus.”

Jika jenis terapi ini dipasarkan suatu hari nanti sesuai dengan perkembangan  dan prosedur persetujuan, dokter yang merawat akan memiliki senjata tambahan dalam memerangi infeksi berbahaya di rumah sakit, selain terapi yang ada.

Para peneliti Fraunhofer berharap bahwa pendekatan terapeutik baru suatu hari nanti tidak hanya membantu melawan infeksi jamur, tetapi juga dapat digunakan untuk penyakit menular lainnya atau untuk penyakit autoimun, seperti arthritis atau psoriasis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *