Energi, Renewable Sources

Pohon Seribu Guna, IJBNet Mengeksplorasi Potensi Ekonomi dari Kelapa

ShareKekaguman terhadap pohon seribu guna diekspresikan oleh Ismail Marzuki melalui Rayuan Pulau Kelapa. Sementara IJBNet yang diprakarsai Dr Suyoto Rais mulai mengeksplorasi...

Written by Marinus L Toruan · 3 min read >
Pohon Seribu Guna

Kekaguman terhadap pohon seribu guna diekspresikan oleh Ismail Marzuki melalui Rayuan Pulau Kelapa. Sementara IJBNet yang diprakarsai Dr Suyoto Rais mulai mengeksplorasi potensi ekonomi.

Pohon Seribu Guna
Daging kelapa diolah menjadi produk pangan dan nonpangan (kiri). Dr. Suyoto Rais, Ketua Umum IJBNet saat berada di lokasi survey. Pohon seribu guna (Foto/@: agro.kemenperin.go.id/IJBNrt)

Penulis/editor: Marinus L. Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Orang Melayu menyebutkan kelapa sebagai pohon  seribu guna. Sedangkan India Selatan menamai pohon penghasil  kopra ini sebagai kalpa vrikshan (bahasa Sansakerta) yang berarti tanaman yang menyediakan kebutuhan manusia.

Sedangkan Filipina menamai kelapa—buahnya memiliki daging sebagai penyedap beragam makanan seperti rendang—sebagai  the tree of the life atau pohon kehidupan.  

Indonesia, India, Filpina, dan Sri Langka termasuk  negeri yang memiliki kelapa penyedia seribu kehidupan. Meski jarang mendengarkan kegiatan International Coconut Community (ICC) yang telah berusia 49 itu, namun keberadaan ICC tentu berkaitan dengan potensi ekonomi dari kelapa.

Mengawali bulan September 2021, ICC menyelenggarakan pertemuan yang dibuka oleh Dr. Jelfina Alow,  orang pertama dari Indonesia sebagai pemimpin perhimpunan komunitas kelapa dunia itu.

Menurut Indonesia-Japan Business Network (IJBNet) sebuah organisasi yang mewadahi para pebisnis (Indonesia dan Jepang), Menko Perekonomian  Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian, perwakilan negara anggota ICC, pakar perkelapaan,  dan pelaku industri berbasis kelapa menghadiri acara itu. 

Ketua Umum IJBNet, Dr. Suyoto Rais menyampaikan keinginan untuk  memperjuangkan produk kelapa (Indonesia) agar dapat diolah menjadi bio-avtur atau sustainable aviation fuel (SAF) yang dapat digunakan sebagai bensin penggerak mesin pesawat jet. 

Aksi selanjutnya adalah melakukan kajian dan survei yang dilakukan  bersama pebisnis dari  Jepang yang tertarik mengolah SAF—bersumber dari  kelapa dengan nama latin Cocos nucifera itu. 

Tim survei IJBNet menyimpulkan bahwa bahan baku SAF sangat baik jika diolah menjadi bio-avtur bahan bakar (energi) mesin pesawat. 

Pendapat IJBNet itu mendukung kesimpulan yang dikemukakan oleh Ikatan Ahli Bio-energi Indonesia bahwa bahan  bio-fuel untuk pesawat lebih unggul dibanding bio-avtur berbahan dasar kayu seperti disimpulkan peneliti di Amerika Serikat.

Pohon Seribu Guna
Tim survei di salah satu provinsi penghasil kepala (Foto/@: IJBNet)

Setidaknya 2 perusahaan  dari Jepang  berencana untuk (segera) mulai persiapan pendirian pilot plant di lokasi potensial kelapa untuk mengolah CCO di pabrik SAF baik di Jepang dan Indonesia. 

Akan tetapi, niat baik itu masih terganjal aturan International Civil Aviation Organization yang tidak membolehkan menggunakan bahan baku pangan untuk diolah menjadi bio-energi seperti kelapa yang menyebabkan pemerintah Jepang belum melambaikan tanda setuju seperti nyiur melambai.

Menurut IJBNet dan mitra Jepang  yang melakukan studi kelayakan di wilayah-wilayah potensial,  sekitar 30 persen dari semua kelapa di Indonesia dikategorikan sebagai kelapa non-standar  yang sulit diserap pasar seperti industri makanan. 

Buah kelapa berukuran kecil, terlalu tua, tumbuh tunas, pecah, rasa asam, dan faktor pada umumnya tidak dpat digunakan oleh pelaku industri makanan. 

“Justru buah kelapa yang tidak diterima pasar itu yang akan kami olah menjadi bio-avtur, dan tidak mengganggu pasokan kelapa untuk pangan,” tandas  Suyoto Rais lulusan salah satu universitas di Jepang itu. 

Apa alasan IJBNet memilih kelapa  sebagai bahan bahan bakar pesawat? 

Pertama, kelapa memiliki asam lemak, rantai karbon atau hidrokarbon yang sangat dekat dengan kebutuhan SAF. CCO memiliki 81 persen asam lemak yang diperlukan SAF, paling tinggi di antara minyak-minyak lainnya. 

Kedua, konsumsi minyak kelapa di seluruh dunia hanya 2.1 persen,  paling rendah di antara minyak lainnya. Konsumsi tertinggi minyak kelapa sawit, kedelai, dan rapeseed mencapai 77 persen. 

Ketiga, sebagian bush kelapa dari Indonesia tidak diserap pasar. Kelapa jenis itu diolah menjadi kopra dengan harga jual yang lebih rendah dari kelapa atau terbuang begitu saja sehingga bibit  kelapa tidak tumbuh dan dirawat dengan baik. 

Menurut Suyoto, pihaknya merencanakan replanting dan meningkatkan produktivitas dari 4.1 ton menjadi minimal 10 ton per hektar. 

Untuk memulai proyek yang menjanjikan itu, IJBNet menggandeng pebisnis Indonesia dan Jepang, pemasok kelapa, petani, pengolah CCO—dengan  mendirikan pabrik SAF di Indonesia dan  Jepang.  

Petani mendapatkan penghasilan tambahan dari pekerjaan lain yakni pengupas sabut tempurung dan mengolahnya sebagai  biomassa, mengolah air kelapa menjadi nata-de-coco,  dan pupuk organik cair dan lainnya. 

Pengurus IJBNet bertindak sebgai off taker yang menjual produk-produk  para binaan. Proyek yang digagas oleh IJBNet itu mendapat dukungan International Coconut Community—setelah menyimak paparan Ketua Umumnya.

Bahkan lembaga Rountable on  Sustainable Biomaterials telah menetapkan definisi kelapa non-standar yang boleh diolah menjadi bioenergi. Dukungan itu akan segera diteruskan ke Jepang. 

Untuk itu, IJBNet  menyiapkan pilot plant SAF di Indonesia. Kebutuhan SAF dunia terus meningkat. Menurut estimasi ICAO kapasitas produksi tercapai sebesar 13.6 miliar liter pada  tahun 2032.  Indonesia memerlukan 360 juta liter dan Jepang membutuhkan lebih dari 720 juta liter. 

“Saya yakin penggunaan CCO tidak menyalahi aturan ICAO. Indonesia berpeluang sebagai produsen terbesar bio-avtur asalkan mendapat izin untuk mengolah  bahan baku kelapa, kelapa sawit,  dan bahan lainnya yang sungguh potensial di Indonesia,” tandas Dr Suyoto Rais yang piawai berbahasa Jepang.

Punya kebun kelapa? Solihin, Direktur Eksekutif IJBNet  mengundang  pelaku industri kelapa, investor, dan calon-calon mitra yang tertarik bekerja sama. 

“Proyek ini memerlukan banyak dukungan dan kerja sama. Kami membuka pintu lebar-lebar kepada pihak di Indonesia, Jepang, dan lainnya untuk bersama-sama mengembangkan proyek ini termasuk bisnis-bisnis terkait,” ujar Solihin .

Kelapa menghasilkan produk pangan dan nonpanga. Selain bahan penyedap makanan, daging kelapa dapat diolah menjadi coconut meal, copra cake atau copra meal

Sedangkan tempurung diolah menjadi carbon active yang diolah menjadi coir fiber sebagai bahan jok sofa, tempat duduk di mobil dan pesawat. Hampir semua bagian dari pohon kelapa menghasilkan seribu guna.  

Alangkah nikmatinya duduk di kursi pesawat berbahan tempurung kelapa yang terbang dengan energi bio-avron sambil menikmati Rayuan Pulau Kelapa

Dan mayoritas penumpang adalah para pebisnis dari Indonesia dan Jepang yang bergabung di IJBNet.

スヨト・ライスさん、おめでとうございます(Suyoto raisu-san, omedetōgozaimasu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *