Inspiration, MICE

Perangkat Simulasi Ungkap Efek Suhu Panas bagi Tubuh, Amankah Atlet Olimpiade Tokyo?

SharePara insinyur membuat perangkat simulasi yang mampu mengungkap efek suhu panas bagi para atlet yang berlaga di Stadion Tokyo pada pesta Olimpiade...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
Perangkat Simulasi

Para insinyur membuat perangkat simulasi yang mampu mengungkap efek suhu panas bagi para atlet yang berlaga di Stadion Tokyo pada pesta Olimpiade 2020. Simulasi ini jua berguna untuk pabrikan dan manufaktur. 

Perangkat Simulasi
Sebuah simulasi yang menunjukkan dampak panas dan kelembapan bagi atlet yang berlaga di Stadion Tokyo, Jepang, Simulasi ini menyoroti kondisi yang dihadapi oleh para atlet yang berisiko terkena serangan panas, dehidrasi, dan kelelahan. Perangkat simulasi ungkap efek suhu panas bagi tubuh (Foto/@: Hexagon)

Penulis/editor: Rayendra L. Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Apakah para atlet dan olahragawan yang mengikuti Olimpiade Jepang tahun 2020 aman? 

Sebuah hasil simulasi menunjukkan dampak suhu panas dan kelembapan bagi atlet yang berlaga di Stadion Tokyo pada pesta olahraga Olimpiade di Jepang.

Suhu panas menyebabkan kondisi berbahaya bagi para atlet, dan berisiko terkena serangan panas, dehidrasi, dan kelelahan. Peristiwa ini merupakan pertandingan terpanas yang pernah tercatat pada Olimpiade.

Tim insinyur dari divisi Intelijen Manufaktur Hexagon menciptakan perangkat lunak simulasi dan telh  digunakan oleh pabrikan dan manufaktur seperti Airbus, Toyota, dan Samsung. Penggunaan perangkat simulasi untuk mengetahui  efek dari kondisi panas dan kelembapan terhadap produk dan bagi orang.

Risiko berbahaya itu bisa menimpa atlet pria yang bertanding pada lomba lari sejauh 10.000 m yakni perlombaan lintasan terpanjang di stadion. 

Meski perlombaan berlangsung setelah matahari terbenam, namun simulasi menunjukkan para atlet masih menghadapi kondisi yang sangat melelahkan.

Perangkat Simulasi Ungkap Efek Suhu Panas bagi Tubuh

Simulasi menunjukkan di bawah kondisi cuaca rata-rata Juli 27° C atau setara dengan (80,6° F) dengan kelembaban 70 persen, dan pelari sejauh 10.000 m dapat mengalami suhu inti di atas 39° C (39,7° C atau 102,3° F). 

Jika suhu mencapai di atas 38° C (100,4° F) tim ahli menyimpulkan hal itu dapat menimbulkan  demam bagi atlet. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa manusia perlu mempertahankan suhu inti antara 35° dan 39° C (95° dan 102,2° F) sehingga reaksi biokimia berfungsi optimal. 

Orang yang terpapar suhu ‘terasa seperti’ yaitu bagaimana efek suhu panas itu dirasakan oleh  individu—di  atas 32,2° C (90° F), yang berisiko terkena sengatan panas, kram panas, dan kelelahan yang berlebihan.

Sejumlah pengamat khawatir  dan mempertanyakan kenapa keputusan pertandingan Olimpiade  tahun 2021 ini dilaksanakan pada musim panas yang terik di Tokyo, Jepang.

Sejumlah ahli telah memperingatkan, “Anda tidak boleh berlari dengan suhu panas dan kelembaban seperti ini.” 

Suhu rata-rata di Tokyo pada akhir Juli dan awal Agustus merupakan tingkat yang tertinggi di kota tuan rumah sejak tahun 1984. Sebelumnya, Tokyo menjadi tuan rumah pertandingan Olimpiade tahun 1964.

Menyedari efek suhu panas, penyelenggara kala itu menggeser pertandingan dari Juli  ke bulan  Oktober 1964. Penyelenggara ingin menghindari dampak suhu panas jika pertandingan (Olimpiade) diselenggarakan di  Tokyo pada Juli-Agustus. 

Gangguan kesehatan seperti heatstroke kemungkinan besar menjadi ancaman terkait cuaca panas bagi peserta Olimpiade 2020. Para atlet dapat terpapar suhu panas dan kelembaban tinggi yang berkepanjangan.

Jika tiupan udara di stadion sedikit atau rendah, mengakibatkan atlet pingsan, kejang atau terjadi kelelahan umum yang menimpa atlet.

Untuk menunjukkan para atlet dapat mencapai dampak merugikan yang disebabkan suhu panas hanya dengan perubahan suhu beberapa derajat Celsius saja. Para insinyur pun  mensimulasikan dua skenario berbeda seperti berikut:

  • Kondisi lebih panas dari rata-rata: kecepatan angin dapat diabaikan, suhu udara 32° C, dan kelembapan 90 persen. 
  • Kondisi rata-rata sepanjang tahun: kecepatan angin dapat diabaikan, suhu udara 27° C dan kelembaban 70 persen.

Simulasi menunjukkan dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh sedikit perubahan cuaca. 

Jika suhu udara naik hanya lima derajat di atas rata-rata, suhu inti simulasi meningkat menjadi 39,77° C (103,6° F) dan suhu kulit menjadi 37° C (98,6° F).

Selain itu, dalam dua skenario yang lebih panas, suhu inti terjadi pada kepala atlet yang mencapai lebih dari 40° C (104° F), sementara dalam kondisi rata-rata suhu inti kepala mencapai 39,2° C (102,6° F). 

Dari semua organ tubuh, otak adalah salah satu organ yang paling rentan terhadap panas—ini dapat mengubah pola aktivitas saraf halus yang menyebabkan kematian saraf dan kejang. 

Paha dan panggul (keduanya 40,7° C atau 105,3° F) adalah area lain dari tubuh yang terbukti rentan terhadap suhu inti yang sangat tinggi jika suhu udara berada di atas rata-rata.

Kelembaban juga ingin memainkan faktor penting dalam kinerja dan kesehatan atlet. Kelembaban rata-rata untuk Tokyo pada bulan Juli adalah 70 persen.

Akan tetapi,  jika kelembaban meningkat hingga 90 persen, atlet akan mengeluarkan keringat rata-rata 810 ml (hampir 1,5 liter), dibandingkan dengan 630 ml (sekitar 1,3 liter) selama durasi lomba yang berlangsung sekitar 30 menit. 

Baca: Penggunaan Computational Fluid Dynamics, Atlet Lomba Hadapi Kondisi Sulit

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *