Inspiration, MICE

Membuat Prototipe Berbasis Simulasi Secara Virtual, Sensor Pengatur Mobil

ShareTim peneliti membuat prototipe berbasis simulasi secara virtual yang berguna sebagai sensor pengatur mobil saat memasuki area parkir dan berlalu lintas. Temuan...

Written by Rayendra L. Toruan · 3 min read >

Tim peneliti membuat prototipe berbasis simulasi secara virtual yang berguna sebagai sensor pengatur mobil saat memasuki area parkir dan berlalu lintas. Temuan baru ini bakal meniadakan peran 8,2 juta tukang parkir di Indonesia.     

Tim ilmuwan Fraunhofer IIS/EAS membangun laboratorium kendaraan untuk mereka sendiri dan mwmberi peluang ke pelaku pabrikan untuk menguji dan mensertifikasi kendaraan  dengan  cara virtual di lingkungan sendiri (Foto/©: Fraunhofer IIS/EAS)

Penulis/editor: Rayendra L Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Fraunhofer (sumber):  Di era digital ini, kita membutuhkan sensor pengatur  mobil saat memasuki area parkir dan saat meluncur di jalan raya. Apakah kendaraan yang self-driving  yang meluncur tanpa pengemudi dapat menggunakan sensor baru itu?

Para peneliti sedang  membuat prototipe berbasis simulasi yang uji coba dilakukan secara virtual.

Proses parkir merupakan hal yang sederhana dan kadang kita takjub dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat memarkir mobil di area parkir. Kita harus mengendalikan mobil dalam suatu proses parkir tanpa bantuan manusia atau tukang parkir.

Proses parkir dengan sensor pengatur merupakan hasil dari rangkaian uji coba yang berbiaya mahal dan butuh waktu lama untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Melalui pameran bertemakan electronica yang diselenggarakan di Jerman belum lama ini, tim peneliti Fraunhofer mendemonstrasikan bagaimana cara membuat prototipe berbasis simulasi yang dilakukan secara virtual—guna mendeteksi kesalahan yang dilakukan saat memarkir mobil.

Masalahnya adalah sistem kontrol elektronik yang kompleks pada tahap awal dan cara  mempersingkat waktu pengembangan dan secara signifikan harus dapat mengurangi biaya pembuatan sejak melakukan riset, desain, membuat teknologi, dan pembuatan perangkat.

Dari perangkat navigasi petugas menerima laporan kemacetan lalu lintas yang tidak terduga sebelumnya. Bagaimana robot bergerak di lingkungan yang dinamis itu?

Jawabannnya adalah pembuatan komponen elektronik cerdas yang mampu melakukan identifikasi, mengevaluasi, dan beradaptasi secara mandiri terhadap perubahan lingkungan lalu lintas,  dan struktur di internal robot sendiri menjadi bagian jaringan pada hidup keseharian kita. Ibarat smart phone, kita selalu membawa bersama ke mana pun kita pergi.

Akan tetapi,  para peneliti membutuhkan proses panjang untuk menciptakan produk cerdas yakni alat elektronik yang akan mudah kita dapatkan di pasar—sama  sekali tidak sesederhana yang publik bayangkan.

Bidang mikroelektronika, siklus pengembangan jauh lebih kompleks dibanding pengembangan  teknik mesin konvensional. Contohnya, untuk sirkuit terpadu secara khusus memerlukan application-specific integrated circuits (ASIC) yakni aplikasi dan sistem tersemat lainnya.

Para ilmuwan membutuhkan waktu hingga  enam bulan atau lebih. Suatu penundaan aksi atau tindakan menyebabkan peluang peluncuran produk ke pasar akan terlewat.

Tes dinamis dalam lingkungan simulasi

Untuk mempersingkat proses penemuan komponen elektronik yang dibutuhkan kendaraan roda empat itu maka Dr. Christoph Sohrmann dan tim peneliti di Fraunhofer Institute for Integrated Circuits IIS, Division Engineering of Adaptive Systems (EAS), mendukung para pelanggan atau pengguna.

Tim peneliti membuat produk dalam bentuk prototipe dalam bentuk virtual.

“Kami menjalankan bagian dari rantai pengembangan produk dengan  menggunakan simulasi—hal itulah memungkinkan kami memecah masalah alur pengembangan. Beberapa  tim dapat memulai secara paralel,” jelas Dr. Christoph Sohrmann, Manajer grup Pengembangan Sistem Virtual.

Dari model virtual murni hingga pengujian secara mandiri (fisik)—dalam proses pengujian perangkat keras dan perangkat lunak sesuai target produk dan pengujian. Para ilmuwan melakukan proses pengembangan yang berlangsung lancar dan baik.

“Dengan menggunakan model virtual memungkinkan kami memulai pengujian perangkat lunak secara intensif jauh sebelum perangkat keras tersedia. Pelanggan dapat menguji sistem  bagian demi bagian dalam satu putaran,” jelas Dr. Christoph Sohrmann.

Dr. Christoph Sohrmann melanjutkan bahwa hal itu bertujuan untuk meningkatkan jangkauan secara signifikan dan menghasilkan sistem yang lebih tangguh.

Pengembangan virtual melengkapi siklus pengembangan konvensional. Perangkat lunak tentu memiliki kelemahan yang menyebabkan terjadi kesalahan namun jumlahnya jauh lebih sedikit saat mencapai prototipe yang sesungguhnya demikian pakar Dr. Christoph Sohrmann.

Pembuatan prototipe merupakan poin krusial, karena biaya untuk memperbaiki kesalahan meningkat secara eksponensial dari tahap konsep ke tahap produksi massal.

Jika suatu produk harus ditarik kembali, maka hal itu berarti akhir dari bisnis di masa depan. Oleh sebab itu para ilmuwan harus  dapat mengidentifikasi kesalahan dan diperbaiki untuk dihilangkan sedini mungkin.

Alasan lainnya untuk metode pengembangan berbasis virtual adalah jumlah pengujian yang diperlukan untuk memastikan bahwa sistem dapat berjalan tanpa kesalahan.

Terjadinya kasus dan pengecualian yang tak terhitung jumlahnya merupakan tantangan khusus. Dr. Christoph Sohrmann menjelaskan hal ini dengan menggunakan mobil sebagai contoh.

“Banyak model terbaru tetap berada di jalur secara otomatis. Ketika matahari memantulkan cahaya maka cahaya itu bisa menjadi pengingat ahar hati-hati jangan terjadi tabrakan. Cahaya matahari membuat garis tambahan di permukaan jalan. Mobil dapat mulai bernavigasi dengan mengikuti garis-garis yang terang di jalan.”

Dalam simulasi, para ahli memiliki satu juta mobil yang bergerak dan mengemudi otonom secara paralel dan menjalankan lebih banyak situasi mengemudi dalam waktu pengembangan yang sama.

Hal itu mengarah pada penghematan waktu dan biaya yang signifikan dan tentu menghemat jutaan mil perjalanan untuk model nyata dengan menggunakan kendaraan.

Validasi sistem berbasis AI

Prosedur pengujian untuk sistem pembelajaran mandiri yang cerdas juga menjadi fokus para profesional tim  EAS. Misalnya, seperti apa proses pengujian sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga TÜVuntuk  kendaraan self-driving tanpa pengemudi?

Banyak yang bisa berubah dalam tiga tahun mendatang—di kota dan di kendaraan. Penggunaan teknologi algoritma berbasiskan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan berkembang selama tiga tahun mendatang.

TÜV yakni semacam Standar Nasional Indonesia (SNI) tetap harus memeriksa semua sistem berfungsi dengan benar. Inspeksi umum tidak dapat membutuhkan waktu tiga minggu. Jadi, sistem dan  bantuan virtual di tempat pengujian justru sangat membantu yang tidak dapat kita hindari lagi.

“Hal itu merupakan tantangan besar. Prosedur pengujian ini harus tersedia dalam waktu kurang dari sepuluh tahun ke depan,” harapan Dr. Christoph Sohrmann.

Oleh karena itu, para peneliti melanjutkan kerja sama dengan badan-badan yang bertanggung jawab, baik dalam bentuk konsultasi dan dukungan teknis.

Para ahli yakin, pentingnya pembuatan prototipe virtual dan akan terus berkembang di masa depan—terutama bagi pihak yang menggunakan  AI.

Hal ini memerlukan prosedur pengujian yang tervalidasi guna menjamin bahwa produk akan bekerja dan bermanfaaat dengan benar dalam jangka panjang.

Jika produk berbasis sensor ini masuk ke pasar Indonesia, maka peran 8,2 juta tukang parkir akan tergeser. Aba-aba kiri, kanan, mundur, puat lagi … maju tidak dibutuhkan lagi.

Di Singapura, tidak ada lagi pekerjaan tukang parkir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *