Inspiration, MICE

Mati Rasa Sangat Menyakitkan, Bagaimana Mengetahui Jumlah Kerusakan Saraf?

ShareTernyata mati rasa sangat menyakitkan merupakan pertanda ada kerusakan saraf. Ahli akan memeriksa kornea dan air mata untuk mengetahui jumlah saraf yang...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >
Bagaimana Mengetahui Jumlah Kerusakan Saraf

Ternyata mati rasa sangat menyakitkan merupakan pertanda ada kerusakan saraf. Ahli akan memeriksa kornea dan air mata untuk mengetahui jumlah saraf yang rusak. Waspadai jika terjadi semutan atau seperti terbakar di tangan dan jari kaki.  Kita kekurangan metode deskriptif.

Bagaimana Mengetahui Jumlah Kerusakan Saraf
Spektrometer massa tandem digunakan untuk memisahkan berbagai zat dalam cairan air mata dan menentukan konsentrasinya. Mati rasa sangat menyakitkan (Foto/©: Fraunhofer IME)

Lakukan deteksi dini neuropati atau neuro-pathy. Ingat, mata merupakan jendela menuju sistem saraf di seluruh tubuh. 

Mati Rasa Sangat Menyakitkan

Seseorang yang mengalami kesemutan di tangan atau di kaki pada umumnya tidak menyenangkan. Orang itu menderita ketidaknyamanan dan merasa seperti mati rasa yang menyakitkan. Hal itu terjadi karena disebabkan neuro-pathy.

Jika hal itu tetjadi berarti  ada gangguan sistem saraf—Sebagian saraf rusak dan (mungkin) peran atau fungsinya mulai merosot. 

Efek kemerosotan saraf itu tampak jelas pada kornea meski tanpa diawali gejala pertama. Untuk membantu para penderita, tim peneliti dari Institut Fraunhofer (Biologi Molekuler dan Ekologi Terapan IME) dan Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg (FAU)  membangun metode.

Para peneliti yakin bahwa  metode yang mereka buat itu memungkinkan penentuan lebih awal jumlah kerusakan yang terjadi dan saraf yang menopang sehingga tindakan medis dapat dilakukan dengan tepat. 

Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan atau penyakit yang memengaruhi sistem saraf. Pasien sering mengeluh merasa sakit pada saraf atau mati rasa di daerah perifer tubuh. 

Sedangkan gejala-gejala lain adanya gangguan somatosensori, formikasi, rasa sakit terbakar, kehilangan persepsi termal, dan masalah keseimbangan tubuh. 

Jika ditulis daftar gejalanya panjang. Gejala itu  pertama kali bermanifestasi di jari kaki dan ujung jari yang menyertai degenerasi serabut saraf. 

Setelah seluruh kaki terkena, cara berjalan terganggu. Penderita diabetes lebih sering terkena meski penyakit ini terjadi sebagai efek samping dari kemoterapi, dialisis, infeksi, efek konsumsi alkohol yang berlebihan, dan penyakit autoimun.

Sementara efektivitas pengobatan sangat terbatas terutama untuk mengendalikan pada tahap lanjut dan  perkembangan penyakit. Obat-obatan paling efektif setelah dikonsumsi pada tahap awal, ketika serabut saraf belum mengalami degenerasi yang berat. 

Ini berarti bahwa diagnosis dini sangat penting. Masalahnya adalah kita kekurangan metode deskriptif untuk membuat manifestasi dan tingkat keparahan neuropati yang dapat dinilai. 

Metode yang ada hanya Sebagian yang cocok seperti mengukur kecepatan konduksi saraf (NCV) tidak memungkinkan diagnosis secara jelas. 

Penularan impuls yang lambat dapat mengindikasikan neuropati, tetapi indikasi lain juga mungkin. Biopsi punch, di sisi lain, di mana dokter mengeluarkan sampel jaringan kulit, sangat menyakitkan bagi pasien.

Dmikian pula area kulit  yang mungkin tidak representatif. Oleh karena itu, kebutuhan mendesak adalah lternatif terhadap prosedur diagnostik tradisional. Peneliti IME Fraunhofer  telah memiliki  pendekatan baru dan inovatif terhadap  pemeriksaan kornea. 

“Kepadatan serat saraf tertinggi di kornea. Kornea mencerminkan gambaran yang representatif dari sistem saraf tepi,” ungkap Dr. Marco Sisignano, seorang ilmuwan di Fraunhofer IME. 

Parameter seperti kepadatan dan panjang serat saraf, serta tingkat percabangan, dapat diukur menggunakan mikroskop confocal kornea. 

Serat yang sangat pendek dan bercabang minimal, misalnya, memungkinkan kesimpulan yang diambil tentang gangguan neuropatik yang akan terjadi bahkan sebelum pasien mengeluh ketidaknyamanan.

Kenapa harus memeriksa cairan air mata? Secara khusus, Dr. Marco Sisignano dan timnya memeriksa cairan air mata. Mereka bekerja sama dengan Prof. Elke Lütjen-Drecoll, seorang peneliti glaukoma terkenal dan spesialis fisiologi mata di Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg. 

Dr. Marco Sisignano menyelidiki apakah sel-sel kekebalan di kelenjar lacrimal terlepas dan mengalir ke lapisan air mata.

“Kornea tidak memiliki suplai darah, tetapi dikelilingi oleh cairan air mata. Jika degenerasi serat saraf terdeteksi, harus ada sesuatu dalam cairan air mata yang menyebabkan pemendekan. Oleh sebab itu, kami fokus pada film air mata dan mengumpulkannya dari pasien denan menggunakan strip kertas atau tabung kapiler. Kemudian menempatkannya dalam wadah sampel untuk analisis lebih lanjut,” jelas Dr. Marco Sisignano. 

Spektrometri massa tandem kemudian digunakan untuk memisahkan berbagai zat dalam cairan dan menentukan konsentrasinya. Tim ini terutama menganalisis lipid. 

Peningkatan kadar lipid dalam kombinasi dengan serabut saraf yang merosot adalah indikator dari gangguan neurologis yang baru mulai. 

“USP kami adalah analisis lipid. Lipid pada dasarnya dapat berfungsi sebagai biomarker,” jelas Prof. Elke Lütjen-Drecoll ahli biologi itu. Para peneliti IME telah menemukan jalan baru dengan metode pengukuran yang mereka buat,“  tambah Prof. Elke Lütjen-Drecoll. 

Mengukur lipid dalam cairan air mata adalah sebuah tantangan. Bagaimana pun tim hanya mendapatkan setetes dari pasien. Spektrometri massa harus disesuaikan dan dioptimalkan.

Mitra proyek saat ini telah melakukan tes dengan 250 orang pasien yang menderita berbagai neuropati. 

Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan individu—termasuk membuat profil sensorik, melakukan mikroskop kornea, menguji sampel air mata, dan mengukur lipid—hasilnya dikumpulkan untuk analisis dan korelasi. 

Tim berharap dapat memperoleh biomarker potensial untuk kejadian dan tingkat keparahan neuropati untuk berbagai kelompok pasien. 

“Pada akhirnya, kami ingin memberi dokter alat untuk memutuskan kapan dan apakah akan memulai pengobatan,” urai Prof. Elke Lütjen-Drecoll.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *