ASEAN Community, Indonesia

Mampu Menembus Kegelapan dan Kabut

ShareMemiliki nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang  agar pesawat mudah mendarat...

Written by Jurnalis Industri · 2 min read >

Memiliki nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang  agar pesawat mudah mendarat di daratan tanpa lapisan aspal.

Merancang pesawat N-219. (Sumber foto: PT Dirgantara Indonesia)

Setelah mengantongi sertifikat, pesawat N-219 memasuki serial production  dan pada tahun 2019, pesawat ini siap dan layak untuk memasuki  pasar, dengan prioritas memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang kompetitif. Apa yang dibutuhkan pesawat N-219 agar layak dipasarkan di Indonesia dan  negara-negar lain?

Pesawat N-219 yang dibuat di Bandung ini harus mendapatkan type certificate yakni sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat. Sertifikat ini dikeluarkan oleh badan pengatur dalam hal ini yang berwenang di wilayah Indonesia adalah Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara, Kementerian Perhubungan. Setelah itu, pesawat N-219 harus mendapatkan sertifikart dari lembaga internasional—setelah mengantongi jam terbang yang telah ditentukan.

Apa yang menjadi keunggulan dan keandalan pesawat N-219? Sesuai dengan siaran Pers yang dikirimkan oleh Irland Budiman Manager Hukum dan Humas Humas PT Dirgantara Indonesia (PTDI), pesawat N-219 merupakan pesawat penumpang dengan kapasitas 19 orang atau mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat.

Pesawat ini menggunakan dua mesin turboprop yang mengacu kepada regulasi CASR Part 23. Ide dan desain dari pesawat yang dikembangkan oleh PTDI dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). PTDI memiki dua mesin Pratt & Whitney Aircraft dari  Canada Limited PT6A-42 dengan tenaga 850 SHP serta Hartzell 4-Blade Metal Propeller.

Namun, pesawat N-219 mendapat tenaga dari sepasang engine Pratt and Whitney PT6A-52 dengan kemampuan 850 SHP dan daya jelajahnya 1580 NM dengan kecepatan maksimum 213 knots. Sedangkan desainnya disesuaikan dengan kebutuhan pemesan terutama di wilayah perintis, sehingga memiliki kemampuan short take of landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit.

 

Menggunakan common technology

Sedangkan teknologi yang digunakan banyak ditemui di pasaran seperti common technology sehingga harga pesawat bisa lebih murah dengan biaya operasi dan pemeliharaan yang efisien. Pesawat N-219 ini juga menggunakan teknologi avionik yang lebih modern yang banyak ditemukan di pasaran yakni Garmin G-1000 dengan Flight Management System yang di dalamnya terdapat Global Positioning System (GPS), sistem Autopilot dan Terrain Awareness and Warning System.

Dibandingkan dengan pesawat yang sejenis, kabin pesawat N-219 lebih luas sehingga penggunaannya serbaguna. Misalnya untuk kebutuhan pengangkut barang, evakuasi medis, pengangkut penumpang bahkan pengangkut pasukan. Kelebihan lainnya adalah kelengkapan dengan Multihop Capability Fuel Tank yakni teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya.

Pesawat N-219 memiliki kecapatan (speed) maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot—kecepatannya cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol. Hal  itu sangat penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing-tebing seperti pegunungan yang harus mampu “ditaklukkan”  pesawat dengan kemampuan bermanuver yang kecepatannya rendah.

Pesawat N-219 juga dilengkapi dengan terrain awareness and warning system—seperangkat  alat yang dapat mendeteksi bahwa pesawat sedang menuju ke atau mendekati wilayah perbukitan, sistem pesawat akan memberikan tanda secara visualisasi dalam 3 dimensi (3D) sehingga pilot bisa melihat secara langsung kondisi perbukitan yang akan dilaluinya.

Pesawat ini juga menggunakan synthetic vision technology (SVT) merupakan sistem komputer yang mampu memperlihatkan citra lingkungan di sekitar pesawat sehingga pilot dapat melihatnya pada layar utama kokpit (multi function display/). Layar menampilkan kontur permukaan bumi (topografi) dalam model tiga dimensi (3D), lengkap dengan informasi utama penerbangan (primary flight display) yang dibutuhkan oleh pilot, seperti altitude (ketinggian), airspeed (kecepatan di udara), serta attitude pesawat.

Dengan teknologi SVT ini, pilot dan kopilot terbantu dalam mengambil keputusan walau kondisi seperti gelap atau sedang kabut, namun pilot tetap dapat melihat kondisi alam sekeliling yang dilintasi pesawat N-219.

Pesawat N-219 memiliki nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang sehingga akan memudahkan pesawat melakukan pendaratan di landasan yang tidak beraspal bahkan berbatu serta akan mengurangi biaya pemeliharaan.

Apa perbedaan pesawat N-219 dengan pesawat pesaing sekelasnya seperti Twin Otter yang selama ini lebih dominan sebagai penerbangan perintis di Indonesia? Berapa harganya? (Bahan dari Humas PT Dirgantara Indonesia)

Simak Pesawat N-219 (3)
Pesanan Mengalir dari Dalam dan Luar Negeri  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *