Human Development, MANEJEMEN&SAFETY

Jantung Mendadak Berhenti Berdetak, Apa Lampu LED dan Tikar Membantu?

ShareBagaimana jika jantung mendadak berhenti berdetak tanpa gejala? Di Indonesia, 300 orang meninggal setiap bulan karena serangan jantung. Lakukan pertolongan pertama dengan...

Written by Boromeus Sihombing · 5 min read >
Jantung Mendadak Berhenti Berdetak

Bagaimana jika jantung mendadak berhenti berdetak tanpa gejala? Di Indonesia, 300 orang meninggal setiap bulan karena serangan jantung. Lakukan pertolongan pertama dengan kompresi dada secara sederhana berbasis teknologi dan elektronik. 

Jantung Mendadak Berhenti Berdetak
Lampu LED menyala di tepi atas matras memberi sinyal apakah helper (alat bantu) melakukan pemijatan jantung dengan benar. Jantung mendadak berhenti berdetak, apa lampu LED dan tikar membantu?(Foto/©: Fraunhofer ISC)

Serangan jantung berlaku bagi siapa saja. Hidup sehat sangat bernilai dan setiap orang wajib mengelola tubuh dengan baik dan benar.

Bayangkan, serangan jantung secara mendadak terjadi atas diri setiap orang. Gejala atau tanda—seperti nyeri di dada sebelah kiri dan sukar bernafas kurang diperhatikan oleh penderita. 

Di Indonesia, menurut situs tirto.id, rata-rata 300 orang meninggal dunia setiap bulan. Penyebab kematian mereka adalah serangan jantung yakni: jantung berhenti berdetak atau berdegup. 

Di Jerman, sekitar 10.000 orang meninggal setiap tahun, akibat kegagalan jantung melakukan fungsinya.  Menurut rilis Fraunhofer, hanya lima belas persen orang yang dapat diselamatkan—dalam situasi darurat.

Keselamatan itu dapat dicapai dengan membantu penderita yang terkena serangan jantung. Dengan melakukan pijatan kompresi dada penderita. Pijatan pada dada itu disebut  dengan istilah mat resusitasi dengan cara baru.

Tujuannya adalah untuk membantu penderita atau sebagai responden pertama untuk memulihkan dari henti jantung secara mendadak. 

Tim peneliti di Fraunhofer mengembangkan alat pertolongan pertama dengan menggunakan sensor yang terintegrasi. Tim ahli bekerja sama dengan mahasiswa Kedokteran University of Applied Sciences yang berlokasi di Munich, Jerman.

Bagaimana tim kesehatan melakukan bantuan? Lampu jenis LED dihidupkan  di tepi atas matras (lihat gambar boneka yang memodelkan penderita dengan LED di dada) untuk memberi sinyal, apakah alat bantu (helper) melakukan pemijatan jantung dengan benar?

Contohnya seseorang jatuh pingsan dan berbaring tak sadarkan diri dan nafasnya pun berhenti. Skenario ini menggambarkan henti jantung yang akut, dan hanya ada satu reaksi yang dapat dilakukan yakni dengan pijat jantung. 

Dalam situasi jantung berhenti mendadak, hitunglah (waktu) setiap menit. Menurut Society of Anaesthesiology, hanya 15 persen orang yang mampu bertahan dalam keadaan darurat. Peluang pasien untuk bertahan hidup sangat rendah.

“Karena takut melakukan kesalahan, banyak orang yang tidak melakukan tindakan apa-apa seperti  kompresi dada penderita. Orang terlalu takut bertindak,” kata Dr Holger Böse, Direktur Sains dan Teknis di Centre Smart Materials milik Institut Fraunhofer untuk Penelitian Silicate ISC di Würzburg. 

Ahli fisika menciptakan Rescue Aid dan tikar resusitasi baru yang berguna untuk membantu  responden pertama saat berupaya menyelamatkan penderita serangan jantung. 

“Tingkat kelangsungan hidup dapat dinaikkan secara signifikan dengan kompresi dada asalkan dilakukan secara benar. Alat Rescue Aid menyederhanakan resusitasi,” jelas Dr Holger Böse. 

Kontak tubuh langsung dihindari, ambang hambatan dan ketakutan terhadap kontak langsung dengan penurunan peran helper. 

Matras silikon yang dikembangkan melalui Kontes Desain Fraunhofer bertujuan untuk menghubungkan sains dan desain yakni sensor deformasi mengukur kedalaman tekanan.

Mat resusitasi yang dimodelkan ke tubuh manusia, diletakkan di atas tubuh. Sensor regangan silikon yang terintegrasi dalam matras mengukur kedalaman tekanan. 

“Tekanan tangan menghambat sensor dan yang mengganggu jalannya proses pencetakan,” Dr Holger Böse menjelaskan. 

Sensor dihubungkan kabel ke elektronik dan LED, yang terletak di sebuah kotak di tepi atas mat yang menunjukkan dengan menggunakan kode cahaya, apakah tekanan yang cukup diterapkan. Kita segera tahu suatu kasus jika LED memancarkan cahaya hijau. 

“Semakin banyak tekanan yang gagal, semakin sering lampu menyala. Sinyal LED merah menunjukkan bahwa tekanannya terlalu tinggi. Elektronik mengendalikan LED,” tambah peneliti ahli itu. 

Dengan demikian, helper dapat secara permanen memeriksa kedalaman tekanan tangannya dan mengoreksi (jika diperlukan). Sinyal akustik juga mengatur ritme kompresi. Generator nada juga tersedia dalam kotak.

Dalam tes dengan menggunakan boneka sebagai pelatihan resusitasi, tim peneliti membuktikan bahwa bantuan penyelamatan berhasil. Mat tersedia sebagai demonstran, harus dioptimalkan dan disesuaikan dengan ukuran orang yang berbeda.

Sensor terbuat dari film yang lembut dan tidak mudah menyebabkan cedera—merupakan keunggulan dibandingkan beberapa produk yang tersedia di pasaran. 

Produk yang dijual di pasar sangat kaku dan menyebabkan rasa sakit pada pangkal telapak tangan selama resusitasi (membantu pernafasan penderita). Hasil ini sesuai dengan pengalaman paramedis selama penggarapan proyek.

Pendekatan teknologi dan elektronik demikian sederhana. Tikar resusitasi dapat diproduksi secara efektif. 

“Kita membayangkan bahwa bantuan penyelamatan penderita serangan jantung menjadi bagian yang integral dari peralatan pertolongan pertama di masa depan,” tandas Dr Holger Böse.

Penjelasan tim ahli Fraunhofer ini merupakan inspirasi bagi dokter-dokter di Indonesia—salah satu cara berbasis teknologi untuk mengatasi jantung mendadak berhenti berdetak.  Hidup sehat itu sangat bernilai dan penting.

Bagaimana jika jantung mendadak berhenti berdetak tanpa gejala? Di Indonesia, 300 orang meninggal setiap bulan karena serangan jantung. Lakukan pertolongan pertama dengan kompresi dada secara sederhana berbasis teknologi dan elektronik. 

Serangan jantung berlaku bagi siapa saja. Hidup sehat sangat bernilai dan setiap orang wajib mengelola tubuh dengan baik dan benar.

Bayangkan, serangan jantung secara mendadak terjadi atas diri setiap orang. Gejala atau tanda—seperti nyeri di dada sebelah kiri dan sukar bernafas kurang diperhatikan oleh penderita. 

Di Indonesia, menurut situs tirto.id, rata-rata 300 orang meninggal dunia setiap bulan. Penyebab kematian mereka adalah serangan jantung yakni: jantung berhenti berdetak atau berdegup. 

Di Jerman, sekitar 10.000 orang meninggal setiap tahun, akibat kegagalan jantung melakukan fungsinya.  Menurut rilis Fraunhofer, hanya lima belas persen orang yang dapat diselamatkan—dalam situasi darurat.

Keselamatan itu dapat dicapai dengan membantu penderita yang terkena serangan jantung. Dengan melakukan pijatan kompresi dada penderita. Pijatan pada dada itu disebut  dengan istilah mat resusitasi dengan cara baru.

Tujuannya adalah untuk membantu penderita atau sebagai responden pertama untuk memulihkan dari henti jantung secara mendadak. 

Tim peneliti di Fraunhofer mengembangkan alat pertolongan pertama dengan menggunakan sensor yang terintegrasi. Tim ahli bekerja sama dengan mahasiswa Kedokteran University of Applied Sciences yang berlokasi di Munich, Jerman.

Bagaimana tim kesehatan melakukan bantuan? Lampu jenis LED dihidupkan  di tepi atas matras (lihat gambar boneka yang memodelkan penderita dengan LED di dada) untuk memberi sinyal, apakah alat bantu (helper) melakukan pemijatan jantung dengan benar?

Contohnya seseorang jatuh pingsan dan berbaring tak sadarkan diri dan nafasnya pun berhenti. Skenario ini menggambarkan henti jantung yang akut, dan hanya ada satu reaksi yang dapat dilakukan yakni dengan pijat jantung. 

Dalam situasi jantung berhenti mendadak, hitunglah (waktu) setiap menit. Menurut Society of Anaesthesiology, hanya 15 persen orang yang mampu bertahan dalam keadaan darurat. Peluang pasien untuk bertahan hidup sangat rendah.

“Karena takut melakukan kesalahan, banyak orang yang tidak melakukan tindakan apa-apa seperti  kompresi dada penderita. Orang terlalu takut bertindak,” kata Dr Holger Böse, Direktur Sains dan Teknis di Centre Smart Materials milik Institut Fraunhofer untuk Penelitian Silicate ISC di Würzburg. 

Ahli fisika menciptakan Rescue Aid dan tikar resusitasi baru yang berguna untuk membantu  responden pertama saat berupaya menyelamatkan penderita serangan jantung. 

“Tingkat kelangsungan hidup dapat dinaikkan secara signifikan dengan kompresi dada asalkan dilakukan secara benar. Alat Rescue Aid menyederhanakan resusitasi,” jelas Dr Holger Böse. 

Kontak tubuh langsung dihindari, ambang hambatan dan ketakutan terhadap kontak langsung dengan penurunan peran helper. 

Matras silikon yang dikembangkan melalui Kontes Desain Fraunhofer bertujuan untuk menghubungkan sains dan desain yakni sensor deformasi mengukur kedalaman tekanan.

Mat resusitasi yang dimodelkan ke tubuh manusia, diletakkan di atas tubuh. Sensor regangan silikon yang terintegrasi dalam matras mengukur kedalaman tekanan. 

“Tekanan tangan menghambat sensor dan yang mengganggu jalannya proses pencetakan,” Dr Holger Böse menjelaskan. 

Sensor dihubungkan kabel ke elektronik dan LED, yang terletak di sebuah kotak di tepi atas mat yang menunjukkan dengan menggunakan kode cahaya, apakah tekanan yang cukup diterapkan. Kita segera tahu suatu kasus jika LED memancarkan cahaya hijau. 

“Semakin banyak tekanan yang gagal, semakin sering lampu menyala. Sinyal LED merah menunjukkan bahwa tekanannya terlalu tinggi. Elektronik mengendalikan LED,” tambah peneliti ahli itu. 

Dengan demikian, helper dapat secara permanen memeriksa kedalaman tekanan tangannya dan mengoreksi (jika diperlukan). Sinyal akustik juga mengatur ritme kompresi. Generator nada juga tersedia dalam kotak.

Dalam tes dengan menggunakan boneka sebagai pelatihan resusitasi, tim peneliti membuktikan bahwa bantuan penyelamatan berhasil. Mat tersedia sebagai demonstran, harus dioptimalkan dan disesuaikan dengan ukuran orang yang berbeda.

Sensor terbuat dari film yang lembut dan tidak mudah menyebabkan cedera—merupakan keunggulan dibandingkan beberapa produk yang tersedia di pasaran. 

Produk yang dijual di pasar sangat kaku dan menyebabkan rasa sakit pada pangkal telapak tangan selama resusitasi (membantu pernafasan penderita). Hasil ini sesuai dengan pengalaman paramedis selama penggarapan proyek.

Pendekatan teknologi dan elektronik demikian sederhana. Tikar resusitasi dapat diproduksi secara efektif. 

“Kita membayangkan bahwa bantuan penyelamatan penderita serangan jantung menjadi bagian yang integral dari peralatan pertolongan pertama di masa depan,” tandas Dr Holger Böse.

Penjelasan tim ahli Fraunhofer ini merupakan inspirasi bagi dokter-dokter di Indonesia—salah satu cara berbasis teknologi untuk mengatasi jantung mendadak berhenti berdetak.  Hidup sehat itu sangat bernilai dan penting.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *