Inspiration, MICE

Efektivitas Uji Coba Laboratorium Sesuaikan dengan Praktik di Lapangan

ShareBagaimana meningkatkan efektivitas uji coba laboratorium yang sesuai dengan praktik di lapangan?  Para peneliti menyesuaikan teori, uji coba, dan praktik guna mendapatkan...

Written by Rayendra L. Toruan · 3 min read >

Bagaimana meningkatkan efektivitas uji coba laboratorium yang sesuai dengan praktik di lapangan?  Para peneliti menyesuaikan teori, uji coba, dan praktik guna mendapatkan cara melindungi tanaman seperti tebu yang tumbuh subur di Indonesia.  

Selama proses interferensi RNA (RNAi), RNA untai ganda (dsRNA) dipotong menjadi RNA interferensi kecil (siRNA) yang dilakukan oleh enzim Dicer. Selanjutnya SiRNA dimasukkan ke dalam kompleks enzim RISC yang berfungsi sebagai templat untuk rangkaian pencocokan yang didegradasi oleh RISC. (Foto/©: Fraunhofer IME/Maurice Pierry/

Penulis/editor: Rayendra L Toruan

mmINDUSTRI.co.idFraunhofer (sumber): Para peneliti gen melakukan uji coba laboratorium yang pelaksanaannya dimulai  sejak  Oktober 2021 hingga September 2024. Mereka dalami gen yang berpotensi efektif dan rangkaian dasarnya harus diidentifikasi secara ilmiah. 

Hal itu diikuti dengan metode biologis untuk menghasilkan dsRNA yang secara spesifik disesuaikan dengan urutan basa tersebut.  

Diksi dsRNA merupakan istilah yang digunakan oleh para peneliti di Fraunhofer IME. Mereka mengacu pada molekul RNA beruntai ganda yang disesuaikan secara khusus. 

Molekul RNA ini diaplikasikan melalui metode aplikasi konvensional untuk melindungi tanaman misalnya bit gula yakni sumber pemanis dari serangan virus kuning di masa pertumbuhan tanaman selanjutnya. 

Proyek dikerjakan dengan menggunakan pendekatan biologis yang spesifik terhadap spesies untuk mengendalikan kutu daun hijau dengan bantuan interferensi RNA (RNAi). 

RNAi adalah respons kekebalan alami dari inang terhadap materi genetik asing virus yang sering hadir dalam bentuk RNA beruntai ganda (dsRNA). 

Selama proses interferensi RNA (RNAi), molekul RNA beruntai ganda (dsRNA) dipotong menjadi segmen yang lebih kecil yang dikenal sebagai RNA interferensi kecil (siRNA) oleh enzim Dicer. 

SiRNA kemudian diintegrasikan ke dalam kompleks enzim RISC sebagai template untuk urutan yang cocok, yang kemudian dihancurkan oleh RISC.

Dalam konteks ini, dsRNA digunakan untuk menghasilkan siRNA yang dapat memicu respons RNAi dan melindungi tanaman dari serangan virus kuning

“Kami harus mengidentifikasi gen yang mempunyai efek ketika dibungkam dengan mekanisme interferensi RNA. Dampak yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari masalah pergantian bulu dan penurunan keturunan hingga peningkatan kematian hama,” ungkap Maurice Pierry peneliti Fraunhofer IME koordinator proyek ViVe_Beet di Jerman. 

“Setelah melakukan sejumlah pengujian, kami berhasil mengidentifikasi beberapa gen yang menyebabkan tingginya kematian kutu daun ketika dibungkam. Ini adalah pencapaian besar pertama,” lanjut Maurice Pierry. 

Pada langkah kedua, para ilmuwan Fraunhofer IME membuat formulasi yang mampu melindungi molekul RNA beruntai ganda dari faktor lingkungan seperti suhu, dan kelembapan.

Selanjutnya faktor sinar UV, dan enzim pengurai RNA hingga mencapai tujuannya, misalnya kutu daun tanaman, usus hama, dan tempat hama itu diserap oleh sel. 

“Kesuksesan di bidang ini artinya,  dsRNA dilindungi oleh formulasi yang meningkatkan efek dan memperpanjang umur,” lanjut Maurice Pierry.

Sementara itu, para peneliti memulai langkah ketiga: uji coba penyemprotan pertama langsung pada tanaman yang disasar yakni tanaman penghasil manisan yakni bit gula. 

Lanjutan uji coba laboratorium

“Kami mengembangkan metode semprotan RNA dan mengujinya dalam lajutan uji coba dengan semprotan berlokasi di rumah kaca. Kami  mencapai angka kematian sebesar 70 persen dan pengurangan jumlah populasi hama. Hasil itu luar biasa,” ungkap Maurice Pierry dengan gembira.

Langkah terakhir akan melibatkan uji coba atau praktik di lapangan termasuk menguji semua faktor lingkungan yang sebelumnya dikecualikan. Tuga itu ditangani oleh dua lembaga lainnya.

Apakah agen perlindungan tanaman selektif tidak berbahaya bagi organisme lain? 

Pendekatan inovatif dari proyek ViVe_Beet berpotensi mengarah pada pengembangan agen perlindungan tanaman baru yang ramah lingkungan dan terselektif. Molekul spesifik dan alami dapat digunakan tidak hanya untuk mengendalikan serangga juga menghalau virus atau jamur. 

“Metode ini istimewa karena dsRNA yang diadaptasi secara khusus memengaruhi organisme target, dalam hal ini kutu daun persik hijau, dan tidak ada organisme lain seperti manusia atau serangga bermanfaat seperti lebah yang kena dampak negafit,” tandas Maurice Pierry.

Menurut laman lenteramata.com jenis-jenis  virus berikut ini cenderung menyerang tanaman:

  • Virus mozaik tembakau yang menyerang daun tanaman tembakau dan dapat menginfeksi tumbuhan lain seperti tebu, mentimun, kentang, gandum, kacang, tomat, kacang kedelai, labu, buncis, dan lain sebagainya.
  • Virus tungro yang menyerang tanaman padi—terdapat dua jenis virus tungro batang atau rice tungro bacilliform virus (RTSV) dan virus tungro bulat atau rice tungro spherical virus (RTSV).
  • Virus mosaic yang menyerang tanaman mentimun, gandum, tebu, dan lainnya.
  • Virus burik kuning yang menyerang tanaman padi dan aster.
  • Virus penyebab daun yang  menggulung seperti menyerang daun tanaman kentang.
  • Virus yang menyerang tanaman kembang kol 

 Metode pengendalian hama yang baru ini meningkatkan harapan akan perlindungan tanaman berkelanjutan dan memiliki potensi besar untuk penerapannya dalam waktu dekat ini.

Apakah hasi penelitian yang dilakukan di Jerman ini dapat diterapkan di Indonesia yang merupakan penghasil gula dari tebu? 

Diolah dari aachen.fraunhofer.de dan ekonomi.bisnis.com yang menyebutkan bahwa tanaman tebu merupakan sumber pemanis utama dunia, dan hampir 70 persen sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula. 

Bit gula tropis merupakan salah satu alternatif bahan baku pembuatan gula yang sedang dikembangkan di Indonesia. Bit gula tropis dipilih sebagai alternatif bahan baku gula karena memiliki beberapa keunggulan antara lain umur panen yang pendek yaitu 5-6 bulan.

Panen 2 kali dalam setahun berarti toleran terhadap cekaman hara, air maupun suhu serta produksi yang cukup tinggi yang dapat mencapai 130 ton/ha.

Jadi, bit gula yang disebut oleh para peneliti di Fraunhofer IME di Jerman adalah sama dengan tebu sebagai tanaman yang diolah menjadi sumber gula di Indonesia.

Para peneliti di Fraunhofer IME melakukan uji coba di laboratorium untuk mengembangkan dsRNA  yang disesuaikan secara khusus untuk melindungi tanaman tebu dari serangan virus kuning. 

Untuk menguji coba dsRNA  di lapangan, para peneliti melakukan uji coba di lapangan dengan menggunakan tanaman tebu yang terinfeksi virus kuning. 

Hasil uji coba laboratorium para peneliti menunjukkan bahwa dsRNA  dapat melindungi tanaman tebu dari serangan virus kuning. 

Dengan demikian, hasil temuan para peneliti di Fraunhofer dapat digunakan di Indonesia untuk melindungi tanaman tebu dari serangan virus kuning. Kita tumggu kerja sama Frauhofer dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *