Area metropolitan terus berkembang, dan menimbulkan masalah yang merumitkan kehidupan. Para peneliti menginvestigasi bagaimana kota-kota terus berkembang secara berkesinambungan. Penggunaan informasi dan teknologi komunikasi yang cerdas bisa membantu.
Sekarang ini, lebih dari setengah dari seluruh manusia di dunia ini tinggal di perkotaan. Jumlah manusia terus meningkat setiap hari—termasuk jumlah penduduk di Indonesia. Proporsi penduduk di Jerman sudah mencapai 74 persen yang tinggal di kota-kota. Demikian pula di megacity seperti Tokyo dan Mexico City telah lama menembus angka 10 juta. Jakarta dihuni lebih 10 juta dan lebih padat lagi pada siang hari. Sebagian warga yang tinggal di Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang bekerja di Jakarta.
Jadi, upaya serius apa pun untuk membangun perekonomian yang berkelanjutan harus dimulai di kota-kota. Para ahli pasti mempunyai metode-metode untuk membangun dan meningkatkan ekonomi di perkotaan. Oleh karena kompleksnya masalah di kota-kota besar, tanpa kita sadari suatu strategi yang menghubungkan semua upaya yang diharapkan menjadi sebuah disain yang menyeluruh kerap luput dari perhatian para ahli.
Menyediakan rumah dengan energi yang cukup atau tempat sampah daur ulang ramah lingkungan saja tidak akan cukup. Solusi inovatif harus digabungkan dengan new business model menjadi satu keseluruhan yang tertata secara organis.
Untuk itulah, 12 lembaga di bawah Fraunhofer Institute, meneliti kota-kota besar yang menjadi acuan para ahli. Beberapa perusahaan industri ternama antara lain, Siemens dan Volkswagen ikut mendukung upaya para ahli. Dukungan pendekatan itu menggunakan teknoligi informasi melalui proyek Morgenstadt atau disebutkan sebagai Kota Masa Depan. Institut yang memimpin proyek itu adalah Fraunhofer Institute for Industrial Engineering IAO di Stuttgart.
Sebagai langkah pertama, para ilmuwan memilih enam model kota metropolis dari sekitar 300 kota di dunia. Enam kota ini dalam beberapa cara sudah maju dalam mempraktikkan kesinambungan. Kota-kota lainnya bisa dan harus belajar dari manajemen kota-kota pilihan para ahli.
Kota harus cerdas
Copenhagen misalnya, sudah mulai membangun jaringan pemanas distrik berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sejak itu, 98 persen dari semua bangungan dihangatkan dengan energi yang ramah lingkungan. Singapura memurnikan banyak air limbah untuk memecahkan masalah air minum kota berpenduduk 6 juta jiwa itu.
Megapolitan Tokyo memiliki sistem logistik khusus. Truk-truk tidak mendatangi toko satu per satu. Muatan truk berupa kargo diturunkan ke pusat-pusat logistik kecil. Cara itu mengurangi kepadatan lalu lintas di Tokyo. New York City adalah contoh yang baik untuk persiapan menghadapi badai-badai raksasa dan naiknya permukaan laut. Oleh karena itu, New York City tidak hancur saat badai sandy menyerbunya pada Oktober 2012. Ketahanan juga semakin penting bagi kota-kota dalam mempersiapkan masa depan.
Berlin dan Freiburg.dua kota di Jerman telah dipilih untuk pelaksanaan proyek itu. Freiburg di selatan Jerman telah berkomitmen untuk menggunakan energi yang dapat diperbarui sebagai sumber energi utama. Berlin dikenal sebagai kota yang berorientasi global dan multi-kultural.
Dengan iklim yang energik dan politik yang ambisius, Berlin telah menyelenggarakan banyak proyek inovasi yang patut dicontoh. Sebagai ibukota Jerman, Berlin adalah salah satu pionir dalam elektro mobilitas dan penggunaan mobil bersama. Banyak bangunan pemerintah juga memberikan contoh yang baik untuk industri swasta melalui konsumsi energi ekonomisnya.
Melalui Effeciency House Plus yang diselesaikan dengan bantuan dari dua Fraunhofer Institute pada di akhir 2011: Selain menyediakan energi untuk para penghuni kota sendiri, program tersebut memberikan begitu banyak energi ekstra yang bisa digunakan oleh warga saat mengemudikan kendaraan listrik sejauh 60,000 kilometer.
Berlin memimpin dalam teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Platform online infrest atau infrastructure eStreet ditampilkan secara langsung di internet pada 2013. Semua perusahaan bisa dengan mudah memeriksa di mana saluran untuk air, buangan kotoran, daya listrik, dan telepon ada di kota itu, dan di mana bagian-bagian jalan yang seharusnya dibongkar untuk pekerjaan reparasi.
Keuntungannya jelas: sebelumnya, pekerja konstruksi bisa menggali lubang yang baru saja ditutup oleh kolega mereka. Kurangnya koordinasi seperti ini menghabiskan sumber daya dan biaya yang sebenarnya tidak perlu. Ahli IAO Steffen Braun yang bertanggung jawab untuk proyek Morgenstadt memberikan contoh nyata:
“Kabel optik fiber yang akan dipasang di Jerman pada tahun-tahun yang akan datang akan memakan biaya sekitar 180 juta Euro. Kabel itu sendiri hanya berharga 20 juta Euro sementara porsi terbesar dari dana itu akan digunakan untuk biaya konstruksi–satu kasus untuk saluran portal informasi.” (www.ict-smart-cities-center.com)
Hal lain yang perlu disorot dari teknologi informasi dan komunikasi di ibukota Jerman tersebut adalah Open Data Platform yang dikembangkan dari inisiatif Fraunhofer Institute for Open Communication Systems FOKUS di Berlin. Sejak September 2011, semua penduduk kota dapat mencari informasi yang sebelumnya hanya tersedia untuk administrasi kota. Informasi itu meliputi kualitas air danau-danau tempat berenang di kota tersebut hingga dokumen-dokumen senat. (Diolah dari The city of tomorrow tulisan Klaus Jacob, Fraunhofer)
[box type=”note”]
Simak artikel terkait dengan topik Kota masa depan (2)
Orientasi Model Bisnis dan Teknologi Perkotaan
[/box]
Orientasi Model Bisnis dan Teknologi Perkotaan 