Design pesawat prototype DO-31 dibeli oleh NASA. Sedangkan hak paten Habibie dipakai oleh perusahaan di dunia seperti Air Bus dan perusahaan roket lainnya.
Ketika pesawat udara hendak lepas landas (take off), mau landing atau saat pesawat mengalami turbelensi, struktur sayap dan bodi yang berongga harus menahan tekanan (udara) yang sangat kuat (besar). Meski konstruksi bagian dalam sayap pesawat tidak tampak, namun justru bagian dalam itu menahan tekanan (beban) yang sangat besar.
Material struktur bagian dalam pesawat dapat mengalami kelelahan yang disebut oleh produsen atau manufaktur pembuat pesawat dengan istilah fatigue. Yang mengalami kelelahan itu adalah material (komponen) bagian dalam yang pada awalnya sulit diketahui oleh para pembuat pesawat udara. Oleh karena itu, sering terjadi kecelakaan pesawat pada tahun 1960an.
Kelelahan (fatigue) pesawat terjadi pada bagian penghubung sayap dan bodi utama pesawat dan pada penghubung sayap dan mesin. Kedua bagian itu mengalami guncangan dan getaran selama take off dan landing atau saat terjadi turbelensi. Jika tekanan demikian besar (kuat) terjadilah suatu retakan (crack) sebagi dampak terjadinya kelelahan (fatigue) terhadap material yang menghubungkan bagian-bagian (sayap) pesawat dengan bodi dan mesin.
Ukuran retakan sangat kecil yakni 0.005 millimeter namun jika tidak segera diatasi (diperbaiki) retakan itu berlanjut ke bagian lain dan kemudian ukurannya makin besar dan bertambah banyak, bahkan menimbulkan cabang-cabang. Jika retakan itu tidak terdeteksi sayap pesawat dapat patah saat take off.
Awal tahun 1960an, pesawat berubah dari sistem propeler ke pesawat bermesin jet. Namun, fatigue failure pesawat belum dapat diatasi saat itu. Para peneliti di berbagai perusahaan pembuat kapal terbang sulit mengatasi kelelahan bagian pesawat. Apa yang harus dilakukan? Hampir semua ahli pembuat pesawat di berbagai perusahaan mencari cara untuk mengaasi keretakan bagian pesawat. Kalau keadaan itu tidak segera diatasi, jumlah pesawat yang kecelakaan bisa bertambah. Siapakah yang dapat menyelesaikan masalah besar di dunia pernerbangan itu?
Anak muda Indonesia
Seorang anak muda yang masih berusia 32 tahun, namun sudah menggondol doktor di bidang perpesawatan, Bacharuddin Jusuf Habibie (Indonesia) berhasil menemukan letak titik awal retakan atau crack propagation point. Habibie melakukan perhitungan yang sangat detail sampai tingkat atom.
Dia membuat teori yang disebut teori Crack Progression atau theory of Habibie. Teori Habibie ciptaan Habibie itu telah dipakai di industri penerbangan di dunia. Dengan menggunakan teori itu, berpengaruh terhadap peningkatan standar keamanan pesawat udara. Hasil temuan Habibie itu bukan hanya untuk mengurangi resiko kecelakaan, juga bermanfaat untuk perawatan pesawat udara yang lebih mudah dilakukan dengan biaya lebih efisien.
Dengan menggunakan teori Habibie, letak dan besar retakan (crack) dapat dihitung. Dengan demikian, para insinyur dapat mengurangi safety factor yang memangkas bobot pesawat—merupakan faktor penting di dunia penerbangan. Terobosan yang luar biasadi dunia penerbangan itu disebut dengan factor Habibie.
Penggunaan Faktor Habibie berdampak besar terhadap bobot (berat) pesawat yang berkurang hingga 10 persen. Bahkan berat pesawat berkurang hingga 25 persen setelah material komposit buatan pak Habibie digunakan. Pesawat lebih mudah bermanuver, lebih mudah take off, menghemat bahan bakar, dan mengurangi biaya pembuatan serta perawatannya.
Habibie juga penggagas design pesawat prototype DO-31 yang kemudian dibeli oleh NASA (Badan Antarsika Amerika Serikat). Sedangkan hak paten Habibie dipakai oleh perusahaan-perusahaan seperti Air Bus dan perusahaan roket lainnya. Habibie pernah meraih penghargaan Von Karman Award (1992)—setara dengan Hadiah Nobel.
Kita tunggu pesawat R-80 berbasis turboprop yang dirancang oleh BJ Habibie bersama putranya ilham Habibie. (Sumber bahan www.peunggnggagas.com/)
[box type=”note”]
Simak Teknik Pengelasan (1)
Sulit Menggabung Baja dengan Aluminium? Begini Tekniknya
[/box]