Inspiration, MICE

Sensor LiDAR Rekam Percakapan Orang, Hati-hatilah Berbicara

ShareTeknologi sensor LiDAR rekam percakapan orang dengan kecepatan cahaya yang dapat dipancarkan. Oleh karena itu, hati-hatilah berbicara—misalnya ujaran kebencian seperti sering menandai...

Written by Rayendra L. Toruan · 2 min read >

Teknologi sensor LiDAR rekam percakapan orang dengan kecepatan cahaya yang dapat dipancarkan. Oleh karena itu, hati-hatilah berbicara—misalnya ujaran kebencian seperti sering menandai media sosial di Indoneia.

Proyek “KI4PED” berfokus pada pejalan kaki daripada kendaraan. Orang dideteksi dan dilacak menggunakan data sensor LiDAR dan AI. Sensor LiDAR rekam percakapan orang (Foto/©: Fraunhofer IOSB-INA)

Penulis/editor: Rayendra L Toruan

mmINDUSTRI.co.id – Hati-hatilah berbicara seperti ujaran kebencian yang sering menjejali media sosial di Indinesia. Bahkan percakapan umum pun dapat direkam sensir LiDAR. 

Percakapan orang dapat direkam sensor LiDAR dengan bantuan teknologi algoritma yang mampu belajar sendiri. 

Bagaimana proses mendekati pembelajaran mandiri yang disebut model/sistem berbasis energi variabel laten? 

Ide utamanya adalah untuk memperkenalkan variabel laten yang disebut Z, yang menghitung kompatibilitas antara variabel X (seperti digunakan  dalam video) dan prediksi Y (masa depan video) dan kemudian memilih hasil dengan skor kompatibilitas terbaik. 

Peneliti bernama  LeCun lebih lanjut menjelaskan bahwa model berbasis energi dan pendekatan lain untuk algoritma belajar mandiri atau self-learning algorithm

Algoritma belajar mandiri yang diprogram untuk menyempurnakan kinerjanya. Dalam konteks machine learning (ML)  membutuhkan model yang cukup kuat untuk memproses dan menganalisis banyak informasi berharga. 

Ke dalam sistem ML ini, pengguna memberi banyak persyaratan atau target seperti hasil yang diinginkan, mampu mengenali gambar, parameter (apa yang dibutuhkan mesin untuk mengidentifikasi sebuah gambar), dan data (gambar A atau gambar B yang berarti bukan gambar A). 

Kembali ke masalah pemecahan kemacetan lalu lintas. Contohnya, Uni Eropa memperkirakan bahwa kemacetan lalu lintas menyebabkan kerugian ekonomi yang besarnya mencapai Euro 100 miliar per tahun yang diderita oleh  negara-negara anggotanya. 

Menurut Arthur Müller, Manajer Proyek dan ilmuwan senior dari Fraunhofer IOSB-INA, lampu lalu lintas berbasis AI memberikan kesempatan untuk menggunakan infrastruktur  yang ada secara lebih efisien. 

“Tim kami yang pertama di dunia, menguji pembelajaran penguatan mendalam untuk kontrol lampu lalu lintas dalam kondisi dunia nyata. Kami berharap proyek menginspirasi banyak orang dan negara untuk melakukan upaya serupa,” papar Arthur Müller, ilmuwan senior Fraunhofer IOSB-INA itu. 

Sistem sinyal lalu lintas cerdas justru menyamankan pejalan kaki. Oleh karena itu, pengerjaan proyek KI4PED lebih berfokus kepada pejalan kaki ketimbang kendaraan. 

Dalam proyek yang dijadwalkan tuntas pada Juli 2022, Fraunhofer IOSB-INA bekerja sama dengan Stührenberg GmbH dan mitra terkait Straßen.NRW, kota Lemgo dan kota Bielefeld untuk mengembangkan pendekatan inovatif untuk kontrol berbasis kebutuhan dari sinyal pejalan kaki. 

Proyek ini harus bermanfaat bagi orang-orang yang rentan, seperti orang lanjut usia atau orang yang cacat. 

Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan keselamatan di penyeberangan pejalan kaki dengan memungkinkan waktu penyeberangan yang lebih lama. 

Menurut hasil penelitian  waktu ‘berjalan’ terlalu singkat khusus bagi kelompok orang lanjut usia dan cacat. 

Tombol-tombol yang digunakan saat ini, umumnya terdapat dalam kotak kuning kecil, dan tidak memberikan informasi apa pun tentang jumlah atau usia penyeberangan, atau bahkan kebutuhan lainnya. 

Untuk itu, mitra proyek menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan mengombinasikannya dengan sensor LiDAR yag berresolusi tinggi. 

Manfaatnya adalah untuk mengotomatisasi proses dan secara otomatis menyesuaikan dan menambah waktu penyeberangan sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki. 

Kecerdasan buatan atau AI melakukan deteksi dan pelacakan orang-orang  berdasarkan data dari sensor LiDAR, dan menerapkannya dalam sistem tertanam secara real time.

“Untuk tujuan perlindungan data, kami menggunakan sensor LiDAR daripada sistem berbasis kamera. Ini menampilkan pejalan kaki sebagai titik-awan 3D, yang berarti bahwa mereka tidak dapat diidentifikasi secara individual,” jelas Dr. Dennis Sprute, Manajer Proyek dan ilmuwan dari Fraunhofer IOSB-INA. 

Sensor LiDAR mampu mendeteksi dan menjangkau dengan cahaya yang memancarkan gelombang cahaya berdenyut ke lingkungan sekitar, dan memantul dari objek terdekat dan kembali ke sensor. 

Sensor mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya untuk kembali untuk menghitung jarak yang ditempuhnya ke objek, dalam hal ini manusia. 

Sensor ini juga tahan terhadap pengaruh cahaya, pantulan,  dan cuaca. 

Studi kelayakan dilakukan untuk menentukan posisi yang optimal pada perlintasan tersebut. 

Penggunaan algoritma AI dilatih selama seminggu di dua persimpangan lampu lalu lintas di Lemgo dan Bielefeld, keduanya kota di Jerman. 

Tes sensor juga direncanakan di situs Fraunhofer IOSB-INA dengan menggunakan berbagai kondisi cahaya yang disimulasikan untuk menentukan kemampuan deteksi.

Dengan menggunakan konsep kontrol berbasis kebutuhan yang disesuaikan dengan situasi individu, mitra peneliti berharap dapat mengurangi waktu tunggu selama 30 persen ketika banyak orang yang menunggu.  

Mereka juga bertujuan untuk mengurangi jumlah insiden sebesar 25 persen melalui jaywalking yakni penyeberangan bagi pejalan kaki.

Indonesia sebaiknya menggunakan  teknologi sensor LiDAR!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *