Ternyata pandemi #viruscorona merontokkan bisnis Shell hingga perusahaan yang bermarkas di Belanda itu menelan kerugian sebesar $21,5 miliar pada tahun 2020. Revenue jatuh hampir 50 persen.
Royal Dutch Shell plc, yang lebih ditenar dengan nama Shell merupakan salah satu perusahaan energi terbesar di dunia. Akan tetapi, kebesaran bisnis Shell diguncang cukuk signifikan yang ditimbulkan badai pandemi COVID-19.
Pandemi #Viruscorona Merontokkan Bisnis Shell
Banyak negara di Eropa melakukan lockdown yang menyebabkan permintaan minyak turun tajam dan bahkan tidakan itu menurunkan harga minyak ke posisi terendah dalam sejarah.
Akibatnya, Shell terseret dalam sejarah bisnis yang terburuk, dan manajemen harus memotong dividen bagi pemegang saham—merupakan kali pertama dilakukan sejak Perang Dunia II.
Menurut data yang disajikan oleh TradingPlatforms.com, dan dikirimkan melalui surat elektronik ke media ini, Shell membukukan kerugian bersih sebesar $21,5 miliar pada tahun 2020, sementara pendapatan turun lebih dari 47 persen.
Industri minyak dan bisnis Shell sangat tergerus yang disebabkan COVID-19. Kerugian bersih Shell lebih dari $20 miliar.
Untuk mencoba dan mengurangi penyebaran #Coronavirus, perbatasan antarnegara di seluruh dunia ditutup dan dikunci—berupa kebijakan lockdown—sehingga kota-kota di berbagai negara berhenti dari hiruk pikuk bisnis.
Akibat terhadap ekonomi, perjalanan sebagian besar dalam berbagai bentuk bisnis terhenti. Hal ini menurunkan harga minyak yang memengaruhi industri dan bisnis Shell.
Perusahaan Dutch-Anglo yang beroperasi di setiap segmen industri minyak dan gas yang secara keseluruhan berjuang sekuat tenaga untuk meraup untung pada tahun 2020.
Akan tetapi, pendapatan Shell turun hampir $165 miliar pada tahun 2020, melambung turun lebih dari 47 persen dibandingkan tahun 2019.
Shell membukukan kerugian bersih $21,5 miliar pada tahun 2020—setelah membukukan laba bersih $16,4 miliar pada tahun 2019.
Bisnis mengalami penurunan di semua lini, kecuali satu segmen bisnis Shell dengan segmen bahan kimia satu-satunya yang mencatatkan pendapatan pada tahun 2020.
Segmen hulu Shell, yang berhubungan dengan eksplorasi minyak dan aktivitas serupa lainnya, mencatat kerugian hampir $11 miliar.
Salah satu dampak kerugian yang diderita Shell, manajemen memangkas dividen yang untuk pertama kali dilakukah sejak Perang Dunia II.
Kinerja Shell pada tahun 2020 sangat memengaruhi sahamnya dan pada gilirannya memengaruhi investornya.
Pada tahun 2020, Shell memiliki sekitar 7,8 miliar saham yang hampir 400 juta lebih sedikit dari jumlah saham tertinggi yang tercatat pada tahun 2018.
Perusahaan raksasa minyak ini juga kehilangan $2,78 per saham pada tahun 2020, satu-satunya kerugian yang pernah dicatat dalam periode pelaporan sejak tahun 2008.
Untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, Shell mengumumkan pemotongan dividennya. Akibatnya, pada tahun 2020, Shell hanya membayar $7,3 miliar sebagai dividen dibandingkan dengan $15,2 pada tahun 2019—penurunan lebih dari 50 persen.
Tindakan pemotongan biaya itu diimplementasikan untuk mengurangi efek pandemik. Shell menerapkan beberapa langkah untuk memangkas biaya guna melindungi perolehan arus kas dan neraca termasuk penurunan hampir 54 persen dalam pembelian.
Shell melakukan pembelian senilai $117 miliar pada tahun 2020 dibandingkan dengan hampir $253 miliar pada tahun 2019.
Dalam upaya lebih lanjut untuk memangkas biaya, Shell membelanjakan $907 juta untuk penelitian dan pengembangan pada tahun 2020, dan pembelanjaan terendah untuk Litbang dibanding tahun 2010-2020.