Bahan kursi di pesawat gunakan magnesium seperti tidak masuk akal, bagaimana caranya? Kuncinya adalah upaya menggabungkan kekuatan teknologi dan seni dengan cara yang dinamis, kreatif, inovatif, dan artistik. Kapan mahasiswa Indonesia mengolah magnesium sebagai logam?
Apakah mungkin bahan kursi di pesawat gunakan magnesium yang kita kenal sebagai bahan pembuatan suplemen? Simak cerita Manajer Sumber Daya Manusia Meridian Lightweight Technologies United Kingdom (MLTUK).
Kellie Easton menjelaskan bahwa larangan penggunaan magnesium sebagai komponen pesawat udara utamanya pada proses die casting padakonstruksi kursi pesawat, sah-sah saja dilontarkan oleh orang atau ahli.
Akan tetapi, jika pembuatan bahan baku menggunakan magnesium dan telah memenuhi standar kinerja yang ketat, bukanlah pekerjaan sia-sia. Pihaknya justru melihat suatu kesempatan untuk bekerja sama dengan produsen kursi di perusahaan pembuat pesawat.
Easton menandaskan bahwa kursi di pesawat harus menggunakan bahan yang ringan, dan generasi baru (maksudnya hasil diversifikasi magnesium) justru sesuai dengan kebutuhan bahan baku pembuatan kursi di pesawat yang membutuhkan bahan logam yang ringan.
“Proyek yang digarap oleh Birmingham City University demikian penting untuk mengetahui dan menunjukkan potensi kehebatan dan kekuatan bahan magnesium yang digunakan di industri pesawat terbang,” tandas Easton.
Ia menggaris bawahi, bahwa para mahasiswa dan ahli justru harus menggabungkan kekuatan teknologi dan seni dengan cara yang dinamis, kreatif, inovatif, dan artistik.
Birmingham City University dan perusahaan Meridian telah menyetujui kemitraan strategis tahun 2017. Kedua lembaga itu melibatkan dua organisasi yang saling bekolaborasi di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan penggunaan bahan magnesium sebagai raw materials.
Hasil kemitraan kedua lembaga itu menimbulkan efisiensi penggunaan bahan bakar ketika memproses bahan magnesium yang keberlanjutan. Bandingkan dengan energy yang digunakan saa melebur logam.
Sejak bekerja sama pada tahun 2017, kedua lembaga itu telah menyelenggarakan simposium magnesium yang dilaksanakan di kampus BCU di kota Birmingham, Inggeris.
Setelah program lomba itu disosialisasikan di kampus Birmingham City University pada 15 Februari 2018, perorangan dan dan tim di empat fakultas BCU memiliki kesempatan untuk menyusun proposal yang kemudian, hasil rekayasa dikumpulkan pada April 2018.
Profesor Julian Beer sebagai Deputi Wakil Rektor Birmingham City University, Stephen Brown sebagai Engineering Manager, dan Kellie Easton manajer SDM MLTUK, Shafique Shah perwakilan universitas multidisiplin dari Grup Inovasi Magnesium ikut menghadiri peluncuran kompetisi yang juga disaksikan oleh para mahasiswa.
Proyek ini merupakan bagian dari skema program sarjana agar para mahasiswa berkesempatan terlibat untuk mengidentifikasi dan mengembangkan pengalaman—membangun keterampilan, meningkatkan, dan memudahkan mahasiswa nantinya memilih bidang pekerjaan—setelah mereka diwisuda oleh universitas.
Apakah mahasiswa di Indonesia mampu mengembangkan potensi magnesium yang demikian berlimpah di bumi Nusantara?
Informasi dari Birmingham City University tentu menginspirasi. Semoga pihak BCU mengundang jurnalis media ini untuk menyaksikan pengumuman para pemenang dan meliput pameran hasil kompetisi.
Selamat bagi para mahasiswa yang menggunakan bahan kursi di pesawat gunakan magnesium dan siaplah menjadi pemenang.